Share

Bab 03

Author: Olivia Yoyet
last update Last Updated: 2025-01-14 11:00:33

03

Sepanjang perjalanan menuju Kota Bandung, Martin terlelap. Dia benar-benar kelelahan, padahal selama berada di tempat proyek, Martin lebih sering berada di kantor dibandingkan luar ruangan. 

Hendri yang duduk bersama Martin dan Wirya di kursi belakang mobil Jeep, berulang kali mengamati lelaki yang usianya 6 tahun lebih muda darinya. 

Terbayang kembali sepasang mata di ujung kanan kantor. Hendri benar-benar penasaran dan sangat ingin mengecek lokasi itu sekali lagi. Namun, Hendri merahasiakan hal itu dari Martin, agar pria bermata sipit tersebut tidak cemas. 

"Koko Chyou ngajak ketemuan," ujar Wirya yang sedang berbalas pesan dengan Kakak sepupu istrinya, Delany. 

"Kapan?" tanya Hendri. 

"Senin minggu depan. Dia baru nyampe dari Bali itu, hari Sabtu. Minggunya istirahat. Senin baru masuk kantor GWG." 

"Kayaknya aku nggak bisa. Kamu aja, W." Hendri dan teman-temannya semasa kuliah terbiasa dipanggil dengan huruf depan nama masing-masing. 

"Aku juga mau ke Kanada bareng Yoga." Wirya memajukan badannya. "Z, kamu yang nemuin Koko," pintanya. 

"Senin, kan? Bisa aku. Kalau Selasa, aku mau berangkat ke Filipina bareng tim lain," terang Zein yang menemani Aditya di kursi depan. 

"Ajak Naizar dan Izra. Mereka sudah harus bisa nanganin proyek besar," imbuh Hendri. 

"Aku ikutlah. Pengen nyoba ngerjain proyek bareng bos luar negeri kelas kakap," pinta Aditya sembari terus mengemudi. 

"Izin dulu ke SHEHHBY. Nanti dikira aku merebut karyawannya," seloroh Wirya. 

"Ya, nanti aku ngomong ke Bang Yoga," jawab Aditya. 

"Kalau diizinkan, ajak Syuja, Dit. Biar dia bisa gantikan posisimu nanti." 

"Siap." 

"Kamu mau pindah kerja, Dit?" tanya Zein. 

"Bukan, Bang. Aku gantikan posisi Bang Yoga," jelas Aditya. 

"Direktur operasional?" 

"Ya." 

"Keren!" Zein menepuk-nepuk lengan kiri salah satu pengawal lapis tiga andalan PBK. 

"Mantaplah kamu, Dit," puji Hendri. 

"Sebetulnya aku masih belum percaya diri buat gantiin Bang Andri. Tapi, ketujuh bos SHEHHBY mintanya begitu," papar Aditya. 

"Bang Sam dan yang lainnya sudah sangat percaya ke kamu, Dit. Lagi pula, memang belum ada junior di sana yang sanggup nempatin posisi itu," cakap Wirya. 

"Bang, kalau ada pengawal baru yang bagus, arahkan ke grup kami," beber Aditya. "Bang Yoga dan Bang Andri mulai ngeluh kekurangan orang baru," lanjutnya. 

"Sabar. Aku lagi neliti angkatan 14 dan 15 ini. Sudah ada belasan yang potensinya bagus. Nanti kusebar ke Power Rangers hijau, kuning, hitam dan yang lainnya." 

"Kayaknya makin dikit yang lolos jadi pengawal, ya, W?" sela Hendri. 

Wirya mengangguk mengiakan. "Sebetulnya bukan dipersulit, tapi, aku dari awal sudah negasin, pengawal baru harus siap dinas luar Pulau Jawa. Itu yang masih jadi kendala, karena banyak orang tua yang nggak ngizinin. Padahal anaknya mau." 

"Begitulah orang kita. Anak dikirim merantau itu supaya punya wawasan luas. Anaknya berhasil, orang tua juga yang senang." 

Pembicaraan itu terjeda ketika Martin mengigau. Hendri dan Wirya mengamati pria yang duduk di ujung kanan. Keduanya saling menatap, kemudian Hendri memegangi kepala Martin yang masih terus mengoceh. 

"Kamu siapa?" tanya Martin sembari menggerak-gerakkan kepala dan tangannya. "Aku bukan Chen. Namaku, Martin," lanjutnya. 

Tiba-tiba tangan kanan Martin terangkat ke atas, seolah-olah tengah ditarik. Hendri bergegas menahan badan Adik iparnya. Sedangkan Wirya merunduk untuk menahan kaki Martin. 

"Z, tembak!" pekik Hendri sembari terus memegangi pria yang badannya lebih besar darinya. 

Zein memutar badan ke belakang. Dia menggumamkan doa, lalu menempelkan tangan kanan ke lutut Martin. Zein menembakkan tenaga dalam secara penuh. Sementara Hendri mencoba melapisi tubuh Martin dengan perisai doa. 

"Argh!" jerit Martin seiring dengan tangannya yang terhempas ke bawah. 

Wirya berpindah ke depan Martin, lalu menepuk-nepuk kedua pipi lelaki tersebut untuk membangunkannya. 

Hendri meringis ketika tangannya terasa panas. Dia tetap bertahan memegangi Martin, hingga lelaki berjaket hitam itu benar-benar terjaga. 

Zein membuka botol minuman kecil dan membacakan doa, sebelum dia memberikan botol pada Wirya yang membantu memegangi benda itu agar Martin bisa minum. 

"Kamu mimpi apa?" tanya Zein saat Martin memandanginya. 

"Dia datang lagi, dan narik aku, kuat banget," jelas Martin sembari mengerjap-ngerjapkan mata. 

"Dia siapa?" desak Wirya yang turut meminum air di botol untuk menenangkan diri. 

"Enggak jelas, Bang. Tapi, suaranya, sih, perempuan," ungkap Martin. 

"W, tolong lihatin. Tanganku panas," ungkap Hendri sembari menunjukkan telapak tangannya. 

Wirya menyalakan lampu di atas untuk mengamati tangan Adik iparnya yang memerah. "Kok, kayak luka bakar?" tanyanya. 

"Sudah kuduga. Panas banget," tukas Hendri. 

"Siram dikit pakai air itu, H," sela Zein. "Habis itu olesin krim lidah buaya. Ada di cooling box," sambungnya. 

Zein dan Martin mengamati saat Hendri menyirami tangannya dengan hati-hati. Sedangkan Wirya mencari benda yang dimaksud di bagasi belakang. 

Puluhan menit terlewati. Kedua mobil itu sudah tiba di kediaman Arsyad. Pria tua tersebut terkejut kala melihat telapak tangan kanan putranya tampak mengelupas. 

Arsyad hendak bertanya, tetapi diurungkan ketika Hendri menggeleng pelan. Arsyad mengangguk paham, kemudian dia mengajak semua orang memasuki ruang tamu. 

Yuanna keluar sambil membawakan minuman untuk semua orang. Disusul Irshava, istri Hendri, yang membawa dua piring kue. 

Irshava tertegun memandangi tangan suaminya. Dia melirik Hendri yang hanya tersenyum tipis. Irshava mengeluh dalam hati, karena lagi-lagi lelakinya harus mengalami luka yang sama. Dia yakin jika Hendri telah mengerahkan tenaga dalam. Entah buat apa. 

Seusai berbincang selama belasan menit, Ubaid, Zein dan Bayu berpamitan untuk pulang. Mereka diantarkan Aditya yang juga hendak pulang ke mess khusus pengawal. 

"Sebenarnya, ada apa?" tanya Arsyad, sesaat setelah Irshava dan Yuanna memasuki ruangan dalam.

Hendri beradu pandang dengan Wirya, kemudian mereka bekerjasama menjelaskan tentang peristiwa yang terjadi di mobil. 

Arsyad terperangah, lalu dia memerhatikan Martin yang sedang memijat dahinya. Arsyad menggeser duduknya mendekati sang calon menantu, lalu dia memegangi puncak kepala Martin yang seketika diam. 

"Sudah berapa kali kamu didatangi orang itu, Mar?" tanya Arsyad, seusai membaca doa untuk pria muda tersebut. 

"Sama tadi, empat kali, Pak," jelas Martin. 

"Maksud Bapak, bukan dalam mimpi. Tapi ketemu langsung." 

"Ehm, aku belum pernah ketemu orangnya." 

Arsyad menggeleng. "Sudah pernah, tapi kamu nggak sadar." 

Martin terperangah. "Kapan, Pak? Apa kelihatan?" 

Arsyad kembali menggeleng. "Tertutup kabut tebal. Mata batin Bapak nggak bisa nembus." 

Selama beberapa saat suasana hening. Ketiga orang tersebut memerhatikan Martin yang tengah mengingat-ingat sembari bergumam. 

"Coba dirunut, Mar," usul Hendri. 

"Dimulai dari kamu datang ke tempat proyek," imbuh Wirya. "Supaya gampang, sekalian ditulis," sambungnya sembari membuka tas kerja dan mengambil buku kecil serta pulpen. 

Martin menerima benda yang diberikan pria berambut belah tengah. Kemudian dia menyebutkan nama orang-orang yang ditemui sepanjang bulan itu. 

Tiba-tiba Martin berhenti menulis. Dia membulatkan mata, kala mengingat sosok perempuan berbaju Cheongsam merah, yang suaranya mirip dengan orang di dalam mimpinya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Al-rayan Sandi Sya
heh menyeramkan,ko sampe seperti itu.dan sebenarnya perempuan berbaju merah itu siapa
goodnovel comment avatar
Mispri Yani
duh duh ya kenapa semakin anu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 65

    65Bulan berganti. Proyek KARZD akhirnya rampung. Pagi itu diadakan peresmian bangunan yang akan menjadi pusat bisnis sepanjang hampir 1km. Ketiga bos HWZ dan keluarga, serta para tamu undangan, memenuhi lobi utama gedung yang akan menjadi pusat kegiatan di kawasan strategis ituKeluarga Danantya, Pramudya, Baltissen dan Adhitama juga turut hadir. Selain mereka, beberapa sahabat Martin di PC dan PCD juga menghadiri acara penting bagi KARZD. Setelah Hendri dan Martin menyampaikan pidato, Mulyadi menaiki panggung untuk membacakan doa, yang diikuti hadirin dengan khusyuk. Selanjutnya, acara pengguntingan pita yang dilakukan kelima komisaris perusahaan tersebut. Zein dan Martin mengapit Wirya, Zulfi dan Hendri. Mereka bersama-sama memotong pita, kemudian mereka mempersilakan ketiga bocah untuk memencet tombol. Bayazid, Fazluna dan Rhetta, berseru ketika berbagai hiasan dari kertas mengilat, muncul dari lantai dua dengan diiringi aneka pita kecil berwarna-warni. Puluhan menit terlewati

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 64

    64Jalinan waktu terus bergulir. Semua anggota rombongan penembus lorong waktu, telah kembali ke kediaman masing-masing dan menjalankan aktivitas seperti biasanya. Yìchèn yang menetap di kediaman Frederick Adhitama, telah membaca surat panjang dari Shin Hung. Bersama Qianfan dan yang lainnya, Yìchèn juga sudah membahas isi surat dan silsilah keluarga Chow serta Shin Fung. Dua minggu berlalu, Martin dan tim Bandung mendatangi Yìchèn di Jakarta. Kemudian mereka melanjutkan perbincangan tentang isi surat itu. "Koko yakin mau berangkat ke sana?" tanya Martin sambil memandangi kembarannya lekat-lekat. "Ya, tapi tidak sekarang," jawab Yìchèn. "Lalu, kapan?" desak Martin. "Menunggu aku punya identitas sendiri." "Oh, belum selesai, ya?" Yìchèn mengangguk mengiakan. "Pengacara keluargaku tengah mengurusnya." Martin mengangkat alisnya. "Keluarga Koko?" "Ya. Aku sekarang jadi bagian dari keluarga PBK." Martin mengulaskan senyuman. "Betul juga, sih." "Koko mau diangkat anak sama Papa

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 63

    63Bau angit sisa-sisa kebakaran, yang sempat memenuhi area kanan belakang kantor pengelola proyek KARZD, perlahan menghilang. Matahari pagi bergerak cepat memutari bumi. Siang menjelang dengan diiringi gerimis, yang menyebabkan tanah di sekitar gudang kecil menjadi basah. Tim tiga dan empat berjibaku membangun tenda, dengan dibantu Seno, Ridho, dan Muchlis. Maman, Jajang, dan para petugas keamanan, juga turut membantu menjadi penyedia konsumsi. Dua lampu sorot besar diarahkan ke pintu gudang yang ditutupi kain hitam. Empat lampu lainnya digunakan untuk penerangan sekitar tenda, yang dibangun memanjang dari depan gudang kecil hingga ujung gudang besar. Yuanna merapikan lipatan handuk dan pakaian ganti buat anggota rombongan yang berada di lorong waktu. Sedangkan Gantari dan Sinta menyusun bungkusan plastik bening yang berisikan kue-kue serta minuman. Arsyad jalan mondar-mandir di sisi kanan tenda. Dia benar-benar khawatir, karena kelompok Zainal dan Hendri belum juga muncul. Pada

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 62

    62Seorang pria tua menyambut rombongan Yìchèn dengan penghormatan. Dia memberikan bungkusan kain pada orang terdepan, yakni Dante. Keduanya bercakap-cakap sesaat, sebelum lelaki tua membuka pintu bangunan kecil itu. Cahaya terang seketika terpancar dari dalam. Semua orang di bagian depan menyipitkan mata, kemudian mereka berbaris dua orang, sesuai arahan Wirya. Yìchèn yang berpindah ke depan bersama Freya, memberi hormat dengan sedikit membungkuk pada suami Shin Fung, dan keluarga Chow, yang membalas dengan hal yang sama. Yìchèn menegakkan badan, lalu menunggu kedua orang terdepan memulai perjalanan mereka menuju masa modern. Hendri dan Zein menggerak-gerakkan kedua tangan mereka membentuk jurus halus olah napas. Keduanya serentak menembakkan tenaga dalam ke cahaya, yang seketika meredup dan memperlihatkan kumparan kabut tebal yang tidak terlalu terang. Hendri dan Zein melangkah bersamaan. Ubaid dan Bayu mengikuti di belakang. Keempatnya bekerjasama menembakkan tenaga dalam ke s

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 61

    61Langit malam dipenuhi jutaan bintang. Rembulan memamerkan bentuknya yang sempurna, hingga mampu sedikit menerangi dunia. Angin berembus sepoi-sepoi di sekitar halaman depan kediaman keluarga Shin Fung, dan menyebabkan dedaunan di pohon-pohon itu bergoyang dengan pelan. Puluhan orang memenuhi seputar halaman. Mereka menonton ritual sembahyang ala orang Tiongkok, yang dilakukan Shin Fung, keluarga Chow, Yìchèn dan Qianfan. Chyou dan kelompok berselempang kain merah, berjaga-jaga di dekat tempat pemujaan. Kelompok Wirya yang menggunakan selempang biru, bersiaga di sekitar area sebagai lapisan kedua. Pasukan Ming Tianba menjadi pelindung utama di seputar rumah besar. Mereka bergantian mengawasi jalanan, supaya bisa mendeteksi pergerakan dari luar. Sebab saat itu masih zaman penjajahan Belanda, semua warga harus berhati-hati dalam mengadakan aktivitas yang melibatkan banyak orang. Kendatipun Shin Fung dan Tan Liu Chow telah mendapatkan izin dari pejabat setempat untuk melakukan per

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 60

    60Rombongan pimpinan Chyou tiba di depan rumah besar berarsitektur khas zaman dulu. Batu hitam menghiasi sisi bawah dinding, sedangkan bagian atasnya di-cat putih. Shin Fung mempersilakan semua orang memasuki ruangan. Dia penasaran, karena tidak ada seorang pun yang membuka kain penutup di wajah mereka. Selain itu, nyaris tidak ada yang berbincang. Selain Yìchèn, Qianfan, dan beberapa pengawal berselempang kain merah.Para pelayan bergegas menyuguhkan minuman dan makanan di belasan meja besar. Loko, Michael, Gibson dan Cedric mengelilingi setiap meja untuk mengecek, apakah ada racun pada hidangan. Shin Fung membatin, bila sepertinya anak buah Yìchèn memahami berbagai cara pengamanan, dan hal itu kian meningkatkan rasa keingintahuannya. "Saya belum tahu nama Tuan," ujar Shin Fung sambil memandangi pria berbaju cokelat di kursi sebelah kanannya. "Saya, Vong Qianfan," jawab lelaki yang rambutnya telah dihiasi uban. "Berasal dari mana?" "Guangzhou." "Bagaimana Tuan bisa bertemu de

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status