Share

Bab 02

Penulis: Olivia Yoyet
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-14 11:00:01

02

"Dho, di sini, ada tukang urut, nggak?" tanya Martin. 

"Kurang tahu." Risho mengamati bosnya, lalu dia bertanya, "Kenapa, Mas?" 

"Badanku pegal-pegal. Terutama punggung. Kayak habis manggul karung." 

Ridho menyunggingkan senyuman. "Memangnya Mas pernah manggul karung?" 

"Pernah. Aku dilatih Papa dengan keras. Katanya, nggak peduli aku anaknya, tetap harus bantu angkut barang di grosiran." 

Ridho mengangguk paham. "Pak Razman beda dengan pengusaha lainnya yang aku kenal. Beliau sangat tegas dan nggak pilih kasih."

"Papa lahir di keluarga sederhana. Beliau dan adik-adiknya bekerja keras, hingga bisa berhasil seperti sekarang." Martin memandangi sekeliling. "Papa yang memintaku berbisnis di sini. Supaya keturunannya tetap ada di tanah kelahirannya," lanjutnya. 

Kedatangan beberapa orang menjadikan percakapan itu terjeda. Martin mengangkat alis kala menyaksikan wajah kepala sekuriti yang terlihat tegang. 

"Ada apa, Dang?" tanya Martin. 

"Lapor, Pak. Ada alat berat yang terguling," jelas Adang, ketua sekuriti proyek.

"Di mana?" 

"Belakang, yang dekat bukit." 

"Dho, kita ke sana," ajak Martin sambil menyambar jaketnya dari sandaran kursi. 

Kelima pria itu bergegas keluar tempat pengelola. Mereka menaiki mobil Jeep hitam, dan Ridho segera melajukan kendaraan menuju area kecelakaan. 

Adang berkomunikasi dengan sekuriti yang berjaga di proyek belakang. Dia meminta kedua sekuriti tersebut untuk mengamankan area, yang ternyata telah didatangi warga sekitar. 

Setibanya di sana, Martin dan yang lainnya keluar dari mobil. Sang bos membeliakkan mata saat menyaksikan excavator yang terguling, hingga berada beberapa meter di bawah tebing. 

Tanah di seputar tempat itu juga telah amblas. Martin memaksa menerobos pita kuning yang telah dipasangi pekerja, untuk menghalau pengunjung yang terus berdatangan. 

"Petugas alat berat, gimana kondisinya?" tanya Martin, seusai mendatangi Muchlis, kepala proyek yang telah lebih dulu tiba. 

"Sudah dievakuasi, Mas," jawab Muchlis sembari mendekatkan diri pada pria berambut lebat. "Kaki kirinya patah," bisiknya. 

"Ketiban?" 

Muchlis menggeleng. "Waktu dievakuasi ke mobil, dia cerita ke temannya. Sebelum terguling itu, ada ular gede yang meliliti kakinya." 

"Ular?" 

"Jangan kencang-kencang, Mas. Nanti ada yang nguping." 

Martin memindai sekitar. "Usir mereka. Takutnya tanah amblas lagi." 

"Sudah, tapi nongol lagi dan makin banyak." 

Martin mendengkus. Lalu, dia menoleh ke kiri dan berkata, "Telepon pengawasmu. Minta kirim orang tambahan untuk berjaga di sini." 

"Siap," balas Adang sambil meraih ponselnya dari saku seragam PDL cokelat. 

"Siapa yang ngawas di Bandung sekarang?" tanya Martin. 

"Bang Aditya." 

"Bukan Jauhari?" 

"Bang Ari tugasnya di minggu pertama. Bang Yusuf, minggu kedua. Bang Aditya, minggu ketiga, dan Bang Harun di minggu keempat." 

Adang memutus percakapan saat panggilannya terhubung. Tidak berselang lama dia sudah terlibat pembicaraan dengan pengawas sekuriti PB area Jawa Barat. 

Puluhan menit terlewati, Martin telah kembali ke kantor pengelola, ketika dua unit mobil berbeda jenis dan tipe memasuki area. 

Martin berdiri dan spontan merapikan kemejanya. Pria bermata sipit tersenyum, saat mengenali mobil terdepan yang merupakan kendaraan milik calon Kakak iparnya. 

Setelah kedua mobil berhenti, Adang membukakan pintu kiri mobil Jeep abu-abu. Wirya Arudji Kartawinata, direktur utama PBK, turun dari kendaraan itu. Dia membalas penghormatan Adang dengan anggukan, kemudian Wirya menyambangi Martin untuk bersalaman. 

Hendri Danantya, Zeinharis Abqary, Bayu Hendrawan dan Ubaid Abdullah, keluar dari mobil MPV hitam. Sementara Aditya turun dari mobil MPV biru bersama keenam petugas keamanan muda. 

Seusai bersalaman, Martin mengajak kelima bos memasuki ruangan. Sementara Adang menerangkan situasi terkini pada Aditya, yang langsung mengajak sekuriti bawaannya ke tempat kejadian perkara. 

"Kaget aku, kalian datang barengan," ujar Martin sambil memandangi Hendri yang berada di kursi sebelah kanan. 

"Kami berangkat dari Jakarta jam 3 tadi. Pas Adang nelepon itu, kami baru nyampe pintu tol Buah Batu. Para Ibu dan anak-anak lanjut ke rumah Bapak, kami nunggu Aditya datang bawa pasukan, baru berangkat ke sini," terang Hendri sembari mengamati calon Adik iparnya yang terlihat berbeda. 

"Kata Aditya tadi, tanahnya amblas. Beneran?" tanya Zeinharis yang akrab dipanggil Zein. 

"Ya, Bang. Sekarang malah tambah meluas," ungkap Martin. 

"Alat beratnya sudah dievakuasi?" 

"Pas aku tinggal tadi, lagi ditarik. Mungkin sekarang sudah naik." Martin memajukan badan. "Kata Muchlis, ada ular yang meliliti kaki operator," bisiknya. 

"Ular naon?" tanya Hendri. 

"Belum jelas. Katanya, sih, warnanya hitam," beber Martin. 

"Gede?" 

"Sebetisnya dia, gitu, besarnya." 

"Ketemu, nggak, ularnya?" 

Martin menggeleng. "Ada yang bilang, itu ular jadi-jadian. Mungkin protes rumahnya ditebang buat proyek." 

Hendri dan keempat sahabatnya saling melirik. Kemudian dia kembali mengarahkan pandangan pada Martin yang sedang berbincang dengan Seno. 

Hendri terkesiap saat melihat kelebatan sepasang mata di ujung kanan ruangan. Dia menajamkan penglihatan, tetapi pemilik mata itu tidak terlihat.

Hendri menggerak-gerakkan tangan kirinya sembari melafazkan doa dalam hati. Dia mengembuskan napas ke sekeliling, lalu mengamati pojokan kanan.

Kelebatan bayangan seseorang mengagetkan Hendri. Dia hendak bangkit, tetapi terpaksa dibatalkan karena dipanggil Martin. 

"Sudah mau magrib. Kita pindah ke rumah kontrakanku," ajak Martin. 

"Kalian aja. Aku sama Wirya mau ngecek lokasi," tolak Zein. "Penasaran aku, tanahnya bisa amblas, gitu. Aneh," jelasnya. 

Keenam lelaki berbeda tampilan serentak berdiri. Mereka jalan keluar dengan diikuti Seno dan Ridho. 

Martin menugaskan Ridho untuk mengantarkan Zein dan Wirya ke lokasi kejadian. Sementara dirinya menaiki mobilnya yang dikemudikan Seno. 

Hendri melirik Zein. Keduanya seolah-olah tengah berbincang dengan bahasa batin. Kemudian Hendri menaiki mobilnya bersama Ubaid dan Bayu. Sedangkan Zein dan Wirya mengikuti langkah Ridho ke mobil operasional. 

Semburat senja kian menggelap, hingga sang surya akhirnya tenggelam di batas cakrawala. Gema azan berkumandang memanggil setiap insan untuk beribadah menghadap Sang Pencipta. 

Martin dan yang lainnya bergantian menunaikan salat di kamarnya. Kemudian mereka berkumpul di ruang tamu sambil menikmati minuman hangat.. 

Sekian menit berlalu, Zein dan Wirya datang bersama Aditya serta Ridho. Mereka berbincang mengenai kondisi terkini di tempat proyek yang telah kembali kondusif. 

"Bawah bukit itu ada sungai kecil. Tanahnya memang kurang padat. Nggak kuat nanggung alat berat terlalu banyak," tutur Zein yang memang sudah terbiasa menangani proyek pembangunan jalan bebas hambatan, ataupun bangunan besar lainnya. 

"Berarti blue print-nya nggak akurat. Karena nggak dicantumkan jika ada sungai di situ," jelas Martin. 

"Dimaklumi aja, Mar. Yang bikin blue print mungkin nggak nanya-nanya ke warga atau tetua desa," sela Wirya. 

"Aku masih penasaran dengan asal ular tadi," timpal Hendri. 

"Kata Adang, ada desas-desus jika itu ular jadi-jadian penunggu sungai," papar Martin. 

"Bisa jadi. Karena aneh aja, tempat itu sudah nggak ada pohon, tapi masih ada ular." 

"Ya, aku juga mikir gitu." 

"Ehm, Mar, selama tinggal di sini, ada kejadian aneh, nggak?" 

Martin tertegun sesaat, kemudian dia mengangguk. "Sebetulnya, baru tiga hari ini aja, Kang. Aku mimpi didatangi perempuan yang wajahnya nggak kelihatan. Dia manggil aku, Koko Chen. Dan dia ngajak aku pergi." 

"Ke mana?" 

"Enggak paham, Kang. Dia cuma bilang. Ikut denganku." 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Al-rayan Sandi Sya
perempuan dalam mimpi Martin mungkin mengira kalau Martin adalah Koko Chen nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 65

    65Bulan berganti. Proyek KARZD akhirnya rampung. Pagi itu diadakan peresmian bangunan yang akan menjadi pusat bisnis sepanjang hampir 1km. Ketiga bos HWZ dan keluarga, serta para tamu undangan, memenuhi lobi utama gedung yang akan menjadi pusat kegiatan di kawasan strategis ituKeluarga Danantya, Pramudya, Baltissen dan Adhitama juga turut hadir. Selain mereka, beberapa sahabat Martin di PC dan PCD juga menghadiri acara penting bagi KARZD. Setelah Hendri dan Martin menyampaikan pidato, Mulyadi menaiki panggung untuk membacakan doa, yang diikuti hadirin dengan khusyuk. Selanjutnya, acara pengguntingan pita yang dilakukan kelima komisaris perusahaan tersebut. Zein dan Martin mengapit Wirya, Zulfi dan Hendri. Mereka bersama-sama memotong pita, kemudian mereka mempersilakan ketiga bocah untuk memencet tombol. Bayazid, Fazluna dan Rhetta, berseru ketika berbagai hiasan dari kertas mengilat, muncul dari lantai dua dengan diiringi aneka pita kecil berwarna-warni. Puluhan menit terlewati

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 64

    64Jalinan waktu terus bergulir. Semua anggota rombongan penembus lorong waktu, telah kembali ke kediaman masing-masing dan menjalankan aktivitas seperti biasanya. Yìchèn yang menetap di kediaman Frederick Adhitama, telah membaca surat panjang dari Shin Hung. Bersama Qianfan dan yang lainnya, Yìchèn juga sudah membahas isi surat dan silsilah keluarga Chow serta Shin Fung. Dua minggu berlalu, Martin dan tim Bandung mendatangi Yìchèn di Jakarta. Kemudian mereka melanjutkan perbincangan tentang isi surat itu. "Koko yakin mau berangkat ke sana?" tanya Martin sambil memandangi kembarannya lekat-lekat. "Ya, tapi tidak sekarang," jawab Yìchèn. "Lalu, kapan?" desak Martin. "Menunggu aku punya identitas sendiri." "Oh, belum selesai, ya?" Yìchèn mengangguk mengiakan. "Pengacara keluargaku tengah mengurusnya." Martin mengangkat alisnya. "Keluarga Koko?" "Ya. Aku sekarang jadi bagian dari keluarga PBK." Martin mengulaskan senyuman. "Betul juga, sih." "Koko mau diangkat anak sama Papa

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 63

    63Bau angit sisa-sisa kebakaran, yang sempat memenuhi area kanan belakang kantor pengelola proyek KARZD, perlahan menghilang. Matahari pagi bergerak cepat memutari bumi. Siang menjelang dengan diiringi gerimis, yang menyebabkan tanah di sekitar gudang kecil menjadi basah. Tim tiga dan empat berjibaku membangun tenda, dengan dibantu Seno, Ridho, dan Muchlis. Maman, Jajang, dan para petugas keamanan, juga turut membantu menjadi penyedia konsumsi. Dua lampu sorot besar diarahkan ke pintu gudang yang ditutupi kain hitam. Empat lampu lainnya digunakan untuk penerangan sekitar tenda, yang dibangun memanjang dari depan gudang kecil hingga ujung gudang besar. Yuanna merapikan lipatan handuk dan pakaian ganti buat anggota rombongan yang berada di lorong waktu. Sedangkan Gantari dan Sinta menyusun bungkusan plastik bening yang berisikan kue-kue serta minuman. Arsyad jalan mondar-mandir di sisi kanan tenda. Dia benar-benar khawatir, karena kelompok Zainal dan Hendri belum juga muncul. Pada

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 62

    62Seorang pria tua menyambut rombongan Yìchèn dengan penghormatan. Dia memberikan bungkusan kain pada orang terdepan, yakni Dante. Keduanya bercakap-cakap sesaat, sebelum lelaki tua membuka pintu bangunan kecil itu. Cahaya terang seketika terpancar dari dalam. Semua orang di bagian depan menyipitkan mata, kemudian mereka berbaris dua orang, sesuai arahan Wirya. Yìchèn yang berpindah ke depan bersama Freya, memberi hormat dengan sedikit membungkuk pada suami Shin Fung, dan keluarga Chow, yang membalas dengan hal yang sama. Yìchèn menegakkan badan, lalu menunggu kedua orang terdepan memulai perjalanan mereka menuju masa modern. Hendri dan Zein menggerak-gerakkan kedua tangan mereka membentuk jurus halus olah napas. Keduanya serentak menembakkan tenaga dalam ke cahaya, yang seketika meredup dan memperlihatkan kumparan kabut tebal yang tidak terlalu terang. Hendri dan Zein melangkah bersamaan. Ubaid dan Bayu mengikuti di belakang. Keempatnya bekerjasama menembakkan tenaga dalam ke s

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 61

    61Langit malam dipenuhi jutaan bintang. Rembulan memamerkan bentuknya yang sempurna, hingga mampu sedikit menerangi dunia. Angin berembus sepoi-sepoi di sekitar halaman depan kediaman keluarga Shin Fung, dan menyebabkan dedaunan di pohon-pohon itu bergoyang dengan pelan. Puluhan orang memenuhi seputar halaman. Mereka menonton ritual sembahyang ala orang Tiongkok, yang dilakukan Shin Fung, keluarga Chow, Yìchèn dan Qianfan. Chyou dan kelompok berselempang kain merah, berjaga-jaga di dekat tempat pemujaan. Kelompok Wirya yang menggunakan selempang biru, bersiaga di sekitar area sebagai lapisan kedua. Pasukan Ming Tianba menjadi pelindung utama di seputar rumah besar. Mereka bergantian mengawasi jalanan, supaya bisa mendeteksi pergerakan dari luar. Sebab saat itu masih zaman penjajahan Belanda, semua warga harus berhati-hati dalam mengadakan aktivitas yang melibatkan banyak orang. Kendatipun Shin Fung dan Tan Liu Chow telah mendapatkan izin dari pejabat setempat untuk melakukan per

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 60

    60Rombongan pimpinan Chyou tiba di depan rumah besar berarsitektur khas zaman dulu. Batu hitam menghiasi sisi bawah dinding, sedangkan bagian atasnya di-cat putih. Shin Fung mempersilakan semua orang memasuki ruangan. Dia penasaran, karena tidak ada seorang pun yang membuka kain penutup di wajah mereka. Selain itu, nyaris tidak ada yang berbincang. Selain Yìchèn, Qianfan, dan beberapa pengawal berselempang kain merah.Para pelayan bergegas menyuguhkan minuman dan makanan di belasan meja besar. Loko, Michael, Gibson dan Cedric mengelilingi setiap meja untuk mengecek, apakah ada racun pada hidangan. Shin Fung membatin, bila sepertinya anak buah Yìchèn memahami berbagai cara pengamanan, dan hal itu kian meningkatkan rasa keingintahuannya. "Saya belum tahu nama Tuan," ujar Shin Fung sambil memandangi pria berbaju cokelat di kursi sebelah kanannya. "Saya, Vong Qianfan," jawab lelaki yang rambutnya telah dihiasi uban. "Berasal dari mana?" "Guangzhou." "Bagaimana Tuan bisa bertemu de

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status