Share

Pagi Menyebalkan

Keadaan patah hati, membuat hari berganti secara perlahan. Pikiran Namira masih kacau. Hatinya pun masih berantakan. Kejadian itu tidak bisa hilang begitu saja. “Ahh, kenapa gue bisa sebodoh ini!” ucap Namira di dalam mobil.

Namira enggan menceritakan hal ini kepada orangtuanya, sebab, ia tidak ingin masalahnya akan menjadi lebih panjang dan rumit. Namira dan Aidan sudah menjalin hubungan cukup lama. Mama dan Papa Namira sudah mengenal Aidan, bahkan sudah memberikan restu karena Aidan selalu bersikap baik di depan Mama dan Papa Namira. Sayangnya, semua itu tak cukup untuk mempertahankan hubungan Aidan dan Namira.

Posisi Namira sangat berbeda dengan Aidan. Namira justru tidak mendapat restu dari Mama dan Papa Aidan. Entah alasan apa, yang jelas orangtua Aidan tidak menyetujui hubungan mereka berjalan lebih serius. Hal inilah yang membuat Aidan ingin menyerah saja dan meninggalkan Namira. Tapi itu tidak berlaku bagi Namira. Ia masih ingin memperjuangkan hubungannya dengan Aidan. Tidak mungkin Namira bisa meninggalkan Aidan dengan rasa cinta dan kebiasaan yang sudah lama terjalin.

“Andai saja waktu itu aku menyerah, aku tidak akan tersakiti seperti sekarang,” ucap Namira terus mengeluh dan memikirkan masalahnya dengan Aidan. Meski perasaannya sudah hancur, Namira masih belum bisa membenci Aidan. Rasa cinta dan sayang itu masih singgah di hati Namira. “Apa Aidan benar-benar melakukan hal itu? Bersama perempuan lain di hotel dan?” Namira sengaja tidak melanjutkan kalimatnya. Kalimat itu akan menyakiti perasaannya lebih dalam.

“Lebih baik gue cari sarapan dulu, deh. Daripada ngomel sampe kelaparan,” ujarnya lalu berhenti di rumah makan langganannya. Hari ini, Namira sedang ingin makan sesuatu yang bukan berbahan gandum. Ia memilih makan lontong sayur dan kawan-kawannya. Sebenarnya, rumah makan itu sudah menjadi saksi kisah cinta Namira dan Aidan. Namun, Namira tidak peduli akan hal itu karena perutnya sudah dirundung kelaparan.

“Namira?” panggil seseorang dari belakang. Namira pun menoleh tanpa jeda. Ia terkejut karena panggilan itu ternyata dari Aidan. Aidan sedang berada di tempat yang sama dengannya saat itu. Badan Namira langsung lemas. Suasana hatinya pun kian memburuk karena melihat wajah sang mantan kekasih, yang baru saja kemarin ia putuskan. “Ngapain kamu di sini?” tanya Namira reflek. Ia tidak punya pertanyaan lain selain kalimat itu. “Kamu mau ngikutin aku?” Namira menambah pertanyaan. “Hah? Ngikutin kamu?” Aidan terdengar kesal.

Aidan dan Namira melanjutkan obrolan mereka yang sebenarnya lebih ke arah perdebatan. Namira rela menanggalkan rasa laparnya itu, demi menuangkan emosinya kepada Aidan. “Apa maksud kamu nuduh aku seperti itu? Bukannya kamu yang kemarin udah buntutin aku sampai masuk ke kamar hotel?” tanya Aidan dengan emosi yang mulai berapi-api. “Aku Cuma mau sarapan. Nggak ada hubungannya sama kamu,” jawab Namira tanpa menyambung dengan pertanyaan Aidan barusan. “Aku nggak peduli hari ini. Aku tanya tentang kemarin!” bentak Aidan mengundang perhatian dari orang-orang yang mengunjungi tempat itu.

“Aidan, ini tempat umum! Bisa nggak sih nggak usah pake emosi? Lagian kamu yang memanggil aku. Kalau saja kamu nggak manggil aku, aku juga nggak akan tahu kamu ada di sini!” jelas Namira kesal. Namira dan Aidan merubah posisi mereka yang lebih sepi. Mereka tidak ingin menghalangi orang-orang yang sedang mengantri makanan. “Oh, jadi setelah kemarin ketahuan selingkuh, sekarang udah mau menjauh dan menghindar?” tanya Aidan. Namira sempat tidak paham dengan pertanyaan Aidan barusan. Ia sempat meminta Aidan untuk mengulang kalimatnya. Tetapi, Aidan malah semakin menuduh yang macam-macam.

“Yang selingkuh dan kepergok dengan perempuan lain itu kamu! Kenapa aku yang kamu tuduh selingkuh?” Namira tidak habis akal dengan tuduhan Aidan. Kemarin Aidan ketahuan bersama perempuan lain di hotel, namun, hari ini Aidan justru menuduh mantan kekasihnya itu berselingkuh. Padahal jika orang lain yang menilai pun pasti akan sama dengan Namira. Aidan yang berselingkuh dengan perempuan lain. Bahkan perempuan yang asing, tidak Aidan kenal. “Aku mau ngajak kamu makan siang waktu itu, tapi ternyata, kamu malah kasih aku kejutan lain. Kamu main gila sama perempuan yang nggak kamu kenal di hotel!” ucap Namira mulai emosi.

“Namira!” Aidan membekap mulut Namira. “Bener-bener ya kamu! Udah salah, malah nuduh orang sembarangan!” ujar Aidan tidak terima dengan penjelasan Namira barusan. “Memangnya kamu tahu apa yang aku lakukan setelah kamu pergi? Memang kamu tahu semuanya?” Aidan mencoba membela diri. “Aidan, kamu keterlaluan. Sudah salah, ketahuan, dan sekarang kamu membalikkan semua fakta itu?” Namira geram. Ia melepas tangan Aidan yang menekan mulutnya agar diam. “Nggak menyesal aku memutuskan kamu kemarin!” ucap Namira lalu pergi meninggalkan Aidan. Aidan terus memanggil Namira, tetapi, tak Namira gubris.

“Namira!” teriak Aidan sembari mengepalkan kedua tangannya. Sementara itu, Namira berlari ke mobilnya dan ingin segera pergi dari rumah makan. “Hari ini gue salah pilih rumah makan! Bisa-bisanya gue masih memilih untuk makan di sini dalam keadaan seperti ini!” Namira kesal dengan dirinya sendiri. Ia menahan tangisnya yang sudah ingin meluap begitu saja. “Ihhh! Aidan benar-benar kelewatan. Dia yang salah, dia yang selingkuh, tapi aku yang dituduh!” Rasa kesal Namira sudah berubah menjadi tangisan. Emosinya ia tahan lalu berubah menjadi air mata.

“Namira!” ada yang memanggil Namira lagi ketika ia sampai di kantor. Kali ini suaranya berbeda karena perempuan. Namira berhenti tetapi tidak langsung menoleh. Ia masih enggan untuk diajak ngobrol dengan siapapun. “Eh Lo gue panggil dari tadi, kenapa nggak nengok sih?” protes Nimas sahabat Namira. Nimas menatap sahabatnya itu dengan wajah yang khawatir. Ia sudah mengira pasti ada sesuatu yang terjadi dengan Namira. “Ada apaan? Kenapa Lo kusut banget wajahnya? Oh iya, gue juga mau tanya. Kenapa Lo jadi bahan gosip satu kantor? Ada apa sebenarnya?” Nimas memborong barang pertanyaan untuk Namira.

Namira menghela napas sejenak. Sesak rasanya menghadapi ini semua. Namun, ia masih harus bekerja dan pura-pura baik-baik saja di depan banyak orang. “Namira! Jawab!” protes Nimas karena Namira tidak langsung menjawab pertanyaannya. “Gue udah penasaran banget ini sama Lo. Kenapa Lo nggak cerita apapun ke gue?” pertanyaan dari Nimas bertambah. “Satu satu, dong. Mau gue jawab yang mana dulu, nih?” kini giliran Namira yang protes karena terlalu banyak pertanyaan dari Nimas. “Semuanya, lah. Gue mau tau semua jawaban dari pertanyaan gue!” jawab Nimas. “Hmm gue putus sama Aidan,” jawab Namira singkat.

“What? Putus? Yakin?” Nimas terdengar sangat terkejut dengan pernyataan dari Namira. “Halah, ntar juga balik lagi. Nanti siang juga udah makan siang bareng, nanti malem pulang kerja dijemput. Halahhh, udah basi kalian?” ucap Nimas yang tidak percaya jika Namira dan Aidan putus hubungan. “Dih, Lo kok gitu sih ngomongnya. Gue nggak mau balikan lagi sama Aidan!” tegas Namira membalas semua ungkapan Nimas barusan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status