Kesibukan yang tiada hentinya sedang terjadi pada Namira. Setelah menemui mantan kekasihnya yang sengaja merusak suasan hati Namira, sekarang Namira sudah berada di dalam mobil bersama bosnya, Dewangga. Mereka menuju ke tempat meeting pertama. Semua berkas dan kebutuhan rapat pagi ini sudah Namira persiapkan. Dewangga tidak pernah mengeluh jika semua sudah diambil alih oleh Namira. Sebab, Namira memang orang yang teliti, rajin, dan totalitas dalam bekerja. Makanya Dewangga bisa sangat percaya kepada sekretarisnya itu. “Klien akan sampai sekitar 20 menit lagi, Pak. Jadi, masih ada waktu kita mempersiapkan diri sebelum rapat dimulai,” ujar Namira setelah sampai di tempat meeting pertama. “Oke,” jawab Dewangga singkat.Namira dan Dewangga sudah duduk manis di tempat yang sudah mereka pesan untuk rapat bersama klien baru. Namira telah kembali dari toilet, ia menyempatkan diri untuk sekedar merapikan rambut, pakaian, juga riasan wajahnya. Selain itu, tak ketinggalan, Namira juga selalu mem
Semua mata tertuju pada Namira. Teriakan Namira barusan membuat semua orang menghentikan aktivitasnya masing-masing. Mereka semua penasaran, ada apa dibalik teriakan itu. Bahkan Dewangga terlihat cukup terkejut, ia tidak biasa mendengar teriakan dari sekretaris pribadinya. “Ada apa Namira?” tanya Mama Dewangga yang ingin segera tahu alasan Namira menghentikan Dewanti dengan teriakan. “Ma-maaf,” ucapnya pertama kali setelah teriakan itu. “Maaf ibu, bukan saya lancang dan saya juga tidak bermaksud untuk tidak sopan. Saya hanya ingin mengingatkan jika Pak Dewangga tidak bisa makan seafood. Pak Dewa alergi dengan udang,” jelas Namira membuat Dewangga tersenyum senang. Mendengar penjelasan Namira, Dewanti terlihat kesal. Suasana hatinya mulai berubah. Tetapi, ia tidak mungkin bad mood di depan calon mertuanya. “Maaf, Dewangga. Aku lupa,” ujar Dewanti mengalihkan kesalahannya. “Aku terlalu bersemangat, jadi, aku tidak ingat jika kamu ada alergi dengan udang dan makanan laut lainnya,” ucap D
Aidan dan Laras membuat janji untuk makan siang bersama hari ini. Laras dengan senang hati menerima ajakan Aidan. Kepolosan Laras membuat Aidan tambah penasaran dengan Laras. Bagi Laras pun Aidan salah satu laki-laki yang selama ini Laras idamkan. Laras sudah cuku lama tidak membagi hatinya untuk orang lain. Setelah merasakan patah hati dan harapan palsu dan beberapa lelaki, Laras memutuskan untuk menyendiri. Ia tidak membuka hatinya untuk siapapun. Laras sibuk mewujudkan impiannya satu per satu. Hingga akhirnya ia bisa bertemu dengan Aidan. Laki-laki yang sudah beberapa tahun ini ia tunggu. Perkenalan yang tidak sengaja itu justru menjadi obat dari penantian lama bagi Laras.”Laras, mau makan apa kita siang ini?” tanya Aidan yang sudah bersama Laras di dalam mobilnya. Sebelum mereka meninggalkan kantor untuk makan siang, Aidan ingin tahu apa yang sedang Laras inginkan. Meski terkadang Aidan sudah memiliki keputusan sendiri, Aidan tetap ingin mendengar opini dari Laras. “Hmm, apa ya
“Nimas, lihat deh! Aidan sama Laras udah makin Deket. Sekarang mereka lagi makan siang di restoran tempat gue dan Pak Dewangga mau meeting.” Pesan tambahan dari Namira diiringi pesan gambar. Gambar itu berisi foto Aidan dan Laras yang Namira ambil secara diam-diam. Namira ingin menunjukkan jika Aidan dan Laras sedang makan berduaan. “Aidan gampang banget ya move on-nya!” batin Namira dalam hati. Namira duduk di kursi yang tidak jauh dari tempat Laras dan Aidan duduk. Namira menutup wajahnya dengan masker, kebetulan ia membawa di tasnya. Lalu, ia juga mengurai rambutnya begitu saja agar bisa menutup wajahnya dan tidak ketahuan jika Namira sedang memata-matai Aidan dan Laras.“Lo ngapain masih kepo sama mereka berdua?” balasan dari Nimas langsung Namira baca. Namira tidak ingin mengetahui sendirian tentang kencan mantan kekasihnya itu. “Gue nggak kepo! Gue ketemu sama mereka, Aidan dan Laras makan siang di restoran yang sama dengan gue dan Pak Dewangga meeting.” Namira memberi balasan k
Kesibukan Namira hari ini berakhir. Mobil Dewangga sudah terparkir di hotel tempat ia tinggal sekarang. Namira dan Dewangga telah menyelesaikan agenda yang telah disiapkan jauh-jauh hari. Esok, akan ada agenda lain untuk mereka kerjakan lagi. Sementara itu, malam ini Namira dan Dewangga sudah bebas dari agenda sibuk yang membuat harinya sangat padat. “Kunci mobil kamu ada?” tanya Dewangga sebelum Namira turun dari mobilnya. “Ada, Pak!” jawab Namira percaya diri. Namira bahkan belum memeriksa kunci mobilnya, tetapi, ia dengan begitu percaya diri mengakui jika kunci mobilnya sudah ada di dalam tasnya. “Coba kamu periksa dulu!” pinta Dewangga. “Sudah saya masukkan ke dalam tas, Pak. Pasti ada,” jawab Namira kembali. “Yakin nggak mau kamu periksa dulu?” Dewangga meyakinkan Namira untuk memeriksa ulang. Namira tetap pada pendiriannya.“Saya pulang dulu ya, Pak!” pamit Namira sebelum ia turun dari mobil bosnya. Tas dan beberapa barang yang tadi ia bawa, sudah berada di tangannya semua. Sam
Malam yang suntuk. Namira kira, setelah undur diri dari hadapan Dewangga ia bisa cepat pulang ke rumah dan mengistirahatkan semua lelah yang didapat hari ini. Ternyata, semua hanyalah angan-angan belaka. Namira masih melewati serangkaian kendala di hotel tempat Dewangga tinggal. Permasalahan kunci mobil dan bertemu dengan mantan kekasihnya sudah menyita waktu Namira terlalu banyak. Kesabarannya mulai menipis. Pun energinya sudah tidak prima lagi. “Aidan aku tidak punya waktu untuk berdebat. Aku ingin segera pulang ke rumah, aku capek!” Namira menjelaskan keadaannya. “Pulang ke kamar hotel bos kamu?” pertanyaan Aidan mengiris kesabaran Namira yang sudah tipis. Embusan napas Namira terdengar kasar. Jika Namira tidak menahannya sekali lagi, mungkin Namira dan Aidan kembali terlibat perdebatan yang panjang.“Kalau iya kenapa?” bentak Namira meski suaranya tidak terlalu tinggi. Matanya memberi ancaman kepada sang mantan kekasih. Kepalan tangannya hampir saja melayang. Beruntung nasib Aidan
“Hai, apa kabar Lo?” sapa Nimas kepada Aidan yang siang itu tidak sengaja bertemu di restoran. Aidan dan Nimas memang saling mengenal. Mereka sempat duduk di bangku sekolah yang sama. Beranjak dewasa, mereka jadi jarang berhubungan atau sekedar bertukar satu sama lain. Apa lagi ketika Aidan telah menjadi kekasih Namira yang juga sahabat Nimas. Nimas mengenal keduanya, jika keduanya sedang bersitegang, Nimas tak jarang menjadi penengah. Mendengar cerita dari sisi berbeda dari keduanya. “Hei! Baru keliatan lagi, Lo!” Aidan menyodorkan tangannya untuk menyambut sapaan dari Nimas. Teman lama yang menjadi sahabat mantan kekasihnya. “Gue baik, dong!” jawaban dari Nimas mencoba membangun suasana agar pertemuan itu lebih hangat dan cair.Nimas dan Aidan duduk di kursi yang sama. Ada beberapa kursi kosong, tetapi, karena mereka datang sendiri-sendiri, mereka pun memutuskan untuk makan bersama setelah sekian lama tidak berjumpa. “Jadi, gimana kabar lo sekarang?” pertanyaan itu kembali didengar
Suasana pagi di kantor setiap harinya hampir sama. Sunyi, masih belum terdengar suara adu jari dan mesin ketik, atau obrolan ringan hingga serius yang selalu menggema di seluruh ruangan. Hal itu kadang membosankan, tetapi, ini juga yang akan sangat dirindukan jika suatu saat memutuskan untuk hengkang dari kantor. Laras, salah satu karyawan yang datang lebih pagi dari lainnya. Hari ini Laras datang sendiri, bukan karena usaha Aidan untuk mengantarnya ke kantor. Aidan sempat menghilang semalam. Makanya pagi ini Laras memutuskan untuk pergi bekerja sendiri. “Kak Aidan kemana, ya?” ujar Laras ketika sudah menduduki kursi kerjanya. Ia membuka riwayat chat bersama Aidan. Belum juga ada kabar baru yang Laras terima. “Jangan-jangan sakit?” kata Laras tiba-tiba heboh sendiri.“Kamu kenapa, Ras?” Namira datang melihat juniornya itu sedang panik. Ia merasa heran namun juga khawatir sebab Laras sendirian di sana. “Eh Kak Namira sudah masuk kantor?” pertanyaan ini mengalihkan rasa penasaran Namir