Pukul 9 malam di sebuah Klub Malam yang ada di Kota L. Bill, sang Pemilik Klub tampak melangkah tergesa-gesa menuju ke sebuah ruangan Vip. Lima belas menit yang lalu, saat ia dalam perjalanan menuju Klub miliknya, tiba-tiba Anton menghubungi dirinya. Mengatakan pada Bill bahwa pria itu yang tidak pernah Bill harapkan kehadirannya, malam ini datang kembali ke Klub miliknya. Menyewa room privasi dan memesan beberapa botol whisky. "Apa yang terjadi pada bocah sialan itu," sungut Bill gemas. Padahal, sudah cukup lama Edward tidak pernah lagi datang ke Klubnya. Dan terakhir kali ia bertemu dengan keponakan bungsu sahabatnya itu adalah saat Rosalia masuk Rumah Sakit. Di depan ruangan yang ia tuju, Bill bertemu dengan Anton yang sedang menunggu dirinya. "Bagaimana keadaannya?" cecarnya pada pria itu. Anton menggelengkan kepalanya, "Sangat buruk, Mr. Bill! Kali ini Tuan Edward menghabiskan satu botol whisky hanya dalam waktu 30 menit saja. Sekarang dia bahkan telah membuka botol ketiga,"
"Mengapa dia harus pulang bersamaku?!" Lean meletakkan tangannya di atas punggung telapak tangan Anton, dan menahan gagang pintu room yang ingin dibuka oleh rekannya itu. Sembari menatap Anton dengan tatapan protes. Merasa sungkan, Anton dengan cepat menarik tangannya lalu menatap Lean dengan kedua alis menyatu di tengah. "Apa kau belum tahu?" tanyanya bingung, pada wanita itu yang kelak akan menikah dengan Bosnya. Setidaknya itulah yang ia ketahui dari James, bahwa Edward setuju atau tidak, Bosnya itu tetap harus menikahi Lean Marquise. "Apa yang tidak aku ketahui?" Lean menyipitkan matanya, mencoba membaca raut wajah Anton. Sialnya, ia tidak menemukan apapun di wajah itu selain raut bingung. Dan juga dekikan di bibir Anton. "Bahwa apartemen Tuan Edward berada di sebelah apartemenmu!" tukas Anton. Oh yeah, applause buat Tuan Besar Gail yang telah merencanakan hal ini sebelumnya dengan memaksanya agar membeli unit apartemen yang berada di sebelah apartemen cucu bungsunya untuk temp
Edward yang samar-samar mendengar ucapan Lean itu, diam-diam memperhatikan wanita itu. Wajah Lean tampak keberatan, seolah Bill telah meminta wanita itu untuk melakukan sesuatu yang tidak masuk akal. "Apa yang kau lakukan di sana, Bill? Kemarilah! Temani aku minum," tukasnya, demi membebaskan Lean dari keisengan seorang Bill. Bill memutar bola matanya, membalikkan tubuhnya, lalu melemparkan tatapan kesalnya ke arah Edward. Mendengus melihat tingkah Edward yang sama sekali tidak menghargai dirinya. "Hei, bocah sialan! Pulanglah!" usirnya, sembari melangkahkan kakinya ke arah Edward. Setibanya ia di hadapan keponakan bungsu sahabatnya itu, Bill langsung merebut gelas whisky di tangan Edward di saat Edward tengah menenggak minumannya dengan santai. Membuat Edward sontak mendongak menatapnya. Merasa kesal karena kesenangannya telah terganggu. "Kembalikan padaku!" Edward mencoba merebut kembali gelas whiskynya dari tangan Bill, tapi Bill dengan cepat mundur untuk menghindari tangan
"Lean, bisakah kau membantuku?" Anton keluar dari kamar Edward dengan jasnya yang sedikit tertekuk. Gurat-gurat lelah terukir di wajahnya, sebab sejak berhasil mengeluarkan Edward dari Klub Bill, ia sesekali masih harus memperhatikan tingkah Edward yang duduk di kursi penumpang bersama Lean dari kaca spion mobil. Takut jika Bosnya itu akan menyakiti Lean. Tapi, yang ia takutkan itu sama sekali tidak terjadi. Meski Edward tampak menatap tajam ke arah wanita itu selama hampir 30 menit, setelahnya— Bosnya itu langsung menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi dan tidur begitu saja hingga tiba di apartemennya. Kondisi Edward terlalu mabuk saat turun dari mobilnya, jadi ia terpaksa memapah Bosnya itu sampai ke unitnya bahkan hingga ke dalam kamarnya. "Membantu? Membantu apa?" Lean menatap Anton sambil mengerutkan keningnya. Saat ini ia berada di ruang tamu apartemen Edward, dan seperti ucapan Anton saat di Klub— apartemen Edward memang berada persis di sebelah apartemen yang ia tempati.
"Maaf, Tuan Edward. Aku Sekretaris Anda, bukan Istri Anda!" tegas Lean. "Hmm." Edward mengangkat bahunya, "Kupikir itu yang kau inginkan hingga kau bersedia untuk tinggal menemaniku," tambahnya acuh tak acuh. Namun di dalam hati, Edward justru tersenyum. Ia, mengagumi ketegasan yang Lean tampilkan di wajahnya. Ia kini bahkan mengerti mengapa ia bisa menghabiskan malam dengan wanita ini di Swiss. Semua yang terjadi di malam itu, sebenarnya ada sedikit ingatan yang masih tertinggal di dalam benak Edward. Ia ingat saat itu ia ingin pergi ke taman yang berada di samping ruangan pesta. Lalu, ia menemukan Rosi, bukan! Itu Lean, karena Lean lah yang telah menghabiskan malam bersamanya. Saat itu, ia melihat wanita ini sedang diganggu oleh dua orang pria. Hanya saja, pandangannya terlalu samar. Hingga ia justru menganggap Lean sebagai Rosi. Sepertinya, Lean telah dijebak oleh seseorang hingga bersikap agresif. Karena dari informasi yang ia dapatkan, seharusnya adik Eve ini adalah wanita
Keesokan paginya ... "Pukul 6.30? Gawat, aku sudah terlambat." Usai mematut dirinya di depan kaca, Lean menyambar tas kerjanya. Dan sambil merogoh ke dalam tas, mencari ponselnya untuk menghubungi supir Gail Mart, Lean yang telah tiba di depan pintu apartemennya membuka pintu tersebut dengan tangan yang telah menemukan ponselnya. "Tu-Tuan Edward? Asisten Anton?" Lean sontak dikejutkan oleh kehadiran Edward dan Anton saat pintu apartemennya telah terbuka. Entah sejak kapan rekan dan atasannya itu berada di depan pintu apartemennya. Namun saat ini, ia melihat salah satu tangan Anton tengah terangkat ke arah pintu seolah rekannya itu ingin mengetuk pintunya. "Ada apa ini?" selidik Lean sambil menyipitkan matanya pada Edward. Alih-alih menjawab, Edward justru melengos dan pergi begitu saja, "Baru kali ini aku menemukan seorang Sekretaris yang bangun lebih siang dari orang yang harus dilayaninya," sindirnya, seraya melangkahkan kakinya menuju lift. Di belakang Edward, Anton segera m
"Bagaimana ini?" di dalam ruangannya, sambil duduk di kursi kerjanya, Lean menggigit kukunya mengingat percakapannya dengan Edward beberapa saat yang lalu. Saat itu, Lean sempat memprotes permintaan Edward yang menginginkan dirinya. "Tuan Edward yang terhormat, aku hanya Sekretaris Anda. Dan jika Anda memang membutuhkan seorang wanita untuk melayani Anda, bukankah dengan tubuh dan wajah itu juga status keluarga Anda— maka tidak akan sulit bagi Anda untuk menemukan wanita itu?""Dengan tubuh dan wajahku?! Apa maksudmu, Lean Marquise?!""M-maksudku, tubuh Anda sangat sempurna, dan wajah itu ....""Benarkah? Lalu, jika aku menginginkan mu, apa kau juga tidak akan menolak tubuh dan wajah ini?""T-Tuan ....""Aku bertanya padamu, Lean Marquise!""Huft." Lean menghembuskan nafas kasar kala mengingat setiap kata yang dilontarkan oleh Edward dengan wajahnya yang arogan. Wajah angkuh yang rasanya ingin ia pukul dengan tinjunya. Namun, hal itu tentu saja hanya berani ia pikirkan di dalam ben
"Hari ini kerjamu cukup baik," puji Edward pada Lean di dalam sedan yang membawanya kembali ke Gail Mart. Sambil menyetir dengan hati-hati, Lean hanya tersenyum kaku mendengar pujian itu. Baiklah, ini hari kedua ia bekerja pada Edward Gail. Secara keseluruhan, ia sudah mulai memahami hampir sebagian besar tugas yang diberikan padanya. Mengurus laporan, merapikan agenda Edward, juga menambah beberapa janji baru ke dalam agenda atasannya itu. Di antara semua tugas itu, tugas membuat atau memeriksa laporan adalah yang paling ia minati. Dan tugas memenuhi permintaan Edward merupakan tugas yang paling ia benci. Contohnya, jadwal baru yang Edward ingin Lean tuliskan ke dalam agendanya hari ini. Oh, please! Jadwal itu benar-benar membuat ia pusing tujuh keliling. Memikirkan apa yang Edward inginkan dari dirinya. "Oh ya, untuk nanti malam, jangan lupa untuk membawa satu botol wine terbaik ke apartemenku. Dan satu lagi, jangan terlambat! Karena aku benci menunggu!" Lean mencebikkan bibir