Alangkah terkejutnya Starla saat mengetahui orang yang memeluknya itu adalah Radev. Sungguh, tidak pernah terlintas di pikirannya jika akan begini jadinya. Tadi Starla pikir ia dan Bjorka hanya akan pergi berdua.Starla memberontak, mencoba membebaskan diri dari pelukan Radev, namun lelaki itu malah membelenggunya semakin kuat hingga Starla tidak bisa bergerak.“Lepasin saya, Pak, jangan ngelakuin yang enggak-enggak,” ucap Starla kesal Ketika Radev tidak hanya memeluk tapi juga menciumnya.“Saya cuma mau nyium kamu, hanya itu,” balas Radev dengan ringannya tanpa peduli bagaimana dongkolnya Starla saat ini.Starla menyikut perut Radev dengan keras sehingga lelaki itu mengaduh dan melepaskan pelukannya dari Starla.Starla merasa ditipu. Kalau tahu ada Radev dipastikan ia tidak akan ikut dengan Bjorka.“Kok kayak gini sih, Ka?” protesnya pada Bjorka yang menyetir di depan.Bjorka melirik melalui spion tengah dengan menunjukkan perasaan bersalah. “Sorry, Starla, tanya Radev aja ya?”Starl
Radev termangu untuk sesaat setelah mendengar jawaban Starla. Kemudian lelaki itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. Ia tidak rela Starla menjalin hubungan dengan orang lain di saat perempuan itu berada di masa penantian.“Saya nggak setuju. Kamu dilarang menjalin hubungan dengan siapapun.”Starla mengernyit, kurang yakin pada apa yang didengarnya. “Gimana, Pak?”“Saya nggak setuju dengan ide kamu. Kamu dilarang menjalin hubungan dengan siapapun, kecuali saya!” Radev mengucapkannya dengan suara yang jauh lebih tegas.Starla ingin tertawa mendengarnya. Ada ya orang seegois ini?“Saya nggak nyangka ternyata Bapak sangat egois,” kecam Starla.“Terserah kamu mau sebut saya apa, tapi kamu dilarang keras berhubungan dengan siapapun. Kamu adalah milik saya!” tegas Radev mengklaim dengan posesif.Andai saja bisa Starla ingin mengata-ngatai Radev dengan kasar sekarang. Pria itu dengan seenaknya mengklaim Starla sebagai miliknya, sedangkan dirinya sendiri begitu leluasa berhubungan dengan pe
Radev pergi meninggalkan rumah orangtuanya dengan perasaan kecewa yang begitu dalam. Seharusnya ia menyadari sejak awal bahwa kedua orangtuanya adalah orangtua yang egois. Percuma bicara baik-baik dengan mereka karena keduanya tidak akan mengerti. Mereka tidak akan paham apa yang Radev rasakan. Kalaupun mereka tahu toh keduanya tidak akan peduli. Bagi mereka yang terpenting adalah uang, harta, bisnis, dan segala hal-hal duniawi lainnya.Mengendara dengan kecepatan kencang Radev tidak tahu akan pergi ke mana. Ia tidak ingin pulang ke apartemennya. Tidak ada apa pun di sana. Ia butuh distraksi yang bisa mengalihkan dari rasa sakitnya malam ini.Dan di sinilah Radev terdampar sekarang. Setelah mengemudi bagai kesetanan langkahnya berakhir di sebuah bar.Dua gelas whiskey sudah berpindah dari gelas ke dalam lambungnya. Tangannya yang berisi gelas kosong terulur pada bartender meminta tambahan berikutnya.“Cukup, Dev! Lo udah banyak minum dari tadi.” Seseorang menghalangi niat Radev sehing
Starla hanya bisa menyaksikan dengan tubuh beku pemandangan di hadapannya hingga berdetik-detik lamanya. Ia harap saat ini sedang bermimpi. Tapi adegan yang tersaji di hadapannya begitu nyata. Ini bukanlah ilusi atau khayalannya saja.Rasanya Starla ingin menampakkan diri di hadapan Radev agar lelaki itu tahu bahwa Starla menyaksikan segalanya. Agar lelaki tahu bahwa Starla tidak mudah dibodohi. Tapi sebelum pikiran itu berkembang lebih liar Starla mengingatkan diri bahwa ia bukanlah siapa-siapa.Dengan hati yang tidak lagi berbentuk Starla merapatkan pintu lalu membawa dirinya pergi dari sana. Baru tadi siang ia dan Radev membicarakan kelanjutan hubungan mereka. Baru beberapa jam yang lalu Radev mengatakan memilih Starla dan akan bicara dengan keluarganya untuk meninggalkan Ajeng. Tapi apa yang Starla saksikan dengan matanya barusan meruntuhkan segala kepercayaannya pada Radev, yang sekaligus membuktikan padanya bahwa lelaki itu tidak lebih dari seorang bajingan.Tahu akan begini Sta
Radev memutuskan berangkat ke pabrik dengan disupiri oleh supir pribadinya. Entah mengapa. Padahal pria itu biasanya selalu menyetir sendiri. Starla mencoba untuk berpikir positif, mungkin saja Radev sengaja membawa supir agar Starla memiliki teman bicara selagi lelaki itu bersama dengan tunangannya.Dan jadilah Starla duduk di depan bersama supir pribadi Radev. Sedangkan Radev duduk berdua dengan Ajeng di jok belakang.Ajeng bermanja-manja dengan Radev meski lelaki itu tidak meresponnya. Ia menyandarkan kepalanya ke pundak Radev, tidak peduli sudah berkali-kali Radev menepisnya dan meminta agar Ajeng duduk baik-baik. Alhasil Radev hanya bisa membiarkan pada akhirnya.Selama perjalanan berlangsung Starla sibuk menenangkan hatinya. Ia mengingatkan lagi posisinya bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa dan tidak boleh mencemburui apa yang dilakukan Radev dan Ajeng di belakang sana. Jangankan beradu bahu, lebih dari itu pun sudah pernah pasangan itu lakukan.Mereka tiba di pabrik sebelum jam
Starla sedang memasukkan barang-barangnya ke dalam tas setelah merapikan meja. Ia bersiap untuk pulang. Tidak ada lagi yang perlu dilakukannya. Radev juga tidak ada tanda-tanda akan menahannya bekerja sampai malam.Begitu akan memasukkan ponsel benda itu berbunyi. Ada nomor tak dikenal tertera di sana. Starla mengernyit. Entah telepon dari mana lagi ini.Karena tidak berhenti Starla memutuskan untuk menerimanya.“Halo.”“Selamat sore, dengan ibu Starla Sashenka?” Suara tegas di seberang sana menyapa Starla.“Sore, dengan saya sendiri.”“Ini dari Bank Berdikari, kami ingin mengingatkan bahwa cicilan hutang Ibu sudah menunggak selama tiga bulan. Kalau besok masih belum dibayar kami terpaksa menyita rumah Ibu.”Suara penuh penekanan itu membuat Starla terkejut. Bagaimana tidak. Starla selalu membayar cicilan utangnya setiap bulan. Walaupun tidak selalu tepat waktu tapi Starla pasti menunaikan kewajibannya itu.“Apa Bapak nggak salah orang? Saya bayar cicilannya tiap bulan kok, Pak, ibu s
Setelah beberapa menit menumpahkan air matanya di dada Gathan Starla melepaskan diri dari pelukan lelaki itu. Ia merasa malu sendiri setelahnya.“It’s okay, kamu nggak usah malu, menangis itu hal yang manusiawi,” ucap Gathan seakan mengerti sembari menyisipkan sejumput rambut yang menutupi sebagian wajah Starla ke belakang telinga.Justru sekarang Starla yang tidak mengerti kenapa Gathan yang jelas-jelas merupakan sepupu Ajeng begitu baik padanya, terlepas dari ucapannya yang blak-blakkan waktu itu.Starla masih sibuk mengemas air matanya ketika Gathan bergerak mengemudikan mobil. Ia tidak tahu lelaki itu akan membawanya ke mana. Tapi Starla yakin jika saat ini ia sudah bersama orang yang tepat.Mobil yang dikendarai Gathan memasuki sebuah komplek apartemen. Setelah memakirkan mobilnya dengan rapi lelaki itu mengajak Starla turun.“Turun sebentar yuk.”Starla mengedarkan mata ke sekeliling, mencari tahu keadaan di sekitarnya. Mungkin tidak ada salahnya ia mengikuti Gathan.Gathan memb
“Gue nggak percaya sama kata-kata lo. Starla nggak mungkin kayak gitu,” tukas Radev menyanggah semua perkataan Gathan.“Mau percaya atau nggak itu urusan lo, bukan urusan gue,” jawab Gathan ringan lalu menarik langkah keluar dari toilet.Radev ikut meninggalkan tempat itu. Ia akan menanyakannya langsung pada Starla.“Sudah?” tanya Starla saat Gathan Kembali ke meja mereka.Lelaki itu mengangguk dengan senyum tersungging di bibirnya. “Pulang yuk,” ajaknya karena makanan mereka sudah habis.Starla berdiri lalu berjalan di sebelah Gathan. Baru beberapa langkah meninggalkan pintu masuk suara seseorang yang begitu familier dengan Starla terdengar memanggilnya.“Starla!”Ditolehkannya kepala untuk mengetahui orang itu yang kini melangkah dengan cepat menghampirinya.“Pak Radev …” Starla bergumam.“Ikut sama saya!” Radev langsung menarik tangan Starla agar meninggalkan lelaki yang berada di sebelahnya.Starla menolak. Ia mencoba untuk melepaskan diri dari belenggu Radev, tapi cekalan pria it