Baru saja Daren memejamkan kedua pelupuk matanya, bayangan dan suara Anna seolah menghantui dirinya lagi.
"Aaaahhhh, tuan. Ku mohon jangan.." desah Anna malam itu yang terlihat sangat menggoda.Spontan Daren kembali terbangun, dengan seluruh keringat dingin yang membasahi seluruh tubuh kekarnya, dengan cepat dia mengambil segelas air putih yang ada di atas meja, lalu meminumnya dalam satu tegukan tanpa tersisa satu tetes pun."Ck, sialan. Kenapa bayangan itu muncul lagi," Daren menggerutu sembari menghela nafas kasar. Mengingat dia pertama kali tidur dengan seorang wanita, entah kenapa pemilik perusahaan terbesar dan ternama itu seolah merasakan sebuah sensasi yang berbeda dan getaran yang hebat dalam hatinya, bahkan perasaan yang aneh seolah muncul dalam hati setelah tak sengaja menyentuh dan menghabiskan malam bersama sekretaris barunya.Satu pesan masuk ke dalam ponsel, membuat Daren terkejut saat membaca pesan yang dikirimkan oleh asisten sekaligus supir kepercayaannya yang mengatakan jika memang benar di dalam botol anggur merah yang sudah ia minum malam kemarin, memang mengandung obat perangsang, yang telah sengaja dicampurkan."Brengsek! siapa yang berani berbuat hal sekotor itu," umpat Daren tak terima. Sembari menyalakan pemantik dan menghisap filter rokoknya untuk melampiaskan semua kekesalan dalam diri.Tak hanya para kolega bisnisnya, Daren bahkan menaruh sebuah kecurigaan terhadap Anna sebagai sekertaris. Membuat dia memiliki tingkat kewaspadaan yang sangat tinggi.Selain para kolega dan klien bisnisnya saja yang sering ingin menjebak dirinya agar reputasi sebagai seorang pemimpin perusahaan yang tengah naik daunnya hancur, membuat Daren juga sangat berhati-hati terhadap para wanita nakal yang selalu sengaja di tawarkan padanya setiap kali menghadiri sebuah pesta."Apakah wanita itu sengaja menjebakku untuk tidur dengannya?" Daren bertanya-tanya dalam hati, dengan penuh kecurigaan pada Anna.Ketika Anna masih bergeming meluapkan kesedihannya. Tiba-tiba saja dia mendapatkan satu panggilan telepon dari pihak rumah sakit yang mengabarkan jika saat ini kondisi sang ibu tengah kritis, membuat wanita berambut panjang dan berparas cantik itu sejenak menjeda tangisnya dengan perasaan yang sangat panik dan cemas."Ibu!"Anna yang tidak ingin terjadi apa-apa pada ibunya, dengan cepatnya ia segera mencari taksi untuk menuju ke arah rumah sakit.Setelah memasuki taksi, di sepanjang jalan Anna terlihat sangat gelisah. Mengingat kondisi ibunya yang akhir-akhir ini semakin memburuk membuat Anna semakin sedih.Satu jam berlalu, setelah sampai di rumah sakit, Anna segera turun dari taksi dan segera bergegas menghampiri meja resepsionis. Kedua suster yang bertugas di sana segera menyambut dan mencecarnya dengan beberapa pertanyaan."Nona, apa ada yang bisa kami bantu?" Tanya kedua wanita berseragam serba putih.Dengan nafas yang terengah-engah Anna mulai menjawab pertanyaan kedua suster itu."Aku ingin menemui ibu, sekarang katakan bagaimana kondisi ibuku? lalu dipindahkan ke mana ruang rawatnya?" tanya Anna, lalu mencecar beberapa pertanyaan kepada para tenaga medis di sana.Kedua suster itu saling menatap, dan meminta nama ibu Anna untuk di cek di daftar buku pasien. Dengan antusias Anna mulai mengatakan nama sang ibu yang sangat dia sayangi."Ternyata nama ibu nona, adalah nyonya Ratih. Kebetulan Dokter berpesan agar anda segera datang ke ruangannya, karena ada beberapa hal yang ingin dibicarakan dengan serius, dan ruangan Dokter Richard ada di sebelah kanan," ujar salah satu suster memberitahukan.Anna terdiam, setelah ia mendengar perkataan sang suster dengan cepatnya dia berjalan menyusuri lobi dengan langkah berat, sampai akhirnya Anna sampai di ruangan yang di tuju.Pria berjas putih itu pun mempersilahkan Anna untuk duduk, setelah keduanya duduk saling berhadapan tanpa membuang waktu lagi sang Dokter mulai menjelaskan beberapa hal yang sangat penting.Satu jam berlalu..Setelah keluar dari ruangan Dokter, Anna berjalan dengan langkah yang terhuyung dan masih terkejut setelah mendengar penjelasan tentang hasil medis ibu yang sangat dia sayangi."Kondisi pasien semakin melemah, dan diharuskan untuk melakukan operasi pencakokan jantung jika tidak maka kondisinya akan lebih membahayakan nyawanyai," Anna masih mengingat jelas dengan semua perkataan sang Dokter.Gadis cantik itu terlihat sangat kebingungan, mengingat dirinya yang saat ini sedang memiliki kesulitan uang, terlebih uang yang sedang dia butuhkan saat ini bukan jumlah yang sedikit."500 juta? dari mana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu," lirih Anna seketika terduduk lemas di kursi tunggu, sesekali ia melirik ke arah jendela.Melihat ibunya terbaring lemah di atas brankar, membuat Anna tak tega dan bingung harus mencari pertolongan pada siapa. Karena semua aset berharga di rumahnya telah habis untuk berobat ibunya setelah menderita penyakit seriusnya yang sudah cukup lama.Ketika Anna sedang diselimuti kebimbangan dalam hatinya, sekilas bayangan tadi pagi masih terlintas jelas."Kau boleh menulis berapa nominal yang kau inginkan, anggap saja itu kompensasi dariku," kata-kata bosnya masih terngiang di kedua telinga Anna.Bahkan Anna mulai berpikir apakah dia harus mengambil sebuah tawaran yang tadi sempat di berikan padanya."Apakah aku harus mengambil cek itu untuk biaya operasi ibu? Tapi jika aku mengambilnya aku sama saja dengan menjual diri, dan tuan Daren malah akan berpikir lebih buruk tentangku," Anna dilema bahkan dia juga berperang batin. Tapi mengingat kondisi dirinya yang saat ini tengah terjepit dan tidak punya pilihan lain lagi selain terpaksa harus mengambil tawaran itu.Anna meghela nafas kasarnya, dengan hati yang berat, dia sudah memutuskan untuk menemui atasannya."Demi ibu, aku tidak punya pilihan lain lagi," gumam Anna seraya mengepalkan kedua tangannya. Karena tidak mau jika sampai kehilangan orang satu-satunya ia punya dan yang sangat ia sayangi.Tapi sebelum pergi ke kantor, Anna memutuskan untuk pulang ke rumah lebih dulu. Untuk membuat sebuah surat pengunduran diri lebih dulu."Anna! kamu pasti bisa," Anna memejamkan kedua pelupuk matanya sejenak, lalu menarik nafas. Dan segera bersiap untuk menemui laki-laki yang sebenarnya sudah tidak ingin dia lihat lagi dalam hidupnya.Daren terlihat sangat gelisah, saat dia masih dalam perjalanan mengejar Anna. bahkan beberapa kali lelaki itu terlihat terus menekan asistennya untuk mempercepat laju kecepatan mobilnya. "Cepat jalannya, apakah kamu tidak bisa menyetir!" bentak Daren dengan nada meninggi dan terlihat sangat gelisah. "Baik tuan, ini sudah sangat cepat," sahut sang asisten. Yang masih fokus melakukan tugasnya. Daren benar-benar terlihat cemas dan panik, berharap Anna tidak pergi sebelum dia datang. Tak hanya bisa menunggu sampai ke tempat tujuan, Daren meraih ponsel miliknya lalu berusaha untuk menghubungi wanita yang sangat dia cintai. Drrrt..drtt Panggilan telepon terus berbunyi, namun nihil tidak ada jawaban dari Anna, walaupun hanya sekedar pesan balasan. Membuat Daren semakin tak sabar dan lebih naik pitam. "Aakkkh, sial kenapa dia tidak mengangkat teleponku jangan bilang Anna benat-benar sudah pergi," Daren meracau dalam hati, perasaannya sama sekali tidak tenang. Lalu menekan kembali
Setelah Renata masih di ruangan UGD, semua orang terlihat sangat cemas dan panik. Setelah melihat insiden yang terjadi tadi. Tapi Nyonya Hanum yang masih belum mengerti dengan semua ucapan pelayan pribadinya. Membuat ia kembali memastikan apa maksud perkataanya tadi. "Bi Laksmi katakan padaku, maksud Bibi tadi apa mengatakan jika Renata adalah putrimu?" Nyonya Hanum menatap penuh selidik. Laksmi tertunduk malu, tapi setelah melihat putrinya yang saat ini sedang terpojok membuat ia tidak bisa lagi menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya. "Nyonya benar, Renata adalah putriku yang sengaja aku bawa untuk nyonya rawat agar hidupnya bahagia, tapi yang aku liat malah sebaliknya," sesal Laksmi. "Astaga Bi, kenapa bibi sangat tega membiarkan Renata di panti asuhan saat itu? sekarang lihatlah Renata malah semakin susah untuk di atur karena obsesinya yang terlalu tinggi," Nyonya Hanum tak habis pikir. Mendengar perkataan mereka, tuan dan nyonya Wijaya segera menghampiri lalu menega
Daren dan kedua orang tuanya melirik ke arah sumber suara yang berada tepat di samping mereka, ibu Hanum dan bibi Laksmi merasa tak tega ketika melihat Renata yang berlutut memohon di bawah sana. "Nyonya Hanum, kebetulan anda kemari kami ingin membicarakan tentang putrimu yang sudah membuat kami malu dengan skandalnya." Hardik tuan Wijaya memberitahukan dengan nada tinggi. Nyonya Hanum dan bi Laksmi segera menghampiri dan berusaha untuk membantu Renata untuk bangun. "Renata bangunlah kamu nak," bujuk nyonya Hanum. Renata menggelengkan kepala, rasanya dia tidak ingin beranjak sebelum kedua mertuanya memberikan ampun padanya. "Nggak Bu, aku tidak mau, biarkan aku memohon pada mas Daren dan kedua orang tuanya," ucap Renata dalam tangisnya. Daren tersenyum getir, saat melihat dan mendengar kata-kata maaf dari Renata yang begitu enteng, seolah perbuatannya itu adalah hal kecil yang mudah untuk di maafkan. "Tidak! aku tidak sudi memaafkan wanita murahan sepertimu Renata mulai ma
"Aaakh tidak! kenapa semuanya jadi kacau seperti ini? dan kau tuan Andre! lihat ini semuanya gara-gara kamu," teriak Renata setengah frustasi sembari menjambak rambutnya. "Aku tidak tahu akan seperti ini Renata, jadi tenanglah. Kau bisa menjadi wanita ku untuk selamanya," bujuk Andrew menghampiri. Renata menepis kasar tangan pria itu, tak ingin kehilangan Daren. Ia segera memakai gaunnya kembali, lalu berusaha untuk mengejar dengan langkah yang tertatih-tatih. "Renata! tunggu!" panggil Andrew, yang masih di kerumuni oleh beberapa karyawan yang masih membidik kamera ke arahnya. Renata tidak menggubris panggilan Andrew. Baru saja keluar dari hotel, Kiki yang sudah lama menunggunya dari mobil segera menghampiri dan memanggil Renata. "Nyonya Renata! naiklah!" "Kiki, kau ternyata di sini?" Renata tak membuang waktu lagi, dengan cepat masuk ke dalam mobil dan meminta asistennya untuk mengejar Daren. Dengan patuh, Kiki melakukan sesuai perintah walaupun terpaksa harus mengebut.
Nyonya Wijaya benar-benar kecewa, sampai dia terduduk lemas di sofa dengan kepala yang sudah sangat sakit dan pusing. Karena bagaimana bisa menantu yang selalu dia idamkan malah ternyata hanya seorang wanita murahan yang sering bergonta-ganti seorang pria. "Renata! benar-benar kamu mengecewakan keluarga ini," Nyonya Wijaya sangat kesal, dengan berita yang mengegerkan hati ini membuat wajah keluarga Wijaya hilang di depan semua orang. "Tidak! Meskipun pernikahan Daren dan Renata sudah di sepakati oleh mas Wijaya, aku tetap tidak setuju dengan masalah ini," Nyonya Wijaya tak tahan lagi dengan berita yang tersebar. Ia segera menghubungi Daren dan juga suaminya tak lupa juga dengan Renata. Beberapa kali wanita paruh baya itu , terus menghubungi putra dan suaminya untuk membicarakan hal ini. Sementara Kiki asisten dari Renata sangat kaget ketika melihat skandal model yang ada dalam naungannya. "Astaga! gawat, bagaimana foto dan video nyonya Renata dan tuan Andrew bisa tersebar s
Kedua tangan Anna terkepal, netra coklatnya berkaca-kaca saat mendengar perkataan nyonya Wijaya. Yang begitu memandang rendah dirinya. Setelah berpikir dengan waktu yang cukup lama, Anna menarik nafas lalu dengan tegas kembali menolak tawaran uang dari wanita kaya itu. "Nyonya tidak usah repot-repot memberikan saya uang, jika itu keinginan anda maka aku akan melakukannya," Lirih Anna menangis. "Baguslah, kamu memang seharusnya tahu diri perbedaan kamu dan Daren sangatlah jauh berbeda, ambil saja cek itu tidak usah terlalu munafik!" ledek wanita paruh baya itu sembari memutar kedua mata malasnya. Lalu pergi begitu saja dengan sikap angkuh dan sombong. Bu Ratih yang tak sengaja mendengar obrolan mereka, membuat dia sangat kesal dan marah saat putri yang sangat sayangi di perlakukan rendah oleh orang lain. Dengan amarah yang menguasai dirinya, Bu Ratih memungut cek yang di berikan oleh nyonya Wijaya yang tergeletak di bawah lantai. "Tunggu!" panggil Bu Ratih. Langkah