Bab 37.1 Luapan Emosi
“Aku enggak tahu ….”
Jefry melongo. Enggak ada angin, enggak ada hujan, Kennan tiba-tiba berucap yang tidak ia mengerti. Dia dan Kennan sedang di kantor. Seperti biasa. Memang apa lagi yang diharapkan. Berjemur di tepi pantai lalu bermain pasir dan ombak bersama beberapa perempuan.
Jangan harap.
Kennan bukan tipikal seperti itu. Dan meski Jefry begitu ingin berleha-leha, dia juga masih sayang perkerjaannya. Nanti ditendang keluar kantor oleh Kennan, ‘kan enggak lucu.
Jefry masih menatap Kennan, lelaki itu tengah melepas kacamata bacanya dengan gerakan luar biasa pelan.
“Aku enggak tahu, jika Yuna bisa mendominasi kehidupanku.” Kennan bersuara. Melanjutkan kalimat awalnya yang sengaja menggantung.
Jefry tidak terkejut. Yang terjadi pada Kennan, sudah ia perkirakan sejak Kennan memba
Bab 38. Rindu MenggebuPulang dengan wajah penuh lebam dan sisa-sisa tenaga. Kennan tersenyum tipis, mendapati Yuna tengah duduk bersama ibunya di gazebo.Ah, dengan ayahnya juga.Mereka bertiga tampak akrab, terbukti dengan tawa yang terdengar hangat. Membuat Kennan iri setengah mati, karena tidak diberi izin oleh Yuna untuk berdekatan.Tadi, Kennan sempat berpikiran untuk langsung masuk kamar saja dan tidur, membiarkan lebamnya menjadi kebiruan. Namun urung, ketika ide cemerlang menyambangi. Dia bisa mendekati Yuna, memanfaatkan keberadaan ayah dan ibunya. Tidak mungkin ‘kan, Yuna menatapnya dengan tatapan sengit yang akhir-akhir ini selalu menyambutnya.Masih beberapa langkah sebelum mencapai gazebo, Kennan tersentak karena jeritan ibunya.“Ya Tuhan! Kennan!”Kennan meringis. Berdiri rapuh dengan dua tangan Nana merangkum wajahnya. Mungkin sedang meneliti, t
Bab 37.2 Luapan Emosi“Ken.”Kennan tersentak. Mengerjapkan mata dan menatap Wilona bingung. Dia kemudian melirik Jefry yang hanya mengedikkan bahu. Sama tak tahunya.“Kamu sulit sekali ditemui.” Wilona menarik salah satu kursi di dekat Kennan. Tidak menyadari jika seorang laki-laki lain, jelas keberatan.“Memangnya, Kennan itu siapanya kamu, yang harus selalu stay?” Jefry mencibir. Menyuap sesendok penuh makan siangnya dan mengunyah kasar. Tatapan sinisnya ia lemparkan tepat pada perempuan yang mengganggu acara sendu Kennan.Wilona tidak peduli. Dia hanya melirik sesaat pada Jefry sebelum kembali menatap Kennan. Kali ini, jemarinya terulur menggenggam tangan Kennan yang terkulai.“Pernikahanku gagal. Aku dipermainkan. Dan sekarang kamu tampak menjaga jarak denganku. Aku butuh kamu, Ken.&
Bab 37.1 Luapan Emosi“Aku enggak tahu ….”Jefry melongo. Enggak ada angin, enggak ada hujan, Kennan tiba-tiba berucap yang tidak ia mengerti. Dia dan Kennan sedang di kantor. Seperti biasa. Memang apa lagi yang diharapkan. Berjemur di tepi pantai lalu bermain pasir dan ombak bersama beberapa perempuan.Jangan harap.Kennan bukan tipikal seperti itu. Dan meski Jefry begitu ingin berleha-leha, dia juga masih sayang perkerjaannya. Nanti ditendang keluar kantor oleh Kennan, ‘kan enggak lucu.Jefry masih menatap Kennan, lelaki itu tengah melepas kacamata bacanya dengan gerakan luar biasa pelan.“Aku enggak tahu, jika Yuna bisa mendominasi kehidupanku.” Kennan bersuara. Melanjutkan kalimat awalnya yang sengaja menggantung.Jefry tidak terkejut. Yang terjadi pada Kennan, sudah ia perkirakan sejak Kennan memba
Bab 36. PenolakanKennan kehilangan waktu untuk istirahat. Dia pulang ke rumah tengah malam, ketika semua penghuni rumahnya tengah terlelap.Selepas makan siang tadi, Kennan kembali menghadiri rapat bulanan perusahaan. Menghalangi niatannya untuk pulang lebih awal. Dan tidak beruntungnya, rapat itu berlangsung lebih dari dua jam. Dilanjut dengan pertemuan-pertemuan bisnis dengan beberapa klien.Kennan menghela napas, melonggarkan ikatan dasi di lehernya yang terasa mencekik. Dia tidak makan, tidak juga istrirahat. Hal penting itu menjadi sampingan yang tidak Kennan pedulikan.Ah, dia tidak tahu, harus lebih bersyukur atas tumpukan pekerjaannya atau tidak.Melangkahkan kaki memasuki rumah, Kennan disambut dengan keheningan. Tadi, yang membuka gerbang Pak Budi dan sekarang entah ke mana orang itu. Mungkin, menutup garasi.Lampu-lampu di dalam rumah sudah dipadamkan. Menyisakan l
Bab 35. KonspirasiKennan tengah melakukan rapat dengan beberapa petinggi perusahaan. Kembali membahas penggelapan uang yang nahasnya terjadi ketika ia pergi ke Jepang. Dia berhasil memenangkan salah satu proyek di Jepang, dan menyelesaikan masalah pekerjaan di sana. Namun perusahaannya di Indonesia justru kecolongan. Sebenarnya, Kennan sudah mencurigai satu orang yang sejak awal tampak menunjukkan gerak-gerik aneh.Tidak Kennan perkirakan, orang itu bergerak lebih cepat. Pintar mencari kesempatan, padahal Kennan hanya pergi beberapa hari.Menutup rapatnya, Kennan menyuruh semua orang keluar ruangan. Meninggalkan dia dengan kepala pening bukan kepalang. Segalanya harus ia tangani sendiri.Ayahnya sedang dalam kondisi kurang fit, yang memaksa Kennan menggunakan hatinya. Dan meminta ayahnya untuk istirahat dengan cukup di rumah.Ada banyak masalah yang tiba-tiba muncul di permukaan, padahal sej
Bab 34. Sebuah FaktaHari ini adalah hari kepulangan Kennan. Kabar yang membuat dada Yuna membuncah bahagia. Dia teramat merindukan lelaki itu.“Mbak Mini, aku saja yang membereskan kamar Tuan.” Yuna menawarkan, mengerling pada Mini yang sibuk menata makan siang di atas meja.Menurut jadwal, Kennan akan tiba malam hari. Tidak sampai tengah malam juga, mungkin sekitar pukul delapan atau sembilan.Mini tersenyum. “Sudah saya bereskan tadi pagi.”Yuna mencebikkan bibir. “Kok enggak bilang.”Pada dasarnya, Yuna hanya ingin masuk ke kamar Kennan. Demi membunuh rindu yang teramat menyiksa.“Nona bisa kok, kapan saja masuk. Mengobati rindu,” goda Mini dengan senyuman geli yang tampak jelas.Yuna mendelik. Menolehkan kepala ke kanan dan kiri, khawatir jika ada yang mendengar. “Huss ... aku niat beresin. Bukan seperti itu,&rdqu