Share

Mencari pekerjaan

“Sudah dua hari aku di sini, untung saja waktu itu aku tidak ketahuan olwh mereka.”. Gumamnya sambil mengingat kejadian waktu itu. Saat sedang asyik merenung Aku dikagetkan dengan kedatangan si Mbah. “kenapa melamun? Kamu tidak betah tinggal di sini dengan mbahmu.

“bukan mbah, aku lagi senang aja, di sini pemandangannya enak. Banyak sawah.”. Di kota ini aku tinggal dengan Mbahku, sejak kecil aku terbiasa memanggilnya mbah. Sebelum aku datang, si mbah hanya tinggal sendiri di rumah ini. Kakekku sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, anak-anak mbah pun semuanya merantau. Jadilah si mbah tinggal sendiri di rumah. Sejak kedatanganku, aku melihat senyum merekah yang terpancar indah dari wajah keriput si mbah.

“oh. Yasudah, Mbah malah senang kalau kamu mau tinggal lebih lama di sini. Mbah jadi ada temannya.”. Aku pun tersenyum mendengar ucapan dari Mbah. “makan dulu sana, mbah sudah buatkan makanan.”.

“Nanti aja mbah belum lapar.”

“makan dulu. Jangan ditunda-tunda, nanti kamu lapar.”. aku pun mengiyakannya. Selesai makan, aku melihat si mbah sedang mengambil arit dan topi capingnya. Si mbah bersiap berangkat ke sawah.

“ mbah berangkat dulu, kamu kalau mau jalan-jalan jangan lupa tutup pintu.”. akupun mengangguk.

Akupun segera mengambil telepon genggamku. “Ah, sial. Tidak mau menyala lagi.”. “mulai lagi deh, eror.”. lantas aku banting telepon genggamku ke arah tempat tidur. “padahal lagi ada hal penting, tapi malah tidak nyala.”. gumamku. Karena kesal, aku lantas pergi ke beranda. Aku duduk-duduk disana, sambil merencanakan hal selanjutnya yang akan dilakukan. "Aku harus mendapatkan pekerjaan.". Pikirnya.

 Matari sudah sepenggalah tingginya. Aku segera berjalan-jalan sambil pergi mencari-cari pekerjaan. Sudah beberapa panggilan pekerjaan yang aku sambangi, namun belum ada yang menerima. Dengan wajah yang sudah peluh akan keringat, karena teriknya matari siang itu. Kemudian aku mampir ke rumah makan yang berada di dekat mini market untuk mengisi perut yang sudah keroncongan karena sejak tadi siang. Lantas aku memesan makan dengan segera. "nasi setengah, sayur nangka, sama telor dadar.". Ucapku kepada penjual itu. Dengan aku yang makan sendiri di sudut rumah makan itu. Aku merasa beberapa pasang mata memperhatikan aku dengan tatapan seperti ingin menerkamku. Tapi karena lapar aku menghiraukan mereka. Sedang asyik makan aku mendengar beberapa orang disebelah mejaku menyindir entah siapa dengan wajah yang cukup menjengkelkan. “Bau apa ini, sepertinya seseorang telah menginjak tahi kucing. Baunya sangat menyengat.”. Sesaat kemudian beberapa orang celangak-celinguk mencari siapa orang yang baru saja menginjak tahi kucing tersebut. Tanpa sadar akupun melihat kearah sepatuku. “Untung saja bukan aku yang menginjak tahi tersebut.”. Beberapa detik kemudian tersangka yang menginjak tahi kucing tersebut terungkap. Lantas beberapa dari mereka mengejek orang itu. Terlihat dari wajah orang itu yang memerah menahan malu. Wajah lelaki tersebut terlihat cukup tua dengan banyak kerutan tampak di wajahnya. Lelaki tua itu pun gusar karena banyak orang-orang di rumah makan yang mengejeknya. Kemudian lelaki tua itupun pergi dengan wajah kesal. Namun baru saja saat lelaki tua itu ingin melangkah keluar, sudah ada pemilik rumah makan yang menghadang di depannya. "mau kemana, bayar dulu makananmu.". Sergahnya. Lelaki tua itu tertunduk lesu sambil berucap "aku tidak memiliki uang, aku habis kecopetan.". Balasnya. "dasar lelaki tua bau, sudah makan tidak mau bayar.". Ucap pemilik rumah makan. Karena ketegangan yang mulai meningkat, juga cemoohan dari beberapa orang yang makan di rumah makan tersebut. Benar-benar membuat wajah lelaki tua itu kecut. "biar aku saja yang membayarnya, sekalian dengan yang ada di mejaku.". Ucap seorang pria muda yang tampak misterius. Setelah melihat lelaki tua itu pergi, apa yang ada di dalam pikiran lelaki tua jelas-jelas sangat ruwet. Sebab betapa tidak hancur hati lelaki tua itu ketika orang-orang yang berada di rumah makan tadi mencemooh dengan mengatakan bahwa lelaki tua itu bau. Mengingat akan hal itu jelas-jelas telah membuat lelaki tua gusar. Lelaki tua itu pun berpikir bagaimana caranya membalas apa yang sudah di perbuat oleh orang-orang di rumah makan tersebut.

***

Aku melihat dari kejauhan bahwa lelaki tua itu terlihat masam. "apa yang harus kulakukan.". Pikirnya. Namun beberapa saat kemudian sebuah ide terlintas di pikirannya. "ya, aku harus menemuinya.". Gumamku. Segera setelah membayar makanan yg telah kupesan tadi. Aku bergegas menghampiri lelaki tua tersebut. Mungkin kalau dia mau kuajak bicara lelaki tua itu akan menceritakan masalah yang telah lelaki tua itu hadapi. Sesampainya aku di dekat pria tersebut, dengan keadaan yang terengah-engah aku memberinya salam. "selamat sore kek.". Namun rupa-rupanya aku mendapatkan balasan yang tak terduga "mau apa kamu?. Apa kamu mau mencemoohku juga?.". Bentaknya. "Maaf kek, jangan salah sangka, aku hanya ingin menghibur kakek.". Ucapku. "tak perlu. Aku tahu kamu salah seorang yang tadi ada di dalam rumah makan itu bukan?.". Bentaknya lagi. " tapi kan aku tidak ikut mencemooh kakek. Lagi pula aku kesini karena mengkhawatirkan kakek.". Sambungku. Lantas setelah itu amarah Kakek tua itu pun mereda. "Maaf ya nona muda, Kakek tadi cukup kesal karena kakek tidak terbiasa mendapatkan cemoohan seperti itu.". Ucap kakek tua dengan nada lembut. Mendengar ucapannya itu, akupun diam seketika tak tahu harus mengatakan apa-apa. Aku pun memasang wajah linglung. Menyadari apa yang terjadi, kakek tua itupun melanjutkan ceritanya lagi sambil kami berjalan. "tadi kakek kecopetan dijalan, saat ingin mengunjungi anak kakek yang sedang bekerja. Karena dompet dan telepon genggam kakek diambil pencuri, kakek berusaha untuk mengejar pencuri tersebut. Tapi tenaga kakek sudah tidak sekuat dulu. Akhirnya kakek merelakan dompet dan telepon genggam kakek dibawa oleh pencuri tersebut.". Gerutunya, dengan nada getir. "kenapa kakek tidak meminta bantuan kepada orang-orang yangvada di sekitar kek.". Ucapku. "tidak akan ada yang mau menolong kakek.". Ucapnya pasrah. Akupun terheran-heran mendengar ucapan dari kakek tua itu.

Lama kami mengobrol, tak terasa kami sudah berada di persimpangan jalan dekat toko roti. Kemudian kami pun  berpisah. Tapi sebelum berpamitan, kakek tua itu bertanya kepadaku. "apa tujuanmu nona muda, berjalan-jalan di tempat yang rawan seperti ini?.". Setelah aku menjelaskan maksud dan tujuanku, kakek tua itupun mengangguk paham. Lalu, kakek tua itu menyuruhku untuk datang besok ke tempat kerja anaknya. Agar aku bisa melamar pekerjaan disana. Akupun mengangguk setuju setelah kakek tua itu memberikan alamat tempat kerja anaknya. Setelah itu akupun berpamitan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status