Share

Kelahiran Kembali Sang Tuan Muda
Kelahiran Kembali Sang Tuan Muda
Penulis: Tompealla Kriweall

Bab 1. Misi Terakhir

Ryan melangkah perlahan di atas atap gedung pencakar langit yang kosong. Dia adalah seorang pembunuh bayaran dengan pengalaman bertahun-tahun dalam setiap tugas yang diembannya. Kali ini, misinya adalah membunuh seorang target penting. Tugas ini terlihat mudah bagi Ryan, namun dia tidak pernah mengambil risiko kecil.

"Dengan berakhirnya misi ini, maka aku bisa pensiun dan menikmati hidup. Aku sudah mempersiapkan deposito sebanyak 4 Triliun dollar, hasil dari membunuh selama 40 tahun terakhir." Ryan bergumam sambil mengendap-endap.

Seketika, Ryan terhenti ketika seseorang menyambutnya di ujung atap. "Hmmm, sepertinya aku memiliki tamu di sini," kata target-nya dengan tersenyum miring.

Ryan siap menyerang. Tetapi tiba-tiba, dia merasa terlalu familliar dengan wajah target-nya, padahal dia tidak pernah bertemu target sebelumnya.

"Jangan-jangan ini...," gumam Ryan dalam hati.

"Betul, Ryan! Kamu mencurigakan dari awal dan kau tahu itu, bukan?" tanya target.

"Sial!" umpat Ryan.

Ryan secara refleks mengambil pistolnya dan melepaskan sejumlah peluru ke arah target yang menyebabkan terjadinya pertarungan sengit.

"Ini tidak masuk akal," pikir Ryan saat ia berusaha bertahan dari serangan targetnya.

Tanpa diduga, dibalik setiap serangan kuat yang dihadapinya, Ryan dapat melihat amarah dalam mata temannya. Akhirnya setelah beberapa saat, Ryan berhasil membunuh targetnya dan merasa lega. Namun, dia menyadari terlambat bahwa itu adalah jebakan karena begitu Ryan berbalik, dia melihat sejumlah bom waktu terpasang disekitar gedung itu.

Ryan berusaha keluar dari gedung itu secepat mungkin. Tetapi terlambat, tanpa ampun, ledakan besar menerangi langit kota dan gedung tersebut hancur menjadi ribuan puing-puing.

Pria yang berkeinginan pensiun itu tidak pernah bisa keluar dari gedung dan perlahan ia meninggal. Meskipun ia tidak pernah menyangka akan terjebak dalam rencana busuk bos-nya yang mengumpankan temannya sekaligus targetnya.

"Semua berjalan sesuai rencana," gumam seseorang di seberang gedung - dengan wajah puas.

Dengan mengunakan teropong, seseorang itu melihat semua kejadian yang terjadi pada Ryan dan targetnya.

***

"Di, di mana a-ku?" bisik Ryan dengan suara yang rapuh, matanya bergerak mencari petunjuk dalam ruangan yang asing baginya.

"Bukanlah aku sudah, mati?" tanyanya lagi.

Ryan, terbangun dalam kebingungan yang mendalam. Suaranya serak saat mencoba berbicara, mencari pemahaman tentang situasi yang membingungkan ini.

Saat pandangannya fokus, ia menyadari sekelilingnya dipenuhi oleh keheningan rumah sakit. Suasana dingin dan putih, kontras dengan kekacauan yang ada dalam pikiran dan ingatan sebelumnya.

Seorang perawat masuk ke dalam ruangan, melihat Ryan dengan senyum yang hangat dengan langkah pasti mendekatinya.

"Oh, Anda sadar. Bagaimana perasaan Anda, Tuan Muda?" tanya perawat tersebut - masih dengan tersenyum.

"T-tuan?" gumam Ryan, mencoba memahami situasi yang semakin membingungkan.

"Anda telah terluka parah, saat terjatuh di kamar mandi. Itu kata istri Anda," jelas perawat itu, membantu Ryan untuk mengetahui situasinya.

Namun, saat perawat berusaha menjelaskan kondisinya lebih banyak, Ryan justru merasakan kebuntuan dalam pikiran. Semua itu benar-benar asing baginya, dan tak ada memori yang bisa diambil sebagai gambarannya.

Tiba-tiba, beberapa orang berdatangan masuk ke ruang perawatan. Ryan merasakan pandangan tajam dan sindiran yang terarah padanya.

"Siapa mereka? Kenapa ke sini?" lirih Ryan memperhatikan.

"Sudah sadar, kau?" tanya seorang wanita paruh baya, yang terlihat menor dengan dandanannya.

"Ma, biarkan dulu. Dia baru saja sadar," ucap wanita yang lebih muda dengan tatapan sinis.

Ryan menyimak tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Ia masih 'mencerna' situasi yang terjadi pada dirinya.

Lalu, tubuh siapa yang saat ini ia tempati sekarang? Kenapa perawat tadi memangilnya dengan sebutan, Tuan Muda? Tapi, kenapa sikap yang ditunjukkan oleh dua wanita beda usia itu tidak seperti keluarga?

Semua pertanyaan itu memenuhi otak dan hati Ryan, yang masih kebingungan dengan keadaannya yang sekarang.

"Seharusnya, dia mati saja, kak. Biar semuanya aman, dan kita bisa menikmati warisan tanpa harus merawatnya!" Tiba-tiba pria muda - yang kemungkinan adalah adik wanita muda tersebut berkata sarkas.

Dalam hati Ryan, pertanyaan dan kebingungannya semakin bertambah. Ia tidak pernah menikah, meskipun sering 'bermain' dengan wanita. Ia tidak punya keluarga, dan hidup seorang diri sebagai pembunuh bayaran.

"Siapa kalian? Aku tidak mengenal kalian semua." Akhirnya Ryan mengajukan pertanyaan.

"Hai, bodoh! Kau lupa, atau memang kau sudah gila?" bentak wanita setengah baya tersebut.

"Mungkin otaknya geser," sinis pria muda itu.

Wanita yang lebih muda, hanya menggeleng dengan tersenyum kecut. Tapi ia mengibaskan tangannya - memberikan isyarat, meminta pada perawat yang tadi untuk pergi meninggalkan ruangan.

Setelah perawat tadi pergi dengan wajah tegang, wanita muda itu maju lebih dekat dengan tersenyum miring.

"Aku tau kau hanya pura-pura lupa, Tuan muda Ryanoir. Tapi ingatlah, berkas warisan belum kau tanda tangani. Jadi, sudah seharusnya kau bertahan untuk hidup terlebih dahulu."

"Apa maksudmu? Aku tidak punya keluarga!" tegas Ryan dengan tatapan tajam.

Plak!

"Dasar tidak berguna!" Wanita paruh baya menampar wajah Ryan dengan memaki.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status