Share

Bab 8. Kenshin dan Diaz

Arashi yang gelisah menunggu Karen akhirnya bisa bernafas lega saat melihat adiknya itu berjalan ke arahnya.

Senyum pria itu terkembang, membuat Karen melebur semua emosinya.

“Bagaimana?” tanya Arashi.

“Buruk! Aku benci berbicara dengannya.”

“Mau makan makanan manis?” 

Karen mengangguk. Arashi selalu tahu apa yang bisa mengembalikan suasana hati Karen.

“Mari kita jemput Ken lebih dulu!” seru sang kakak.

Keduanya lantas berjalan menuju mobil, dengan Arashi yang memeluk pinggang adiknya.

Diaz dapat melihat jelas pemandangan itu dari dalam mobilnya yang melaju melewati kakak beradik itu.

Tangannya mengepal kuat.

“Kamu cemburu?” tanya Glen setengah meledek.

Diaz berdecak kesal, tak menjawab.

Melihat itu, Glen menggelengkan kepalanya, sebelum kembali teringat sesuatu. “Kita harus segera bertolak ke Jakarta, Yas. Om Henry sudah marah-marah dengan tindakan egoismu meninggalkan Pradana.”

“Kau kembalilah lebih dulu, aku masih ada urusan di sini.”

*

Sementara itu, setelah menjemput Ken, dua bersaudara itu bergegas menuju pusat perbelanjaan. Tujuan utama mereka adalah membeli gelato dan cake favorit.

Dengan girang Ken memilih rasa yang paling ia sukai. Kiwi, white chocolate, dan cinnamon, persis seperti Diaz.

Karen tidak habis pikir, kenapa anaknya mempunyai selera yang sama seperti ayah kandungnya, padahal tak pernah bertemu sama sekali? Apa itu karena genetik?

“Rasa itu lagi? Sekali-kali gantilah dengan rasa yang lain,” protes Karen pada akhirnya.

“No, mam. Rasa lain tak seenak perpaduan rasa ini, aku sudah lelah mencoba tidak ada yang se-klik ini,” ucap Ken polos.

“Baiklah, sayang. Seleramu sungguh aneh.”

Ken memanyunkan bibir, merajuk setelah mendengar ucapan sang Ibu.

Karen yang gemas saat anak merajuk, lantas mencubit pipi anaknya, gemas.

Selama menikmati gelato, Ken pun menceritakan keseruannya selama di sekolah. Baik Karen maupun Arashi menyimak dengan antusias.

Tak cukup menikmati gelato dan cake, mereka juga berburu okonomiyaki, takoyaki, dan jajanan lain di food court. 

Hanya saja, Arashi tidak bernafsu lagi. Gelato dan cake sudah cukup membuatnya kenyang pria itu.

Meski demikian, mereka asyik berkeliling mall, hingga tiba ke tempat favorit mereka--toko buku.

Di sana, Arashi berpisah dengan Karen dan Ken. Ia ke bagian majalah dan nanti akan menyusul mereka ke bagian buku anak-anak.

Ibu dan anak itu pun seketika sibuk memilih dan membahas buku apa yang akan mereka beli. 

Namun, saat Arashi mengantri untuk membayar buku, kepanikan terjadi. 

Ken tiba-tiba menghilang!

“Ras, Ken tidak ada!” ucap Karen panik.

“Jangan panik, ayo kita cari.”

Karen, Arashi, serta beberapa petugas mencari Ken disetiap rak dan sudut ruangan, tapi hasilnya nihil. Spekulasi pun muncul jika anak itu keluar dari area toko buku.

*

Brruukkk!!!

Sementara itu, tubuh mungil Ken tengah terpental setelah menabrak seseorang.

Pria yang ditabrak melihat sekeliling sebelum akhirnya menolong si anak.

“Kenapa anak kecil dibiarkan pergi sendirian, dasar orang tua lalai,” batin Diaz.

“Kamu tidak apa-apa, son?”

Ken hanya terdiam, lalu melihat ke belakang. Barulah sadar ia telah berjalan terlalu jauh.

“Di mana orang tuamu, son?” tanya Diaz lagi.

“Ini di mana paman? Tadi mereka di toko buku, tapi aku keluar karena melihat temanku. Tapi, sepertinya aku tersesat,” terang Ken.

Diaz yang baru pertama kali datang ke mall tersebut tak paham di mana letak toko buku. 

“Mari kita cari toko buku itu, son. Sembari kita mencari pusat informasi untuk mecari tahu untuk memanggil mereka.”

“Apa paman orang baik?” tanya Ken polos membuat Diaz menaikkan sedikit alisnya.

“Tentu saja paman orang baik,” jawab Diaz setelah mengerti maksud Ken.

Sejurus kemudian, digendongnya anak kecil itu.

“Siapa namamu?” tanya Diaz.

“Kenshin, paman. Mommy dan ayah suka memanggilku Ken.”

“Nama yang familiar seperti karakter komik favorit paman.”

“Apa yang paman maksud Kenshin Samuarai X?”

“Iya, kau tahu itu?”

“Iya. Mommy dan papi sangat senang dengan karakter itu.”

“Kenapa kamu mengganti panggilan ayah dengan papi?” tanya Diaz penasaran.

“No, no, paman. Ayah dan papi orang yang berbeda. Ayah itu ayahku. Kalau papi itu, kembaran mommy.”

Diaz tersenyum.

Entah mengapa ia sangat menyukai Ken yang interaktif dan cerdas. Hatinya seakan telah jatuh cinta pada Ken tanpa tahu takdir Tuhan sedang berjalan.

Mereka berdua pun berkeliling. 

Tak lupa, Diaz juga menanyakan letak pusat informasi dan toko buku yang dimaksud oleh Ken.

Obrolan-obrolan receh terus keluar diantara keduanya. Lebih tepatnya, Ken berceloteh tentang apa yang ia lakukan sebelum akhirnya tersesat.

“Kamu suka gelato rasa apa?” tanya Diaz.

“Aku paling suka rasa kiwi paman. Aku juga punya perpaduan tiga rasa gelato favorit.”

“Oh ya? Rasa apa saja?”

“Eemmm, kiwi, white chocolate, dan cinnamon.”

Alis Diaz naik sebelah. Ia cukup terkejut. Rasa yang sama seperti dirinya, sebuah kebetulan yang, ah entah mengapa membuat hatinya gembira.

Merasa gemas, Diaz menanyakan pada Ken apa dia boleh menciumnya. 

Dengan ragu, Ken mengangguk.

“Andai aku memiliki anak selucu kamu, Ken,” batin Diaz.

Ia kembali mengingat kejadian lima tahun lalu. Kebodohannya yang membuat sang anak lenyap. Hanya saja, Diaz sedikit berharap calon anaknya juga selamat--sama seperti Elok.

“Apa paman boleh mengajakmu makan gelato bersama lain kali? Selera kita sepertinya sama. Nanti paman akan meminta izin pada orang tuamu.”

Dengan riang Ken, mengiyakan. Lalu memberikan kelingkingnya pada Diaz, mengikat janji.

Tak lama, keduanya tiba di pusat informasi terdekat lalu memberi tahu petugas keperluannya. Selang beberapa menit, suara pengeras suara bersahutan mengumumkan keberadaan Kenshin.

Karen dan Arashi yang menangkap suara itu seketika menghela nafas lega. 

Bahkan, Karen nyaris saja menangis ketika hendak memberi pengumuman di pusat informasi. Beruntung pengumuman penemuan Ken lebih dulu berkumandang.

Karen dan Arashi turun ke lantai 1. Hatinya jauh lebih tenang. 

Dengan tergopoh-gopoh, Karen menuju ruang tunggu yang berada di belakang pusat informasi.

“Ken!” panggil Karen setelah membuka pintu.

Diaz dan Ken menoleh ke arah Karen. 

“Mommy!” seru anak itu, lalu berlari ke arah Karen yang langsung menggendongnya.

Diaz berdiri, betapa terkejutnya ia melihat sosok perempuan yang dipanggil mommy.

“Karen,” lirih Diaz.

Sama halnya dengan Karen, ua pun sama terkejutnya.

“Takdir macam apa ini,” seru wanita itu dalam hati.

“Mom, paman Diaz yang menolongku.” 

Ucapan Ken membuyarkan pikiran Karen.

“Ah, iya sayang. Mari ucapkan terima kasih pada paman Diaz.”

Dengan patuh, Ken mengucapkan terima kasih pada Diaz. Lalu, beralih ke gendongan Arashi. 

“Terima kasih, Tuan. Telah menolong anak saya,” ucap Karen, lalu membungkuk memberi hormat. 

Begitu juga dengan Arashi. Pria itu bahkan meminta Ken untuk berpamitan pada Diaz, lalu membawa bocah itu keluar dari ruangan, seolah memberi ruang lagi pada Karen dan Diaz. 

Sementara itu, Karen tak ingin berbasa-basi. Ia pun berbalik hendak menyusul kakak dan anaknya. Namun, ucapan Diaz berhasil menghentikan langkahnya.  “Apa Kenshin anak kita?” 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status