Yuhhu semakin jauh membawa gadis berambut emas dan bocah tengil itu."Kita sepertinya sudah sangat jauh dari desa itu, apa ini tidak bahaya?" tanya Bho panik.Sher menarik pelan rambut kita tersebut, dan si kudapun perlahan mengurangi kecepatan larinya. Sher memandang alam sekitar, kini mereka berada di sebuah padang rumput yang luas hijau dan segar. "Kita ada di mana Bho?""Entahlah, aku kok takut.""Ah kau ini, kau takut karena naik kuda besar ini, kau takut jatuh bukan?""He he iya, aku sampai pegangan kulit kuda ini, maafkan ya, kau pasti merasa kena cubit kan?""Ah kau ini, ayo , turun!""Nggak mau! Lihat tinggi sekali, aku pun takut turun. Andai ada musuh , aku kau tinggal pergi bukan?"Sher tertawa ngakak, "Tentu saja tidak, mana mungkin kau aku tinggal, nanti aku tak bisa bertengkar lagi denganmu.""Dasar gadis manja!""Apa kau bilang! Lihat apa kau bisa bertahan diatas kuda ini hah!" Lalu sher menggoyangkan Pinggulnya hingga pegangan tangan Bho terlepas, dan kuda sempat berj
Dua belas jam perjalanan lewat pesawat terbang sudah Mae tempuh, dirinya langsung menghubungi Ho adiknya. Hanya dialah satu-satunya yang mempunyai bakat cenayang sebagai pilihan hidupnya. Namun, beberapa panggilan lewat ponselnya tak ditanggapi oleh Ho. Ini tidak biasanya, bahkan lewat telepati pun tak ia temukan batin adiknya ini. Ada apa sebenarnya? Apa aku salah? Atau aku yang terlalu lama tak gunakan hal ini?"Ayolah, Ho. Aku butuh bantuan mu, saat ini Sher dalam bahaya." batin Mae gelisah.Dalam mobil sewaan, dirinya melakukan perjalanan jauh tanpa jeda, walaupun tubuh tak sekuat dulu, bahkan beberapa sudut kota sudah terlihat berbeda. Rumah tinggal Ho jauh dari pemukiman penduduk padat, hampir masuk ke area pariwisata. Rumahnya terkadang menjadi tempat kekaguman orang yang lewat, karena arsitekturnya yang masih kental dengan bambu. Ya, hampir sebagian besar rumah Ho terbuat dari berbagai jenis bambu di dunia, dengan ukuran bambu yang super besar menjadikan tujuh pilar di depa
Akhirnya Mae dan Ho mendapatkan sebuah kamar yang cukup lumayan. Dalam kamar segera Ho gunakan sihirnya untuk melindungi diri, menciptakan makhluk astral dibuatnya menyerupai dirinya dan Mae. "Dia akan stay tinggal di kamar ini, kita bisa mencari info di mana Sher.""Bagus, kerjamu cepat Ho. Terima kasih."Sementara Mae dan Ho dalam penginapan, kembali kepada tiga manusia yang terperangkap dalam hutan dibalik gunung, hutan itu adalah terusan hutan milik kuasa Shang Fu. Bagai mata uang. Kalau di hutan larangan justru murni bersih tak ada hantu maupun monster, sedangkan hutan dibalik gunung justru inilah tempatnya para suhu dari monster dan hantu. Hutan dalam satu area tapi terpotong oleh sebuah gunung yang ujungnya selalu berawan. Dua tempat yang berbeda, kita lihat, hutan yang saling berseberangan. Semoga saja Elang mampu pecahkan semua misteri batu giok yang asli ada di mana.Tubuh Bho bergetar hebat, mata kecilnya melihat sesuatu yang menyeramkan di balik rimbunan semakin belukar.Y
Mae terpaksa menggunakan ilmu yang seharusnya dilarangnya. Selama ini dirinya tak menggunakan mantra hitam. Ho yang tahu kalau setiap mantra yang diucapkan Mae pasti manjur. Ini adalah kesalahan fatal yang dulu pernah ia gunakan. Ibunya memang berbeda dengan ibu Ho. Mae adalah anak bawaan Ayahnya, yang setelah menikah, barulah ada Ho, A liang dan ibunya Nira.Sejarah keluarga besar Mae sudah menutupnya rapat-rapat karena ia adalah keturunan ke 13 dari klan ibunya."Ho, aku takut melakukan ini. Aku takut tak bisa kembali pada diriku sendiri. Aku —" Mae terisak. Dirinya tak mau kembali ke masa silamnya."Kak Mae, percayalah kau bisa.""Sudah bertahun-tahun aku kubur dalam-dalam mantra itu, dan aku tak bisa mengingatnya lagi.""Kau adalah yang terpilih, pasti bisa. Aku tak bisa melihat Sher, dia sudah masuk dimensi yang lain. Dia tak menyadari itu. Tubuhnya tertidur lelap. Ia tak akan bisa gunakan mata emasnya lagi.""Apa!"***Dalam kegundahan hati Mae. Di dalam hutan di balik gunung,
Kali ini Jiang merasa dihargai, ada seseorang hadir bertandang ke rumahnya, ingin menyelesaikan permasalahan Jiang atas kepemilikan rumah tersebut."Aku tahu, ada dua sertifikat tanah atas kepemilikan dengan nama yang sama. Keduanya mengaku asli.""Punya akulah yang asli, itu dibuat oleh suamiku almarhum dan kami sama sekali tak pernah menggunakan sertifikat ini untuk agunan apa pun. Murni masih bersih," jelas Jian."Hem, aku ajukan saran, kalau kau mau, aku bisa bantu. Balik nama sertifikat itu atas namamu.""Tapi suamiku sudah meninggal.""Aku bantu. Oh ya kenalkan nama aku Reksa. Ini nomor teleponku, silakan hubungi aku, bila ada perlu."Jiang menerima sebuah kartu nama dari lelaki tersebut, dan hanya bisa memandang kepergiannya begitu saja.Kini kartu itu masih dalam genggamannya, dia sudah menceritakan semuanya pada Rudi. Lelaki itu hanya diam dan melihat Jiang."Semoga saja orang itu bisa membantumu Jiang. Yang aku tahu Reksa adalah pamannya Jordi.""Apa! Jadi dia ...""Kita ti
Pemuda berwajah keras itu menggenggam erat gagang pedang milik kakeknya, kini kesadarannya sedikit pulih perlahan. Mencoba mendekati Bho dan Sher. Memeriksa keduanya, Bho bersuhu tubuh panas, dan tubuh Sher terasa dingin, bibirnya sudah mulai memburu, Elang mendesah panik, mengapa tak disadari hal seperti ini, pikirnya menyesal. Lalu apa yang harus dilakukannya, tak ada kain tebal untuk menyelimutinya, bahkan meminta bantuan pun tak bisa, mereka terlalu masuk ke dalam hutan. Tiba-tiba, Brak!! Gedebuk! Terdengar benda jatuh dengan kerasnya. Elang segera waspada. Matanya langsung mengawasi area sekitar, keringat dingin mulai keluar, memang dirinya yang penakut mulai menjalari pikirannya."Jangan takut ,Elang. Jangan takut, semua butuh bantuan mu." Pemuda itu menyemangati dirinya sendiri.Benda yang jatuh itu adalah dua tubuh renta dari Ho dan Mae, mereka tak selincah dulu, Mae nampak cemberut saat tubuh Ho menimpa kakinya."Sudah aku bilang, aku tak mau kau buat uji coba teleport-mu, ka
Malam ini menjadi malam penuh epik, Ho terus memeriksa Elang, totokan ringan pada pergelangan tangannya membuat Elang tersadar kembali, masih dalam keadaan sangat lemas karena perjalanan dalam keadaan perut kosong, kelelahan jiwa dan raga. Ho kembali memeriksa dada pemuda itu, mengapa Ho begitu peduli pada pemuda ini? Karena dialah inti dari semua ini. Perlahan Elang mulai bangun dan megangi tangannya, dengan sadar langsung tahu siapa orang di hadapannya."Paman Ho, syukurlah kalian datang, tolong Sher, cepat." Suaranya lemah hampir berbisik."Tenangkan dirimu, Elang, aku butuh tenagamu, pejamkan matamu, aku akan ambil mata emasku, ini tak akan sakit." Paman Ho mulai merapal mantranya, hanya sebentar saja, mata emas milik Ho sudah kembali. Elang tersadar dan langsung membuka matanya perlahan."Paman, maafkan lah aku.""Tenang, jangan banyak bicara, aku mau dampingi kakakku dahulu, jagalah raga kami."Elang mengangguk lemah.Lalu, tangan Ho, segera meraih tangan Kakaknya, kekuatannya k
Ho langsung berada di dimensi yang lain. Tubuhnya langsung bersembunyi diantara gundukan batu. Tempat ini mirip sekali dengan goa yang sudah sangat lapuk. Bau busuk dan amis lebih dominan, bukan aroma tanah ataupun akar pohon yang banyak menjuntai dari atas. Matanya beredar cepat mencari sosok kakaknya, karena Mae sudah menjadi bagian dari mereka, Ho tak bisa mencium dan mengendus aroma tubuhnya.Perlahan kakinya melangkah menyusuri tempat tersebut. Mata emas Ho sudah kembali sempurna, maka ia bisa menggunakan mata itu. Tak jauh dari tempatnya berdiri, ada segerombolan mahluk dalam balutan kain rombeng, mereka mencicit, meludah bahkan di sudut ruangan ada yang sedang berkelahi. Tempat mereka sangat berantakan, belatung, dedaunan kering berserakan dan sangat menjijikan."Aku mencium sesuatu! Ada manusia di sini!" ungkap salah satu dari mereka dan berjalan sambil menghirup udara."Baunya sangat kuat." timpal yang lain.Sesaat dua mahluk yang berkelahi tadi terhenti, dan mereka mulai me