Elang berlari dengan cepat, segera masuk ke dalam rumahnya. Nampak ibunya sedang berbaring di sofa, Rudi sedang membereskan semua benda yang sudah porak poranda termasuk guci abu suci milik Ayahnya dan Erin.
"Paman, siapa yang melakukan ini!" Api amarahnya semakin meluap melihat kehormatan Ayah dan adiknya tergores.guci abu itu sudah pecah berantakan."Tenanglah, Abu suci milik Ayah dan adikmu sudah ibumu pindah dalam kamar sucinya."Elang sedikit lega mendengarnya. Lalu itu apakah palsu?"Lalu? itu palsu?""Iya, ibumu yang menukarnya," jawab Rudi lirih, karena Jiang baru saja tenang setelah lelaki itu memberikan beberapa obat penenang."Paman apakah paman tahu banyak hal tentang Shang Fu?"Rudi lalu terdiam, menatap wajah Elang dengan serius."Dari mana kau tahu nama Shang Fu?'"Nama itu hadir dalam setiap mimpiku, hingga aku takut terlelap Paman. Tolong jelaskan siapa Shang Fu?""Nanti aku ceritakan tentang mimpimu, tapi bantu aku membereskan ruangan ini, sebelum ibumu terbangun. apa kau sudah bekerja? mengapa kau pakai baju putih dan hitam?""Iya Paman, aku bekerja di Swalayan ADA. baru hari ini aku masuk kerja." Segera Elang membantu Pamannya."Eh tunggu, aku tinggalkan tokoku tadi, sebentar, kau bereskan saja dulu, nanti aku kembali lagi.""Paman! tunggu aku cuma setengah jam saja, setelah ini aku berangkat lagi!" teriak Elang, tapi terlihat Paman Rudi tak mendengar kata-kata Elang.Dalam pikiran Rudi, bagaimana aku harus menceritakan tentang Shang Fu pada Elang?Tak lama, dari balik pintu, terlihat sherlyn berdiri di ambang pintu, dirinya melihat sesuatu yang ganjil pada rumah Elang.Dengan mata emasnya, gadis keturunan cenayang itu melihat sesuatu yang tak kasat mata sedang berada di salah satu pojok halaman."Pergi kau! jangan nganggu rumah ini, aku akan kembalikan kau pada tuanmu. katakan tugasmu telah beres. bila aku lihat kau masih di sini, tak segan akan aku bunuh kau!" Sherlyn bicara dalam alam gaib pada makhluk tersebut.Tak lama. tanpa adanya perlawanan, yang tak terlihat itu pergi tanpa meninggalkan jejak. Dia takut akan ancaman Sherlyn.Kembali Sherlyn mengerjapkan matanya, dan dalam hitungan detik bola mata itu kembali seperti semula.Sherlyn pun urung masuk ke dalam rumah Elang, dirinya lebih tertarik pada sesuatu yang kece dan manis. Ia kemudian mengikuti arah kemana mahluk tak terlihat itu pergi.***Semua bisa terkendali, setelah Jiang bangun dari lelapnya, kini dirinya tak mengamuk dan masih dalam pikiran yang normal."Berangkatlah, ibu tak apa-apa." kata Jiang pada Elang."Janji? ibu akan baik saja, nanti akan aku bilang pada Paman Rudi. "Jiang mengangguk dan tersenyum manis.Lagi-lagi, Elang butuh bantuan Pamannya itu.Malam ini, Elang meminta pada pamannya untuk menceritakan siapa itu Shang Fu."Paman katakan siapa Shang Fu?""Dari mana kau tahu nama Shang Fu?""Dari mimoi-mimpiku, semuanya selalu terulang berkali-kali, pernah aku tanyakan pada ibu, tapi ibu hanya diam saja."Paman Rudi mendesah panjang, sambil menatap tajam pada bola mata Elang yang sudah dianggapnya sebagai anaknya sendiri."Kau tahu, betapa keluargaku dan kelurga ibumu harus berjuang untuk hidup karena kami berbeda ras.""Ceritakan padaku, Paman. Ayolah.""Berapa umurmu?""Sembilan belas tahun, Paman."Paman Rudi tersenyum lagi, "Dulu aku, Siok, bibirmu dan Jiang adalah anak keturunan yang tak diakui ras. ibu Jiang datang dengan membawa dua putri yang seumuran denganku. Aku senang sekali punya keluarga, ternyata ibu Jiang dan ibuku memang sudah saling kenal. Mereka sama dari daerah pinggiran pegunungan Shahua.Ibu Jiang suka sekali bercerita, cerita yang sama, yaitu tentang Shang Fu."Elang terdiam, mendengarkan semua kata-kata pamannya dengan seksama."Shang Fu adalah orang yang hebat, bergelar pedang giok hitam, kehebatannya tak ada tandingnya."Paman Rudi terdiam lagi, ada rasa berat untuk menceritakan kelanjutannya."Paman aku ingin tahu ceritanya lagi. ""Sebenarnya ini adalah rahasia, yang berhak menceritakan semua ini adalah ibumu, Jiang.""Paman .... Ayolah. aku tak ingin setiap aku tertidur aku selalu memimpikan hal yang sama."Lama Paman Rudi terdiam, lalu ...."Shang Fu adalah kakekmu , entah masih hidup atau sudah meninggal, margamu adalah Fu. ada di belahan Tiongkok."Elang terdiam dan kaget atas kalimat paman Rudi."Kakek?!" tanya Elang bingung."Syukurlah, kau sudah siuman Elang, kami semua khawatir padamu," kata Mae dan mulai memeriksa peredaran darah pada tubuh Elang. Mengobati luka-lukanya dengan obatan herbal yang tersedia pada alam.Elang tersenyum, hatinya plong rasanya, meraba pinggangnya, merasakan pedang batu giok masih menempel di kakinya."Aku butuh, warangka untuk pedangku ini," ucap Elang dan mengambil pedang tersebut dari kaki kirinya.Semua berdesir hatinya, melihat apa yang dilakukan Elang."Apa kau tak merasakan sakit pada kakimu?" tanya Sher perlahan."Kakekmu Shang Fu pun meletakan pedang kesayangannya seperti yang kau lakukan. Dan dia tak merasakan sakit," jelas Bho. "Kau betul Bho, pedang ini yang mencari sendiri tempat yang nyamannya, tanpa menimbulkan sakit pada bagian tubuhku.""Kau pemuda yang hebat Elang, luar biasa. Pemuda yang kuat!" Puji Mae dan memeluk pemuda yang sudah dianggapnya anaknya tersebut. Rasanya tak sanggup dirinya menceritakan hal yang sebenarnya terjadi pada Jiang, ibunya."Terima
Sher, Mae dan Bho tak tahu dengan apa yang terjadi pada mereka. Hanya terlihat Elang yang bertarung sendirian, hologram itu semakin melemah. "Apa yang akan terjadi Ibu? Tubuh Elang semakin samar kita lihat. Apakah ini tandanya, dia dalam kepayahan?""Entahlah, Sher. Ibu tak tahu. Sekarang ini sudah tak bisa gunakan apa-apa lagi. Aku malah khawatir dengan pamanmu. Elang bisa kita tarik dari peredaran hologram itu. Tapi ....""Berjuang lah Elang. Aku mohon bertahan dan kalahkan musuh itu. Demi semuanya." Doa Sher.Terlihat Bho hanya bisa memandang dengan cemas. Batinnya antara menerima takdir dan membenci takdir. Seakan tuhan tak adil padanya, tapi ia harus terima dengan lapang dada.Kembali pada sosok Elang yang sudah cape luar biasa. Kini penampakan Huang betul-betul sangat menyeramkan."Kini kau melawanku, Huang yang sebenarnya, terimalah ini!!!"Kembali Huang maju dan menyerang Elang. Elang tak sia-siakan kelihaian tubuhnya, dirinya terbang ke atas, mereka bertarung di udara. Ela
Elang masih tegak berdiri dalam tatapan tajamnya.Tiba-tiba,"Aku menolak tawaranmu! Aku lebih baik mati berkalang tanah diatas tanah negeriku dari pada aku menjadi pengecut dan pecundang negara."Elang berkata dengan tegas. Elang semakin menyatu dalam dimensi tersebut, tubuhnya semakin terisi oleh bayangan Shang Fu.Wusttt! Sabetan pedang milik lawan menerpa wajah pemuda tersebut. "Sudah aku duga!! Kau mata-mata itu." sungut Huang."Aku tak pernah menjadi mata-mata siapapun! Kau licik, Huang! "Blasttt! Kali ini Huang memberikan pukulan telak pada Elang. Tubuh pemuda itu langsung mundur selangkah. Pukulan itu hanya mengenai tempat kosong 'Bagus, Elang. Kau mulai bisa mengatur gerak spontan tubuhmu.' bisik paman Ho.Elang kembali menahan kakinya agar tak terjatuh, satu pukulan pada pundak Huang pun tak terelakan.Lengan baju kiri Huang robek."Sialan! Kau memang kampungan Shang Fu. Pantas saja tak ada wanita yang mau hidup bersamamu. Huh ... Ingat kau berhutang budi padaku. Posisi s
Wajah Elang tegang sesaat, mendengar penjelasan Ho tentang siapa sebenarnya Huang. "Dia musuh dalam selimut, dia yang menggulingkan jabatan kakekmu, Bahkan Shang Fu mendapatkan fitnah dari istri Huang, yang berakibat dirinya diusirnya dari kota ini." Ho masih menerawang jauh ke masa silamnya."Bedebah itu yang kau serang waktu ada di tanah keramat, dan kau berhasil membuat kedua istri Huang yang berbentuk kelelawar raksasa itu terluka berat. Entah bagaimana nasib monster jelek itu," timpal Bho dengan geram.Ada rasa amarah dalam diri Elang tentang masa lalu kakeknya yang tersingkirkan oleh lelaki jahat bernama Huang."Aku akan menghadapi dia." Elang semakin mantap dengan tekadnya."Aku punya rencana." Lalu Ho mulai berdiskusi dengan mereka."Kau masih ingat semua kejadian itu Bho? Kaulah saksi satu-satunya atas pertarungan mereka." tanya Ho melihat pada Bho."Iya, akan aku coba mengingatnya, saat itu ..." Bho menceritakan kejadian itu dengan runtut. "Sayang sekali aku dan Sher tak b
Mata giok hitam itu bersinar tertimpa sinar matahari. Sinarnya berpencar ke segala arah. Karena permukaannya yang berbentuk prisma tak beraturan. Giok itu tertancap pada salah satu batang pohon tersebut. Pantas saja setiap matahari tepat di tengah gunung ini terlihat bersinar. Orang yang memandangnya mengira bahwa gunung itu adalah tempat para dewa. Setelah lama bertahun-tahun barulah tahu, bahwa sinar itu terpancar dari pantulan batu giok hitam milik Shang Fu. Batu ini lah yang ditakuti oleh Huang hanya pedang milik panglima perang itu yang dapat membelahnya. Karena ketakutannya, maka mata pedang itu yang merupakan batu giok itu ia buang hingga menancap pada batang pohon tua ini selama puluhan tahun. Saat itulah kekalahan berpihak pada Shang Fu, dan naasnya, Huang tak bisa kembali kepada bentuk semula sebagai manusia, ia harus menunggu 30 tahun. Huang menjadi monster mirip naga yang tinggal di dinasty yang hilang, perwujudannya sangat menyiksanya. Kekuasaannya menjadi berantakan oleh
Semburat pagi mulai menembus daun-daun pinus yang berembun. Suasana kembali tenang. Udara segar langsung terasa. Hutan yang penuh dengan efek kesehatan yang bagus. Tenang tapi menghanyutkan.Tak lama, tangan Mae bergerak pelan! "Ibu," panggil Sher pelan dan mengelus pipi ibunya yang masih dalam pelukannya."Ah, badanku sakit semua. Kau kah itu Sher?" Mae langsung menatap wajah anaknya penuh bahagia.Sher mengangguk sambil tersenyum bahagia. Segera diraihnya wajah yang dirindukannya itu, mengecupnya berulang kali, lalu memeluknya erat."Ho, adikku yang baik, terima kasih. Bila tak ada kau. Aku tak akan kembali." Senyum merekah menghiasi wajah lesu Mae. Pandangan Mae tertuju pada sosok anak kecil yang masih juga belum siuman."Elang?""Dia sedang tertidur, lelah dan lapar membuatnya begitu. Tapi ini belum usai Mae.""Aku tahu." Ditatapnya wajah anak kecil tersebut, "Dia dehidrasi, bibirnya pucat.""Ini lebih baik, aliran darahnya sudah aku normalkan. Semoga saja ia bangun dari komanya