Elang masih juga bingung dengan semuanya, kakek? aku masih punya kakek, begitu terus dalam pikirannya. Ingin rasanya dirinya menanyakan pada ibu, tapi dalam keadaan seperti ini, rasanya tak tega, menanyakan perihal ini.
Akhirnya Elang tertidur, lagi-lagi mimpi itu hadir kembali. Elang menyaksikan sebuah perkelahian hebat dari dua orang berpakaian kesatria. warna hitam dan merah mendominasi mimpinya kali ini. Berkali -kali nama Shang Fu terdengar, sampai-sampai Elang mengingau menyebutkan nama Shang Fu berulang kali.Jiang menatap Elang yang tertidur pulas sambil menyebutkan nama yang membuat Jiang mendekati dengan tatapan berbeda."Shang Fu.""Shang Fu."Jiang mundur, dan segera membuka sebuah laci mengambil sesuatu dari dalam laci tersebut. Membukanya dan melihat benda di tangannya, sebuah plakat kecil, bertuliskan nama Shang Fu!Jiang terdiam, napasnya mulai memburu, dan kembali berjalan ke kamar anaknya yang memang tak berpintu.Terlihat, Elang sudah terduduk dengan napas yang masih tersengal, bajunya sudah basah oleh keringat.Jiang masuk dan duduk di pinggir bibir ranjang anaknya.Tanpa banyak kata, mata ibunya menatap Elang penuh makna, mengusap rambut Elang."Ada apa Nak? apa kau bermimpi buruk?"Elang balas menatap ibunya, dan mengangguk pelan.Ditangan ibunya masih terpegang plakat kecil itu.Pelan tangannya menyodorkan benda itu pada Elang."Apa ini, Bu?""Entahlah, Nenekmu dari dulu menyimpannya, untuk keturunan khusus untuk keturunan laki-laki, dan kau anak lelakiku satu-satunya."Elang menerima plakat itu dari tangan ibunya, sungguh kaget dirinya, melihat tulisan dalam huruf Cina, SYANG FU."Ibu, ini apa? siapa Shang Fu?"Ibunya terdiam, menunduk ada roman sedih dalam tatapan matanya."Nenekmu, meninggalkan benda itu padaku, teruntuk keturunan laki-laki, berharap kelak anakku adalah laki-laki waktu itu, aku belum melahirkan dirimu.""Ibu, ceritakan tentang Shang Fu padaku?" Elang begitu antusias sekali.Jiang pun menceritakan asal usul Shang Fu, yang merupakan Ayahnya. Sejak dirinya dan adiknya Siok dibawa ibu ke lain desa, itu ternyata perintah dari Ayah. Entah apa alasannya Ibu tak tahu. Hingga bertahun-tahun lamanya, ibu sama sekali tak kembali , sehingga aku dan Siok kehilangan sosok seorang Ayah. Kami hanya mengenal Paman Dong yaitu Ayah Rudi sebagai pengganti Ayah. Kami hidup dalam kesengsaraan. Kami keturunan dari cina pinggiran yang tak punya marga besar. Apa lagi ... Ayah adalah ....Saat itu, Jiang tak melanjutkan ceritanya. Tiba-tiba terdengar suara berdentum keras sekali dari luar rumah. Elang langsung pergi untuk melihat keadaan yang ada.Melihat halaman rumahnya yang biasa-bisa saja. Tapi tak berapa lama, terdengar lagi suara keras dari arah pintu kecil depan teras."Siapa itu!!?" teriak Elang lantang.Bruk!! suara benda jatuh dari atas, dan seseorang telah melompat dari pagar tembok rumah Elang. Seorang wanita, berjaket hitam, dalam keadaan berjongkok dan memegangi sesuatu ."Siapa kau?" Elang sedikit takut atas penampilan dari penyusup ini.Kemudian, sosok berjaket tersebut membalikkan badannya, sambil tersenyum."Sherly! kau!!""Hai wong cina, maaf aku masuk rumahmu tanpa ijin, karena setan ini berusaha masuk rumahmu, dia berniat jahat!""Setan! mana setan! kau jangan menyakitiku!" Elang berjalan mendekati Sherlyn.Ups! dirinya terlupa bahwa Elang tak bisa melihat mahluk tak kasat mata yang kini dalam cengkeraman tangan mungil gadis itu."Ayo perlihatkan wujudmu!! agar pemilik rumah ini tahu tampang jelek kamu!!" ujar sherlyn sambil mengguncang-guncang sesuatu yang tak terlihat di mata Elang.Lama kelamaan, mata Elang melotot melihat sesuatu dalam genggaman sherlyn, mahkluk mirip tikus besar, bermoncong dan bertaring, warna hitam, berbulu lebat. Matanya merah menyala menatap Elang.Tak dinyana, Elang jatuh pingsan!"Hah, Cemeng, malah pingsan! lihat manusia saja takut melihatmu, kini sesuai janjiku, bila kau datang ke rumah ini, aku tak akan memberi ampun lagi padamu, dan sekarang aku tahu siapa tuanmu.""Shrkkk ...skrjljkkggajkkll." Suara mencicit dari makhluk itu tak dimengerti oleh sherlyn.Gadis itupun mulai meremas setan itu yang sudah dalam genggaman tangannya hingga tak berbentuk dan lebur seketika menjadi debu."Syukurlah, kau sudah siuman Elang, kami semua khawatir padamu," kata Mae dan mulai memeriksa peredaran darah pada tubuh Elang. Mengobati luka-lukanya dengan obatan herbal yang tersedia pada alam.Elang tersenyum, hatinya plong rasanya, meraba pinggangnya, merasakan pedang batu giok masih menempel di kakinya."Aku butuh, warangka untuk pedangku ini," ucap Elang dan mengambil pedang tersebut dari kaki kirinya.Semua berdesir hatinya, melihat apa yang dilakukan Elang."Apa kau tak merasakan sakit pada kakimu?" tanya Sher perlahan."Kakekmu Shang Fu pun meletakan pedang kesayangannya seperti yang kau lakukan. Dan dia tak merasakan sakit," jelas Bho. "Kau betul Bho, pedang ini yang mencari sendiri tempat yang nyamannya, tanpa menimbulkan sakit pada bagian tubuhku.""Kau pemuda yang hebat Elang, luar biasa. Pemuda yang kuat!" Puji Mae dan memeluk pemuda yang sudah dianggapnya anaknya tersebut. Rasanya tak sanggup dirinya menceritakan hal yang sebenarnya terjadi pada Jiang, ibunya."Terima
Sher, Mae dan Bho tak tahu dengan apa yang terjadi pada mereka. Hanya terlihat Elang yang bertarung sendirian, hologram itu semakin melemah. "Apa yang akan terjadi Ibu? Tubuh Elang semakin samar kita lihat. Apakah ini tandanya, dia dalam kepayahan?""Entahlah, Sher. Ibu tak tahu. Sekarang ini sudah tak bisa gunakan apa-apa lagi. Aku malah khawatir dengan pamanmu. Elang bisa kita tarik dari peredaran hologram itu. Tapi ....""Berjuang lah Elang. Aku mohon bertahan dan kalahkan musuh itu. Demi semuanya." Doa Sher.Terlihat Bho hanya bisa memandang dengan cemas. Batinnya antara menerima takdir dan membenci takdir. Seakan tuhan tak adil padanya, tapi ia harus terima dengan lapang dada.Kembali pada sosok Elang yang sudah cape luar biasa. Kini penampakan Huang betul-betul sangat menyeramkan."Kini kau melawanku, Huang yang sebenarnya, terimalah ini!!!"Kembali Huang maju dan menyerang Elang. Elang tak sia-siakan kelihaian tubuhnya, dirinya terbang ke atas, mereka bertarung di udara. Ela
Elang masih tegak berdiri dalam tatapan tajamnya.Tiba-tiba,"Aku menolak tawaranmu! Aku lebih baik mati berkalang tanah diatas tanah negeriku dari pada aku menjadi pengecut dan pecundang negara."Elang berkata dengan tegas. Elang semakin menyatu dalam dimensi tersebut, tubuhnya semakin terisi oleh bayangan Shang Fu.Wusttt! Sabetan pedang milik lawan menerpa wajah pemuda tersebut. "Sudah aku duga!! Kau mata-mata itu." sungut Huang."Aku tak pernah menjadi mata-mata siapapun! Kau licik, Huang! "Blasttt! Kali ini Huang memberikan pukulan telak pada Elang. Tubuh pemuda itu langsung mundur selangkah. Pukulan itu hanya mengenai tempat kosong 'Bagus, Elang. Kau mulai bisa mengatur gerak spontan tubuhmu.' bisik paman Ho.Elang kembali menahan kakinya agar tak terjatuh, satu pukulan pada pundak Huang pun tak terelakan.Lengan baju kiri Huang robek."Sialan! Kau memang kampungan Shang Fu. Pantas saja tak ada wanita yang mau hidup bersamamu. Huh ... Ingat kau berhutang budi padaku. Posisi s
Wajah Elang tegang sesaat, mendengar penjelasan Ho tentang siapa sebenarnya Huang. "Dia musuh dalam selimut, dia yang menggulingkan jabatan kakekmu, Bahkan Shang Fu mendapatkan fitnah dari istri Huang, yang berakibat dirinya diusirnya dari kota ini." Ho masih menerawang jauh ke masa silamnya."Bedebah itu yang kau serang waktu ada di tanah keramat, dan kau berhasil membuat kedua istri Huang yang berbentuk kelelawar raksasa itu terluka berat. Entah bagaimana nasib monster jelek itu," timpal Bho dengan geram.Ada rasa amarah dalam diri Elang tentang masa lalu kakeknya yang tersingkirkan oleh lelaki jahat bernama Huang."Aku akan menghadapi dia." Elang semakin mantap dengan tekadnya."Aku punya rencana." Lalu Ho mulai berdiskusi dengan mereka."Kau masih ingat semua kejadian itu Bho? Kaulah saksi satu-satunya atas pertarungan mereka." tanya Ho melihat pada Bho."Iya, akan aku coba mengingatnya, saat itu ..." Bho menceritakan kejadian itu dengan runtut. "Sayang sekali aku dan Sher tak b
Mata giok hitam itu bersinar tertimpa sinar matahari. Sinarnya berpencar ke segala arah. Karena permukaannya yang berbentuk prisma tak beraturan. Giok itu tertancap pada salah satu batang pohon tersebut. Pantas saja setiap matahari tepat di tengah gunung ini terlihat bersinar. Orang yang memandangnya mengira bahwa gunung itu adalah tempat para dewa. Setelah lama bertahun-tahun barulah tahu, bahwa sinar itu terpancar dari pantulan batu giok hitam milik Shang Fu. Batu ini lah yang ditakuti oleh Huang hanya pedang milik panglima perang itu yang dapat membelahnya. Karena ketakutannya, maka mata pedang itu yang merupakan batu giok itu ia buang hingga menancap pada batang pohon tua ini selama puluhan tahun. Saat itulah kekalahan berpihak pada Shang Fu, dan naasnya, Huang tak bisa kembali kepada bentuk semula sebagai manusia, ia harus menunggu 30 tahun. Huang menjadi monster mirip naga yang tinggal di dinasty yang hilang, perwujudannya sangat menyiksanya. Kekuasaannya menjadi berantakan oleh
Semburat pagi mulai menembus daun-daun pinus yang berembun. Suasana kembali tenang. Udara segar langsung terasa. Hutan yang penuh dengan efek kesehatan yang bagus. Tenang tapi menghanyutkan.Tak lama, tangan Mae bergerak pelan! "Ibu," panggil Sher pelan dan mengelus pipi ibunya yang masih dalam pelukannya."Ah, badanku sakit semua. Kau kah itu Sher?" Mae langsung menatap wajah anaknya penuh bahagia.Sher mengangguk sambil tersenyum bahagia. Segera diraihnya wajah yang dirindukannya itu, mengecupnya berulang kali, lalu memeluknya erat."Ho, adikku yang baik, terima kasih. Bila tak ada kau. Aku tak akan kembali." Senyum merekah menghiasi wajah lesu Mae. Pandangan Mae tertuju pada sosok anak kecil yang masih juga belum siuman."Elang?""Dia sedang tertidur, lelah dan lapar membuatnya begitu. Tapi ini belum usai Mae.""Aku tahu." Ditatapnya wajah anak kecil tersebut, "Dia dehidrasi, bibirnya pucat.""Ini lebih baik, aliran darahnya sudah aku normalkan. Semoga saja ia bangun dari komanya