Share

Bab 4. Jordi Anfal

Author: EL Dziken
last update Last Updated: 2024-02-14 19:38:38

Kejadian malam itu membuat geger pinggiran kota. Elang ditangkap pihak berwajib, Elang sudah menjelaskan dengan kejujuran, bahkan luka-luka yang didapatnya menjadikan bukti bahwa dirinya yang diserang kelompotan Jordi. elang yang menjadi korban. Atas celakanya Jordi, Elang tak tahu menahu, dirinya hanya mendorongnya biasa, bahkan tubuh Jordi lebih besar dari Elang.

Elang hanya menjalani tahanan luar saja dan wajib lapor.

Jordi terkapar di rumah sakit, beberapa tulang punggung bagian bawah ada yang patah. Keadaan yang sangat rawan, bisa saja Jordi mengalami kelumpuhan.

***

ibunya menatap Elang lama. Berulang kali Elang meminta maaf pada ibunya. Ibunya hanya meneteskan air matanya saja. Tangan dengan jari kecilnya mencoba menyentuh sudut bibir Elang yang sudah mengering.

"Sakit, Nak?"

"Tidak, Bu apakah kita bisa pergi dari kota ini dan hidup dengan yang baru?"

Jiang terdiam, dan menggeleng lemah.

"Tidak Nak, tidak bisa. ibu ingin terus berada di rumah ini."

Elang terdiam, ada rasa kecewa dalam hatinya.

"Kau harus laporkan pada gurumu, berkali-kali orang itu mengganggumu terus."

Elang tertegun dengan ucapan ibunya.

"Aku sudah lulus sekolah Bu, besok aku akan cari kerja yang lain."

"Bukankah bosmu sudah datang kemari dan memberikan bonus atas kerjamu yang bagus. lihat dia bawa beras dan beberapa makanan."

"Siapa Bu?" Elang semakin tak mengerti dengan kata-kata ibunya.

"Gadis bermata emas itu, datang tadi pagi. sepertinya dia suka padamu, buktinya selalu saja memandang fotomu yang ada di bufet itu." jelas Jiang sambil menunjukkan sebuah foto Elang saat masih kecil.

"Apa Bu? gadis bermata emas?"

***

"Hai orang Chino!" Sherlyn teriak dari dalam mobilnya. "Ayo masuk!"

Elang yang sedang berjalan langsung mendekati mobil jaguar hitam itu lalu membuka pintu depan, terus duduk di samping Sherlyn yang menyetir mobil ayahnya.

"Mau kemana?"

"Aku tadinya mau ke toko swalayan itu, ada lowongan di sana, antar kan aku ke sana, andai berkenan."

"Oke bos, siap!" jawab sherlyn, gadis itu tertawa renyah dan menatap lelaki pujaannya ini, tapi tak berani ia ungkapkan ataupun tunjukan. dalam sikapnya.

Elang tersenyum dan mengangguk mengucapkan terima kasih. Sherlyn anak dari salah satu bos ruko beras di depan pasar induk. Wajah blasteran Palestina membuat wajah imut dan perawakan yang mungil menjadikan Sherlyn jarang bergaul dengan wanita yang lain. Dirinya dianggap seperti anak kecil. Untuk masuk nonton bioskop saja ditanyakan KTP nya, tak pernah lolos ikut wahana di tempat rekreasi. sungguh memilukan sekali, bukan?

"Yupz udah sampai."

Sherlyn langsung ikut turun, dan mengiringi langkah Elang.

"Mengapa kau ikut masuk?"

"Apa tak boleh? aku mau beli sesuatu."

"Baiklah. bila selesai urusanmu, aku tak usah kau pikirkan, tinggal saja. oke."

"Hai Bung GR banget ya!"

Elang tertawa ngakak, dan segera mendekati salah satu kasir dan menanyakan prihal lowongan pekerjaan. Sementara Sherlyn sudah melangkah masuk ke dalam rak-rak kebutuhan rumah tangga, dirasakan aman, ia menelepon seseorang, terlibat sebuah perbincangan serius.

"Oke, terima kasih." Sherlyn menutup sambungan ponselnya. Tak lama gadis itu melihat, Elang sudah dipanggil masuk oleh pemilik dari swalayan ini. Gadis imut itu tersenyum, dan meletakkan kembali barang yang ada di keranjangnya ke tempatnya semula, kemudian pergi meninggalkan swalayan tersebut.

***

Prang!! semua benda di atas bufet jatuh berantakan.

"Mana anakmu yang bodoh itu!! dia harus pertanggung jawabkan perbuatannya!"

Jiang hanya diam, bola matanya berputar gelisah. Hari ini adalah hari pertama Elang berkerja di swalayan ADA, walaupun hanyalah sebagai pelayan saja. Jiang tak bisa berpikir dengan jernih, kata-katanya mulai ngelantur. Terkadang berteriak histeris. Rudi yang sedang berjualan, mendadak pergi meninggalkan tokonya dan terus berlari menuju rumah Jiang. Untung saja Rudi datang tepat waktu, saat tangan lelaki tua bertubuh tambun itu hendak memukul Jiang, tangannya sudah ditarik Rudi dengan cepat.

"Singkirkan tanganmu itu! jangan sentuh Jiang! kau sudah bunuh suami dan anaknya, kali ini, tak kan kubiarkan kau bunuh Jiang!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kembalinya Kesatria Pedang Giok Hitam   Bab 47. Sebuah Awal atau Akhir?

    "Syukurlah, kau sudah siuman Elang, kami semua khawatir padamu," kata Mae dan mulai memeriksa peredaran darah pada tubuh Elang. Mengobati luka-lukanya dengan obatan herbal yang tersedia pada alam.Elang tersenyum, hatinya plong rasanya, meraba pinggangnya, merasakan pedang batu giok masih menempel di kakinya."Aku butuh, warangka untuk pedangku ini," ucap Elang dan mengambil pedang tersebut dari kaki kirinya.Semua berdesir hatinya, melihat apa yang dilakukan Elang."Apa kau tak merasakan sakit pada kakimu?" tanya Sher perlahan."Kakekmu Shang Fu pun meletakan pedang kesayangannya seperti yang kau lakukan. Dan dia tak merasakan sakit," jelas Bho. "Kau betul Bho, pedang ini yang mencari sendiri tempat yang nyamannya, tanpa menimbulkan sakit pada bagian tubuhku.""Kau pemuda yang hebat Elang, luar biasa. Pemuda yang kuat!" Puji Mae dan memeluk pemuda yang sudah dianggapnya anaknya tersebut. Rasanya tak sanggup dirinya menceritakan hal yang sebenarnya terjadi pada Jiang, ibunya."Terima

  • Kembalinya Kesatria Pedang Giok Hitam   Bab 46. Huang Tewas Terbelah

    Sher, Mae dan Bho tak tahu dengan apa yang terjadi pada mereka. Hanya terlihat Elang yang bertarung sendirian, hologram itu semakin melemah. "Apa yang akan terjadi Ibu? Tubuh Elang semakin samar kita lihat. Apakah ini tandanya, dia dalam kepayahan?""Entahlah, Sher. Ibu tak tahu. Sekarang ini sudah tak bisa gunakan apa-apa lagi. Aku malah khawatir dengan pamanmu. Elang bisa kita tarik dari peredaran hologram itu. Tapi ....""Berjuang lah Elang. Aku mohon bertahan dan kalahkan musuh itu. Demi semuanya." Doa Sher.Terlihat Bho hanya bisa memandang dengan cemas. Batinnya antara menerima takdir dan membenci takdir. Seakan tuhan tak adil padanya, tapi ia harus terima dengan lapang dada.Kembali pada sosok Elang yang sudah cape luar biasa. Kini penampakan Huang betul-betul sangat menyeramkan."Kini kau melawanku, Huang yang sebenarnya, terimalah ini!!!"Kembali Huang maju dan menyerang Elang. Elang tak sia-siakan kelihaian tubuhnya, dirinya terbang ke atas, mereka bertarung di udara. Ela

  • Kembalinya Kesatria Pedang Giok Hitam   Bab 45. Huang Tak Terima Kalah

    Elang masih tegak berdiri dalam tatapan tajamnya.Tiba-tiba,"Aku menolak tawaranmu! Aku lebih baik mati berkalang tanah diatas tanah negeriku dari pada aku menjadi pengecut dan pecundang negara."Elang berkata dengan tegas. Elang semakin menyatu dalam dimensi tersebut, tubuhnya semakin terisi oleh bayangan Shang Fu.Wusttt! Sabetan pedang milik lawan menerpa wajah pemuda tersebut. "Sudah aku duga!! Kau mata-mata itu." sungut Huang."Aku tak pernah menjadi mata-mata siapapun! Kau licik, Huang! "Blasttt! Kali ini Huang memberikan pukulan telak pada Elang. Tubuh pemuda itu langsung mundur selangkah. Pukulan itu hanya mengenai tempat kosong 'Bagus, Elang. Kau mulai bisa mengatur gerak spontan tubuhmu.' bisik paman Ho.Elang kembali menahan kakinya agar tak terjatuh, satu pukulan pada pundak Huang pun tak terelakan.Lengan baju kiri Huang robek."Sialan! Kau memang kampungan Shang Fu. Pantas saja tak ada wanita yang mau hidup bersamamu. Huh ... Ingat kau berhutang budi padaku. Posisi s

  • Kembalinya Kesatria Pedang Giok Hitam   Bab 44. Sebuah Pertarungan

    Wajah Elang tegang sesaat, mendengar penjelasan Ho tentang siapa sebenarnya Huang. "Dia musuh dalam selimut, dia yang menggulingkan jabatan kakekmu, Bahkan Shang Fu mendapatkan fitnah dari istri Huang, yang berakibat dirinya diusirnya dari kota ini." Ho masih menerawang jauh ke masa silamnya."Bedebah itu yang kau serang waktu ada di tanah keramat, dan kau berhasil membuat kedua istri Huang yang berbentuk kelelawar raksasa itu terluka berat. Entah bagaimana nasib monster jelek itu," timpal Bho dengan geram.Ada rasa amarah dalam diri Elang tentang masa lalu kakeknya yang tersingkirkan oleh lelaki jahat bernama Huang."Aku akan menghadapi dia." Elang semakin mantap dengan tekadnya."Aku punya rencana." Lalu Ho mulai berdiskusi dengan mereka."Kau masih ingat semua kejadian itu Bho? Kaulah saksi satu-satunya atas pertarungan mereka." tanya Ho melihat pada Bho."Iya, akan aku coba mengingatnya, saat itu ..." Bho menceritakan kejadian itu dengan runtut. "Sayang sekali aku dan Sher tak b

  • Kembalinya Kesatria Pedang Giok Hitam   Bab 43. Sebuah Keajaiban

    Mata giok hitam itu bersinar tertimpa sinar matahari. Sinarnya berpencar ke segala arah. Karena permukaannya yang berbentuk prisma tak beraturan. Giok itu tertancap pada salah satu batang pohon tersebut. Pantas saja setiap matahari tepat di tengah gunung ini terlihat bersinar. Orang yang memandangnya mengira bahwa gunung itu adalah tempat para dewa. Setelah lama bertahun-tahun barulah tahu, bahwa sinar itu terpancar dari pantulan batu giok hitam milik Shang Fu. Batu ini lah yang ditakuti oleh Huang hanya pedang milik panglima perang itu yang dapat membelahnya. Karena ketakutannya, maka mata pedang itu yang merupakan batu giok itu ia buang hingga menancap pada batang pohon tua ini selama puluhan tahun. Saat itulah kekalahan berpihak pada Shang Fu, dan naasnya, Huang tak bisa kembali kepada bentuk semula sebagai manusia, ia harus menunggu 30 tahun. Huang menjadi monster mirip naga yang tinggal di dinasty yang hilang, perwujudannya sangat menyiksanya. Kekuasaannya menjadi berantakan oleh

  • Kembalinya Kesatria Pedang Giok Hitam   Bab 42. Mencari Batu Giok Hitam Yang Asli

    Semburat pagi mulai menembus daun-daun pinus yang berembun. Suasana kembali tenang. Udara segar langsung terasa. Hutan yang penuh dengan efek kesehatan yang bagus. Tenang tapi menghanyutkan.Tak lama, tangan Mae bergerak pelan! "Ibu," panggil Sher pelan dan mengelus pipi ibunya yang masih dalam pelukannya."Ah, badanku sakit semua. Kau kah itu Sher?" Mae langsung menatap wajah anaknya penuh bahagia.Sher mengangguk sambil tersenyum bahagia. Segera diraihnya wajah yang dirindukannya itu, mengecupnya berulang kali, lalu memeluknya erat."Ho, adikku yang baik, terima kasih. Bila tak ada kau. Aku tak akan kembali." Senyum merekah menghiasi wajah lesu Mae. Pandangan Mae tertuju pada sosok anak kecil yang masih juga belum siuman."Elang?""Dia sedang tertidur, lelah dan lapar membuatnya begitu. Tapi ini belum usai Mae.""Aku tahu." Ditatapnya wajah anak kecil tersebut, "Dia dehidrasi, bibirnya pucat.""Ini lebih baik, aliran darahnya sudah aku normalkan. Semoga saja ia bangun dari komanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status