“Hemmm, berarti otak semua itu adalah Ibunda Saka Galuh. Putranya itu hanya sebagai alat saja untuk menduduki tahta Kerajaan sementara semuanya dikendalikan olehnya,” ujar Arya memberi pandangan.
“Benar Arya, aku juga sependapat denganmu. Dwinta memang kejam wanita berhati iblis!” Wayan Bima turut geram.
“Oh, jadi nama Ibunda Saka Galuh itu Dwinta?” Wayan Bima hanya menjawab dengan anggukan kepalanya sementara rasa geramnya belum reda pada Ibu tiri dari Sekar itu.
“Dia memang kejam Mas Arya, semasa remajaku di belakang Ayahanda aku kerap diperlakukan tidak baik bahkan pernah diperintah untuk melakukan apa yang dikerjakan oleh para pembantu di istana,” Sekar menceritakan keluh-kesahnya saat diperlakukan rendah oleh Ibu tirinya itu sewaktu di istana.
“Kamu tak pernah menceritakan itu pada Ayahandamu?”
“Aku takut Mas, karena selalu diancam akan disakiti.”
“Paman Wayan dan Bi Lasmi tahu akan hal itu?” Arya alihkan pertanyaan pada Paman dan Bibi angkat Sekar.
“Awalnya kami tidak tahu, Arya. Karena memang Sekar tidak pernah juga menceritakan hal itu kepada kami, sampai akhirnya kami mengetahui sendiri saat memergoki Sekar tengah bersama para pembantu istana mencuci pakaian. Saat itulah Sekar menangis dan memohon agar kami juga tidak menceritakan perlakukan buruk Ibu tirinya itu kepada Prabu Swarna Dipa,” tutur Wayan Bima.
“Benar Arya, meskipun kami tidak tahu penyebab Sekar tidak ingin kami melaporkan itu pada Prabu karena diancam. Kami pikir karena Sekar tak ingin ribut-ribut saja makanya kami turuti permintaannya, setelah Prabu Swarna Dipa wafat dan kami membawanya ke desa ini barulah Sekar menceritakan semuanya termasuk ancaman dari Ibu tirinya itu,” tambah Bi Lasmi.
“Keserakahan dan kejahatan tidak hanya terjadi di Negeri Nusantara ini saja, tapi juga di Negeri Peri dan Negeri Di Atas Awan yang pernah aku singgahi. Benar-benar manusia selalu tak pernah puas atas apa yang telah ia peroleh, mereka juga bahkan tidak pernah bersyukur pada Sang Pencipta,” tutur Arya.
“Ya, terlebih terlebih berkaitan dengan kekuasaan dalam sebuah Kerajaan. Hanya sedikit Raja-raja yang arif dan bijaksana dalam memimpin rakyatnya, kebanyakan dari mereka hanya memikirkan diri sendiri dan kesejahteraan istana Kerajaan saja,” ujar Wayan Bima.
Sekar awalnya merasa enggan untuk menceritakan lebih lengkap tentang kejadian yang ia alami di istana Kerajaan Dharma, tapi setelah ia pikir-pikir lagi dan menimbang akan adanya sosok pemuda yang begitu serius ingin membantunya dan seluruh warga desa-desa di kawasan Pulau Dewata itu, ia pun kembali buka suara.
“Mas Arya, sebenarnya aku enggan untuk bercerita selengkapnya dengan semua peristiwa yang aku alami sewaktu di istana Kerajaan sebelum Ayahanda tewas dan kepemimpinan di ambil alih Saka Galuh. Karena hal itu membuat hatiku sedih, tapi karena Mas nampaknya sangat serius akan membantu kami, baiklah aku akan menceritakannya sekarang. Paman Wayan dan Bi Lasmi tak keberatan kan jika aku menceritakan semuanya?” ujar Sekar sembari bertanya meminta persetujuan pada Paman dan Bibi angkatnya itu terlebih dahulu .
“Tentu saja Paman dan Bibimu tidak akan keberatan Sekar, kami malah senang jika kamu mau menceritakan semua itu,” jawab Wayan Bima, Lasmi pun tampak anggukan kepalanya menyetujui.
“Hemmm, aku rasa itu akan lebih baik Sekar karena dipendam justru akan membuat hatimu akan selalu dirundung kesedihan yang mendalam,” tambah Arya tersenyum dan telah siap mendengar cerita secara detailnya dari putri mendiang Prabu Swarna Dipa itu.
Beberapa tahun yang lalu…………
Setelah permaisuri Raja Kerajaan Dharma meninggal dunia akibat sakit yang tak kunjung sembuh selama berbulan-bulan lamanya, Sekar gadis kecil seperti kehilangan salah satu tempat bergantung dan bersandar saat ia tergamang.
Prabu Swarna Dipa juga sangat sedih dan kehilangan, beberapa hari dia tampak murung dan suka menyendiri. Gadis kecil seperti Sekar tentu saja belum bisa memahami keadaan itu, dia hanya tahu jika Ibundanya telah berpulang dan pada saat itulah Lasmi dengan sepenuh hati dan kasih sayang mengasuh Raden Ayu Putri Sang Prabu.
Beberapa bulan kemudian setelah mempertimbangkan semuanya, Prabu Swarna Dipa memutuskan untuk menikah kembali dengan seorang gadis bernama Dwinta. Sang Prabu berharap Dwinta dapat berperan menjadi Ibu yang baik bagi Sekar, di samping tuntutan menjadi seorang Raja haruslah memiliki permaisuri.
Dwinta memang memperlakukan Sekar kecil dengan baik layaknya putri kandung sendiri, akan tetapi itu semua ia tunjukan hanya di depan Sang Prabu. Sementara di belakang Prabu Swarna Dipa terlebih Raja Kerajaan Dharma itu berpergian ke luar istana, Sekar tak pernah ia acuhkan.
Dari pernikahan Sang Prabu dengan Dwinta lahirlah seorang putra mahkota yang diberi nama Saka Galuh, sejak itu nyaris tak ada sedikitpun perhatian Dwinta pada Sekar. Justru perlakukannya sangat tidak sepantasnya dilakukan seorang Ibu, Dwinta sengaja menyetarakan Sekar yang telah tumbuh menjadi gadis remaja itu dengan pembantu dan pelayan istana.
Selama Sang Prabu meninggalkan istana karena berbagai keperluan ataupun urusan penting, Sekar remaja kerap di siksa dengan melakukan pekerjaan yang seharusnya di lakukan oleh pembantu atau pelayan istana Kerajaan Dharma itu.
Saka Galuh yang telah tumbuh menjadi pemuda remaja, siang itu dipanggil Sang Prabu untuk menghadap di sebuah ruangan yang di sana juga ada Dwinta Ibu kandungnya.
“Ayahanda memanggilku?”
“Benar putraku duduklah, Ayahanda ingin bicara,” Sang Prabu mempersilahkan Saka Galuh duduk.
“Ada apa Ayahanda?”
“Ayahanda menginginkan kamu untuk berguru pada sahabat Ayahanda di Pulau Madura, ia seorang Kiai pemilik sebuah pemondokan. Beliau memiliki keahlian bela diri dan ilmu kanuragan yang mempuni di samping ilmu agama yang ia ajarkan di pemondokan itu,” tutur Prabu Swarna Dipa.
“Berguru?”
Cukup lama mereka bercakap-cakap di ruangan istana itu, hingga akhirnya Intan Kasturi dipersilahkan untuk beristirahat di salah satu kamar yang memang di khususkan bagi tamu kehormatan Kesultanan Demak.Sementara di istana Kerajaan Mandalu, Arya, Bidadari Selendang Biru serta Dewa Pengemis yang belum mengantuk dan ingin beristirahat tampak duduk di bagian samping istana yang di sana terdapat ruang terbuka yang di depannya ada kolam ikan serta tumbuhan-tumbuhan hias.Agaknya tempat itu berupa taman yang kerap dimanfaatkan bagi petinggi istana termasuk juga Sang Raja berserta keluarganya untuk bersantai, tempat itu sangat nyaman hingga Arya, Bidadari Selendang Biru dan Dewa Pengemis betah berlama-lama duduk di sana.“Sudah tiga hari lebih kita di sini Arya, apa rencanamu selanjutnya?” tanya Bidadari Selendang Biru sembari arahkan pandangan ke depan ke arah kolam.“Saya belum tahu, kita tunggu kabar dari Satrio Mandalu yang memerintahkan utusannya untuk datang ke Kerajaan-kerajaan wilaya
Keterangan yang didapatkan dari dua orang wanita warganya itu hanya sebatas ciri-ciri mereka saja, berupa berpakaian merah dan berbaju coklat. Dan kedua wanita itu juga mengatakan jika dua orang pria yang memperkosa mereka bukanlah pria dari warga desa, melainkan orang yang datang dari luar desa itu.Pihak Kerajaan Pajajaran telah mengirim sejumlah prajuritnya untuk menyisir kawasan desa tempat dua orang wanita di perkosa di hutan kecil, hingga sore itu semua kawasan telah mereka lalui tapi tak kunjung menemui dua orang pria pelaku pemerkosaan itu.Dengan tidak menemukan kedua pria itu tidak lantas para prajurit yang diutus langsung kembali ke istana, mereka untuk sementara waktu berada di pemukiman desa sekaligus bermalam di sana. Besok pagi mereka kembali akan menyisir kawasan desa itu, jika nanti tak jua menemukan dua pria yang mereka cari barulah para prajurit akan kembali ke istana memberi laporan.Belum lagi tengah hari saat mencari di hari kedua, sejumlah prajurit yang baru kem
“Itu sudah pasti Guru, mereka pasti sekarang mencari kita di kawasan hutan sana. Ha.. ha.. ha..! Dasar warga desa bodoh..!” ujar Pangeran Durjana sama sekali tak menyesal dengan yang ia lakukan bersama Gurunya itu tadi siang, justru dia senang dan merasa bangga.“Tapi kita besok pagi harus pergi dari kawasan hutan ini, mereka pasti akan mencari kita hingga ke sini.”“Tentu Guru, dari sini kita akan menuju ke arah utara sana. Di sana juga banyak desa-desa, dan kita hanya mencari 2 orang wanita lagi di kawasan barat ini,” ujar Pangeran Durjana, Setan Tanduk Neraka hanya mengangguk saja.Sementara di desa yang berada di sebelah barat hutan itu, para warga sebagian dikerahkan ke hutan kecil mencari dua orang pria yang telah memperkosa dua wanita warga desa mereka. Sebagian lagi berjaga-jaga di sekeliling desa, mereka benar-benar terkejut dan merasa terpukul akan kejadian tadi siang.Selama ini kawasan desa mereka aman-aman saja, dengan kejadian tadi siang tentu bukan hanya warga desa itu
“Jangan takut manis, kami berdua tidak akan menyakiti kalian,” ujar pria berpakaian merah seraya mencolek dagu salah seorang dari beberapa wanita yang sedang ketakutan itu.“Benar kami hanya ingin mengajak kalian untuk bersenang-senang, kalian mau kan? He.. he.. he..!” tambah pria berbaju coklat sembari tertawa.“Jangan Tuan..! Kami ingin pulang,” salah seorang dari para wanita itu memohon.“Tidak akan lama, hanya sebentar saja,” pria berpakaian merah membujuk, semua wanita itu menggelengkan kepala.Melihat hal itu pria berbaju coklat memberi isyarat pada temannya untuk segera berbuat sesuatu, pria berpakaian merah itu pun mengerti dan langsung menangkap salah seorang dari mereka, begitu pula dengan pria berbaju coklat menarik salah satu dari beberapa wanita itu.“Tolong...! Tolong...!” teriak dua orang wanita yang saat itu ditarik paksa oleh pria berpakaian merah dan coklat, begitu pula dengan para wanita lainnya.“Jika kalian teriak lagi akan kami bunuh mereka...!” gertak pria berpa
“Pangeran Durjana memang sosok yang kurang ajar dan selalu membuat keonaran di mana-mana, makanya kami datang ingin bertanya banyak tentangnya kepada Baginda yang tentu saja sangat mengenalnya,” tutur Arya.“Ya, saya tentu saja sangat mengenalnya karena Kerajaan ini di bawah kendalinya. Saya dan seluruh prajurit Kerajaan tak berdaya saat dia dan pasukannya menyerang secara tiba-tiba beberapa tahun yang lalu, memang dia tak mengambil alih tahta Kerajaan Mandalu ini tapi saya merasa sama saja karena saya dan seluruh rakyat Kerajaan Mandalu tersiksa dengan upeti yang sangat tinggi yang harus kami bayar setiap bulannya,” Satrio Mandalu hentikan sejenak ceritanya sambil menarik napas dalam-dalam.“Pangeran Durjana memiliki pasukan yang sangat besar saat ini mencapai 2.000 orang, dan dia juga memiliki sebuah padepokan yang besar setara dengan istana Kerajaan besar di Pulau Jawa ini. Padepokan itu bernama Padepokan Neraka yang bertempat tidak jauh dari Gunung Merapi tepat di sebelah timur le
“Maafkan saya yang mulia, saya datang menghadap karena hendak menyampaikan sesuatu,” ucap penjaga itu setelah sebelumnya memberi sembah hormat.“Oh, silahkan penjaga apa yang hendak kau sampaikan,” ujar Sang Raja yang bernama Satrio Mandalu itu.“Di depan ada tiga orang ingin bertemu dengan yang mulia, mereka mengatakan dari istana Kerajaan Demak.”“Hah? Ada utusan dari Kanjeng Sultan Demak? Kenapa tidak dipersilahkan saja masuk?”“Maaf yang mulia, kami tentunya harus memberi laporan terlebih dahulu seperti yang mulia perintahkan,” jawab penjaga itu.“Hemmm, ya sekarang kau bawa mereka masuk menghadap saya di sini.”“Baik yang mulia,” penjaga itu memberi sembah hormat lalu meninggalkan ruangan itu.Beberapa saat kemudian penjaga itu datang kembali beserta ketiga orang yang mengaku dari istana Kerajaan Demak, setelah mengantar ketiga tamu itu penjaga itupun kembali ke depan pintu gerbang.“Sebuah kehormatan atas kedatangan kalian bertiga yang merupakan utusan dari Kanjeng Sultan Demak,