Gumpalan angin puting beliung yang menggulung tubuh Arya Mandu di Negeri Di Atas Awan, menghempaskannya kembali ke Negeri Nusantara. Tanah Jawa saat itu tengah dilanda kemelut yang semakin hari kian menguatirkan, karena Pangeran Durjana berhasil bersekutu dengan para tokoh golongan hitam untuk menguasai Pulau Jawa. Dengan kembalinya Arya Mandu Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas, tentu melahirkan harapan bagi seluruh penghuni Tanah Jawa akan hidup tentram seperti dulu sebelum Arya lenyap secara misterius dan terdampar di Negeri Di Atas Awan. Mampukah Arya memerangi segala bentuk kejahatan dan kekejian dari Pangeran Durjana? Atau sebaliknya Arya menemui ajal di tangan Pangeran Durjana yang diketahui sebagai murid Sura Brambang pembunuh Ayahandanya?
View MoreLangit pagi itu tampak cerah, nyaris tak terlihat setitik awan pun yang menutupi kebiruan langit di sebuah kawasan pantai. Para nelayan tengah asyik-asyiknya menangkap ikan di tengah lautan, tiba-tiba saja terdengar suara bergemuruh disertai munculnya gumpalan angin puting beliung yang diiringi kilatan petir.
Para nelayan yang tadi tengah asyik melaut menangkap ikan terlihat panik, begitu pula dengan para penduduk yang berada di sekitaran pantai itu mereka berhamburan ke luar rumah. Pusaran angin itu seperti menyedot air laut yang dilewatinya, Anehnya meskipun pusaran angin itu sempat melewati permukaan lautan, namun tak ada sedikitpun berdampak membuat lautan itu meluap seperti munculnya gelombang tinggi.
Permukaan laut tetap tenang, hanya di bagian yang dilewati pusaran angin puting beliung itu saja yang menimbulkan riak dan gelombang-gelombang kecil. Di dalam pusaran angin puting beliung itu bukannya air laut yang tersedot dari bawah naik ke atas, melainkan sosok pemuda berpakaian putih yang tubuhnya berputar-putar seiring gerakan memutar angin puting beliung itu.
Melihat dahsyatnya putaran angin puting beliung yang luar biasa besar itu, agaknya pemuda yang digulung tidak akan selamat. Saat pusaran angin merapat ke bibir pantai barulah terlihat jelas dampak angin puting beliung dahsyat itu seperti mengeruk pasir-pasir di tepian pantai lalu menebarkannya di udara, para warga yang berada di pemukiman tidak jauh dari kawasan pantai itu terkejut saat mendengar deruan angin kencang dan atap rumah mereka di terpa hujan pasir.
Mereka segera berhamburan ke luar menyebar ke sagala arah menyelamatkan diri, tak beberapa lama keanehan lainpun tampak karena secara tiba-tiba saja gumpalan angin puting beliung yang menghitam itu lenyap hanya meninggalkan jejak sapuan pasir di tepian pantai tidak sampai mengenai rumah warga di sana.
Di titik pusaran angin puting beliung itu menghilang secara misteri, tampak se sosok pemuda berpakaian putih berambut gondrong memakai ikat kepala berwarna putih, di punggungnya tersandang sebilah pedang yang di ujung gagangnya terlihat ada ukiran menyerupai kepala seekor burung rajawali.
Posisi tubuh pemuda itu tertelungkup, beberapa detik dia nampak menggerakan kepalanya, ia berusaha membuka kedua matanya akan tetapi pandangannya tidak jelas dan seperti berputar-putar, Hingga tubuhnya yang tadi berhasil merangkak kembali jatuh tersungkur tertelungkup di pasir tepian pantai itu.
Jika manusia biasa yang tak memiliki kemampuan apa-apa, sudah dapat ditebak tidak akan selamat digulung segitu dahsyatnya pusaran angin puting beliung itu. Akan tetapi pemuda berpakaian putih itu hanya pingsan, siapa sebenarnya dia? Dan kenapa pula tubuhnya sampai berada di dalam pusaran angin puting beliung itu?
Sosok tubuh pemuda berpakaian putih yang tertelungkup di titik menghilangnya pusaran angin puting beliung itu di temukan oleh seorang pria berumur sekitar 45 tahunan, setelah memeriksa denyut nadi pemuda itu yang ternyata masih hidup, pria nelayan itu pun membopong tubuh pemuda berpakaian putih ke rumahnya yang tak jauh dari titik lenyapnya pusaran angin puting beliung yang dashyat itu.
Setibanya di depan rumah tepatnya di sebuah pendopo tubuh pemuda berpakaian putih itu dibaringkan, kemudian pria nelayan yang di bantu istri dan seorang keponakannya membantu agar pemuda itu siuman dari pingsannya. Pria nelayan menepis-nepis pasir yang melumuri pakaian bagian dada hingga kaki pemuda itu, sementara keponakannya melap wajah pemuda berpakaian putih itu yang mengeluarkan keringat.
“Uhuk..! Uhuk..!”
Terdengar suara batuk yang ke luar dari mulut pemuda berpakaian putih itu, perlahan kedua matanya pun terbuka, Pemuda berambut gondrong berpakaian putih itu perlahan pula berusaha bangkit duduk, kedua matanya ia arahkan lurus ke depan. Meskipun masih tampak samar-samar, namun pandangannya tidak seperti di awal tubuhnya terdampar di tepi pantai tadi.
Begitu penglihatannya sudah cukup jelas, dia baru menyadari jika ada satu orang pria dan dua orang wanita yang berada di samping kanan dan kirinya juga duduk di situ.
Pemuda berpakaian putih itu terkejut dan panik dengan keberadaannya di pendopo rumah itu melihat tiga orang yang tak ia kenali itu.
Beberapa kali pemuda berambut gondrong itu menepik-nepik kepalanya sendiri karena masih terasa sedikit pusing, ia bingung kenapa tiba-tiba saja tubuhnya berada di pendopo rumah itu terakhir ia menyadari berada dalam pusaran angin puting beliung dan terdampar di tempat yang saat itu tak dapat ia lihat dengan jelas.
Namun setelah saling mengenal dan bertanya, akhirnya mereka sama-sama mengerti apa yang baru saja terjadi. Pemuda berpakaian putih itu tidak lain adalah Arya Mandu Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas, sementara tiga orang lainnya yang berada di pendopo yang menolong Arya siuman itu yang pria bernama Wayan Bima sedang dua orang wanita bernama Lasmi dan Sekar.
Arya sangat senang ketika menyadari bahwa dirinya saat ini tidak lagi berada di Negeri Di Atas Awan, melainkan di Negeri Nusantara tepatnya di Desa Kuta di Pulau Dewata setelah dibawa dan digulung pusaran angin puting beliung itu. Melihat kondisi Arya yang masih terlihat pucat dan lemas, Wayan Bima dan keluarganya meminta sang pendekar untuk beristirahat di rumah itu karena sebentar lagi malam akan datang.
Arya menyetujuinya dan dia pun bersedia diajak bertemu dengan kepala Desa Kuta guna melaporkan keberadaannya di desa itu, dan memang begitulah ketentuan di sana setiap ada tamu yang datang menginap harus melapor dulu.
Pada saat bertemu dengan kepala Desa Kuta yang bernama Wijaksa itulah diketahui kalau kehidupan masyarakat desa di sana dan desa-desa lainnya di seluruh kawasan Pulau Dewata itu tertekan dan tertindas, oleh pihak istana Kerajaan yang berkuasa di pulau itu.
Wijaksa menceritakan kalau keluarga Wayan Bima adalah mantan penghuni istana Kerajaan yang tengah berkuasa itu, Kerajaan itu bernama Kerajaan Dharma yang saat ini di pimpin oleh Saka Galuh putra mahkota mendiang raja sebelumnya yang bernama Prabu Swarna Dipa.
Saat kepemimpinan Saka Galuh itulah rakyatnya dibuat menderita, dengan ketentuan upeti yang sangat besar yang harus dibayar setiap bulannya oleh para warga desa, jika tidak dibayar tepat waktu maka pihak istana Kerajaan tidak segan-segan untuk memberi hukuman berat dan menyiksa para warga itu.
“Parjurit di depan mengatakan jika Kisanak bertiga ini merupakan sahabat Kanjeng Sultan Demak, benarkah demikian?” tanya Sowan Broto kepala Desa Rowo itu saat menerima kedatangan dan mengajak mereka masuk ke rumah tepatnya di ruangan tamu.“Benar Mas, Saya Arya, ini Bidadari Selendang Biru dan ini Dewa Pengemis.”“Perkenalkan juga nama Saya Sowan Broto dan saya sebagai kepala desa di sini,” mereka saling berjabatan tangan.“Benarkah di desa ini telah terjadi tindakan pemerkosaan oleh dua orang pria yang tak dikenal Mas Sowan?”“Benar Arya, makanya kami langsung memberi laporan pada Kanjeng Sultan di istana mengenai hal itu. Dan beliau mengirimkan sejumlah prajurit istana ke sini,” jawab Sowan Broto.“Lalu di mana sosok perempuan tua yang juga datang bersama prajurit ke desa ini?”“Oh, Nyi Intan yang Arya maksudkan?” Arya hanya mengangguk.“Beliau dan Panglima serta sejumlah prajurit bergerak ke arah utara setelah menyisir kawasan desa ini tak menemukan dua orang pria yang telah melaku
Setelah puas melakukan aksinya menggagahi kedua wanita itu secara bergiliran, Pangeran Durjana dan Setan Tanduk Neraka segera meninggalkan desa itu. Jika para wanita yang telah menjadi korban kebiadaban mereka selalu melaporkan pada suami atau warga yang lain, tidak demikian dengan dua orang wanita yang baru saja digagahi itu.Tak diketahui alasannya kenapa mereka hanya diam saja setelah diperlakukan seperti binatang itu, mungkin karena merasa ketakukan akan ancaman Pangeran Durjana dan Gurunya tadi, atau juga tak mau bicara karena malu sebab itu merupakan aib keluarga mereka jika diceritakan dan diketahui orang lain.Yang pasti setelah kedua wanita itu dapat bangkit berdiri dan membenahi pakaian, mereka pun menuju rumah masing-masing dan ikut beristirahat siang bersama anak-anak.“Tinggal satu wanita lagi di kawasan tengah ini yang musti kita gagahi Guru, setelah itu kita akan kembali ke kawasan timur.”“Benar bocah bejad..! Di kawasan timur nanti tentunya tidak akan sesulit ini kita
Rontaan dan pekik minta tolong dari sepasang petani itu tidak mereka hiraukan, justru hal itu makin menambah semangat kedua pria itu melakukan perbuatan bejad mereka. Setelah puas menggagahi wanita petani itu ditinggalkan begitu saja, kedua pria bejad itu pun pergi dengan tawa terbahak-bahak dan menghilang di balik semak-semak dan pepohonan kecil di kawasan itu.Beberapa saat kemudian wanita petani berusaha bangkit sambil membenahi pakaiannya terlebih dahulu, sambil menangis ia berdiri dan berjalan gontai ke arah suaminya yang terikat di batang pohon. Dengan sisa tenaganya wanita itu pun berusaha melepaskan tali dari akar-akaran yang mengikat kedua tangan suaminya, setelah tali terlepas wanita itu jatuh pingsan.Tak terbayangkan betapa pilunya hati pria petani di depan matanya istrinya itu digagahi secara bergiliran oleh dua orang pria yang tak ia kenal, ia lalu memeluk tubuh istrinya yang saat itu terkulai lemas, terdengar kembali teriakan pilu minta pertolongan dari sang suami.Kedu
“Ha.. ha.. ha..! Ya benar, kenapa? Kau terkejut saya bisa kenal dan berteman dengannya?”“Tidak begitu Kangmas, terakhir saya bertemu dengannya saat Adipati Gadra gagal melakukan pemberontakan ke istana Kerajaan Kediri. Saat itulah Arya muncul membongkar kebusukan seorang Welung Pati yang telah menghasut Adipati Gadra untuk memberontak,” jelas Dewa Penangis.“Bukankah saat itu kau bersamanya? Kenapa tidak kau cegah Adipati Gadra itu untuk tidak mempercayai Welung Pati?” Dewa Pesing terlihat agak gusar.“Saya sama sekali tidak tahu jika keinginan keras Adipati Gadra untuk memberontak ke istana Kediri dikarenakan hasutan dari Welung Pati, setahu saya Adipati Gadra mengatakan jika Ayahandanya adalah raja sebelum Sang Prabu Jayabaya memimpin Kerajaan Kediri itu, dan Sang Prabu itulah yang telah membunuh Ayahnya demi merebut tahta Kerajaan,” tutur Dewa Penangis.“Seorang Dewa Penangis bisa tidak mengetahui jika semua itu adalah fitnahan belaka? Apakah itu disebabkan karena kau kebanyakan m
Cukup lama mereka bercakap-cakap di ruangan istana itu, hingga akhirnya Intan Kasturi dipersilahkan untuk beristirahat di salah satu kamar yang memang di khususkan bagi tamu kehormatan Kesultanan Demak.Sementara di istana Kerajaan Mandalu, Arya, Bidadari Selendang Biru serta Dewa Pengemis yang belum mengantuk dan ingin beristirahat tampak duduk di bagian samping istana yang di sana terdapat ruang terbuka yang di depannya ada kolam ikan serta tumbuhan-tumbuhan hias.Agaknya tempat itu berupa taman yang kerap dimanfaatkan bagi petinggi istana termasuk juga Sang Raja berserta keluarganya untuk bersantai, tempat itu sangat nyaman hingga Arya, Bidadari Selendang Biru dan Dewa Pengemis betah berlama-lama duduk di sana.“Sudah tiga hari lebih kita di sini Arya, apa rencanamu selanjutnya?” tanya Bidadari Selendang Biru sembari arahkan pandangan ke depan ke arah kolam.“Saya belum tahu, kita tunggu kabar dari Satrio Mandalu yang memerintahkan utusannya untuk datang ke Kerajaan-kerajaan wilaya
Keterangan yang didapatkan dari dua orang wanita warganya itu hanya sebatas ciri-ciri mereka saja, berupa berpakaian merah dan berbaju coklat. Dan kedua wanita itu juga mengatakan jika dua orang pria yang memperkosa mereka bukanlah pria dari warga desa, melainkan orang yang datang dari luar desa itu.Pihak Kerajaan Pajajaran telah mengirim sejumlah prajuritnya untuk menyisir kawasan desa tempat dua orang wanita di perkosa di hutan kecil, hingga sore itu semua kawasan telah mereka lalui tapi tak kunjung menemui dua orang pria pelaku pemerkosaan itu.Dengan tidak menemukan kedua pria itu tidak lantas para prajurit yang diutus langsung kembali ke istana, mereka untuk sementara waktu berada di pemukiman desa sekaligus bermalam di sana. Besok pagi mereka kembali akan menyisir kawasan desa itu, jika nanti tak jua menemukan dua pria yang mereka cari barulah para prajurit akan kembali ke istana memberi laporan.Belum lagi tengah hari saat mencari di hari kedua, sejumlah prajurit yang baru kem
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments