Hari mulai sore, angin berhembus kencang dari utara. Suara raungan puluhan monster terdengar silih berganti membuat pulau yang sangat luas ini terkesan mengerikan. Pertarungan para monster terus terjadi hampir setiap hari, dengan alasan berebut wilayah atau hanya karena berebut makanan.
Ada sesuatu yang menarik di bagian utara pulau ini. Di area pantai sebelah utara itu ada seorang manusia yang sepertinya baru saja terdampar. Tampaknya itu adalah seorang anak laki-laki yang kira-kira berumur dua belas tahun. Wajahnya menyiratkan kesedihan, dia terbaring tepat di pinggir pantai bersama dengan perahu nya yang sudah hancur.
Kondisinya sangat menghawatirkan, pakaiannya compang camping serta dalam kondisi basah karena air laut. Anak laki-laki itu juga sepertinya sudah tidak bisa bergerak dari posisinya saat ini, selain penampilannya yang sangat menghawatirkan dia juga sedang menahan rasa sakit di bagian dalam tubuhnya.
"Berisik sekali! suara monster terdengar dari mana-mana. Tapi, itu lebih baik dari pada aku harus mendengar ucapan manusia yang selalu menyakitkan," ucap anak laki-laki itu. Suaranya terdengar lirih dan dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Beberapa saat setelah anak laki-laki itu selesai berucap, tubuhnya pun terbujur kaku serta nafasnya berhenti. Ekspresi damai tergurat di wajahnya. Matanya terpejam, seolah seperti sedang tenggelam dalam mimpi.
***
"Arrghhhhharrrghhh aaaarggghhhh aarrrrgggghhhhh."
Keesokan paginya sesuatu yang aneh terjadi, anak laki-laki yang harusnya kemarin sudah mati dengan posisi terbaring itu tiba-tiba membuka matanya dan berteriak. Kedua tangannya terus memegangi kepalanya seolah-olah dia sedang merasakan sakit kepala yang sangat hebat.
Tetapi, teriakannya itu tak berlangsung terlalu lama, perlahan suara teriakan yang dia keluarkan mulai menghilang. Dan secara mengejutkan anak laki-laki itu pun merubah posisi tubuhnya yang sedari awal terbaring menjadi posisi duduk bersila. Dari raut wajahnya seolah-olah kini dia sedang berkonsentrasi, matanya terpejam dan sihir hitam mulai berkumpul di sekitar tubuhnya.
Para monster berukuran kecil yang berada di area pantai tidak ada yang mendekat dan melukai anak laki-laki itu, mereka hanya mengamatinya dari balik pepohonan yang tak jauh dari area pantai. Waktu berlalu agak lama setelah anak laki-laki itu mulai duduk bersila. Namun, beberapa monster masih tetap sabar mengamati.
Waktu pun terus berlalu, sekarang matahari sudah berada persis di tengah langit menandakan sudah siang hari. Aura sihir hitam yang berada di sekitar tubuh anak laki-laki tersebut kini mulai berangsur-angsur menghilang.
"Huuuuftt selesai juga.'' Anak laki laki itu kini mulai membuka matanya. Sorot matanya kini sangat tajam seakan dia adalah orang yang berbeda dari hari kemarin.
"Jadi aku bereinkarnasi, dan ini sudah 2000 tahun setelah kematianku. Setidaknya itulah yang aku ketahui dari ingatan pemilik tubuh ini bahwa perang melawan ras iblis terjadi 2000 tahun lalu. Sungguh kematian yang menyakitkan untukku dibunuh oleh 4 orang yang pernah kuanggap sebagai teman dan juga aliansi yang pernah kubela."
"Haaah setelah 2000 tahun kepada siapa aku harus membalas dendam? Kemungkinan besar semua orang itu sekarang sudah jadi tengkorak, hanya Myra yang merupakan seorang elf yang kemungkinan masih hidup."
Perasaan bimbang kini dirasakan oleh Allein yang merupakan seorang manusia yang hidup kembali setelah mati 2000 tahun lalu. Bagaimana caranya dia harus membalaskan dendamnya terhadap semua yang telah menimpa dirinya 2000 tahun lalu. Kemungkinan ke 3 sahabatnya yang sangat dia rindukan pun juga kini pasti sudah lama mati. Lalu kepada siapa dia harus meminta maaf?
Masih dalam posisi duduk bersila, Allein terus memikirkan apa yang harus dia lakukan. Tujuan seperti apa yang akan ia capai dalam kehidupan ini serta untuk apa dia hidup kali ini. Dia tidak memikirkan terlalu dalam hal-hal yang terjadi 2000 tahun lalu karena hal itu hanya akan terus membuat hatinya semakin sakit. Sebaliknya dia terus tenggelam dalam lamunannya tentang tujuan hidupnya kali ini.
"Hmm tunggu-tunggu, jika menurut ingatan pemilik tubuh ini..." ucap Allein sambil menghela nafas panjang.
Allein mulai mengingat kembali garis besar ingatan dari kehidupan anak laki-laki pemilik tubuhnya tersebut. Sebuah ingatan yang tiba-tiba masuk kedalam kepalanya pagi hari tadi dan menyebabkannya harus merasakan sakit kepala yang hebat.
Pemilik tubuh tersebut adalah Allein Springtopia seorang anak laki-laki yang merupakan pangeran keempat dari kerajaan Springtopia. Menurut ingatan itu, kerajaan Springtopia merupakan kerajaan manusia yang berada di sebelah timur Benua Skoupidia. Kerajaan itu cukup besar dan termasuk kerajaan yang sangat makmur, setidaknya itulah menurut sudut pandang pemilik tubuh tersebut.
Sebenarnya tak banyak informasi yang ada dalam ingatan Allein Springtopia, sebagian besar ingatan tersebut hanya berisi kenangan tidak mengenakan di dalam istana. Bagaimanapun dia hanyalah bocah berumur dua belas tahun yang masih polos. Ketika dia mulai menginjak umur sepuluh tahun pun dia mulai mengurung diri di dalam kamarnya.
Meskipun Allein Springtopia tinggal di istana yang besar kehidupannya sangat menderita. Dia tidak melakukan kesalahan apapun. Hanya saja pada saat usia sepuluh tahun tubuhnya memiliki kelainan, dia tidak bisa mengumpulkan mana dalam tubuhnya dan terdeteksi tidak akan bisa menjadi penyihir atau pun menjadi kelas petarung lainnya.
Seluruh keluarganya pun menganggapnya sebagai manusia tidak berguna. Semua kerabatnya juga mencemooh, tak jarang dia sampai menderita kekerasan fisik juga. Tidak ada yang menginginkannya, ayah dan ibunya bahkan tidak pernah bicara lagi padanya setelah dinyatakan bahwa tubuhnya memiliki kelainan. Bahkan, untuk sekedar memandang wajahnya pun kedua orang tuanya itu terlihat jijik. Hanya kakak perempuannya yang agak baik padanya, selalu menyapa ketika mereka berdua bertatap muka dan sesekali mau mengobrol dengannya.
Namun, pada suatu hari Allein Springtopia diserang oleh calon tunangannya dan sepupunya. Mereka berdua menyuntikan energi sihir hitam yang mereka curi dari ruangan alchemist kerajaan ke tubuh Allein Springtopia dengan tujuan untuk menyiksanya.
Sihir hitam memiliki sifat yang berlawanan dengan sihir biasa maupun tubuh seseorang pada umumnya yang bukan penyihir hitam. Jadi akan terasa menyakitkan bila masuk ke dalam tubuh seseorang yang bukan penyihir hitam.
Ada hal aneh yang terjadi ketika kedua orang itu menyuntikan energi sihir hitam, bukannya membuat Allein Springtopia tersiksa energi sihir hitam itu justru diserap habis oleh tubuhnya. Dia tidak merasaan kesakitan saat itu justru dia menyerap sepenuhnya energi sihir hitam yang disuntikan kepadanya.
Tentu saja kejadian itu langsung diketahui keluarga besar kerajaan Springtopia. Allein Springtopia pun langsung dibawa ke hadapan raja. Namun, bukannya sebuah pengakuan yang kini dia dapatkan karena tubuhnya memiliki potensi dan kecocokan untuk bisa menjadi seorang penyihir hitam. Tetapi, kemarahan yang jauh lebih besar kini diarahkan oleh semua anggota keluarga kerajaan kepadanya.
Ada kejadian tak terduga saat itu, kakak perempuan Allein Springtopia justru yang paling marah diantara semua anggota keluarga Springtopia. Kakak perempuan yang selalu baik itu sampai meludahi wajahnya dan memakinya habis-habisan. Mempermalukan Allein Springtopia di hadapan semua keluarga kerajaan dan orang-orang penting yang kebetulan sedang berkumpul di istana saat itu.
Menurut hukum kerajaan Springtopia seharusnya Allein Springtopia dihukum mati di depan umum karena jelas terbukti bahwa dia sudah menjadi calon penyihir hitam. Namun, bila hal itu terjadi nama keluarga kerajaan akan sangat tercoreng, jadi para anggota keluarga kerajaan memutuskan untuk mengusirnya dan mencoretnya secara resmi hari itu juga dari keluarga kerajaan Springtopia. Andai jika publik tahu jika dia adalah penyihir hitam, itu tidak akan menjadi masalah untuk keluarga kerajaan karena sekarang dia bukan lagi anggota keluarga kerajaan.
Setelah diusir jelas hidup nya jadi sangat hancur Allein Springtopia sangat putus asa dengan takdirnya. Tidak ada yang menolongnya sama sekali, tak ada seorang pun yang menginginkannya, pada hari itu juga dia merasa sendirian di dunia ini.
Karena letak istana kerajaan yang tidak jauh dari pantai, akhirnya dia melarikan diri ke arah pantai dan mencuri sebuah perahu untuk kabur ke lautan. Dia pun terombang ambing selama berminggu-minggu di tengah lautan luas sambil menahan rasa sakit ditubuhnya. Rasa sakit itu karena sihir hitam memiliki sifat korosif dan akan terus menyerang tubuh penggunanya jika belum disinkronisasi dengan inti mana milik penggunanya.
Dia sangat kesulitan, dia tidak tahu bagaimana cara penyihir hitam menyinkronisasi sihir hitam dan inti mananya. Lama kelamaan rasa sakit itu semakin menjadi, sihir hitam terus menyerang organ tubuhnya. Dia terus menahan rasa sakitnya itu karena sebuah harapan, dia berharap ada dunia yang lebih baik untuk dirinya di seberang lautan.
"Hmm bahkan nama kita berdua sama, secara tidak langsung takdir kita berdua juga sama yaitu mati karena manusia. Sungguh takdir yang aneh.” Allein menghela nafas panjang.
”Dengan mengingat kembali garis besar kehidupan Allein Springtopia ada beberapa hal yang tidak ku mengerti. Pertama tentang kerajaan Springtopia, sejak kapan kerajaan ini berdiri ?" Allein pun mulai mengerutkan dahinya, karena tidak ada informasi yang jelas mengenai kapan berdirinya kerajaan itu di dalam ingatan Allein Springtopia.
"Yang kedua tentang penyihir hitam, kenapa manusia di era ini sangat membencinya padahal di kehidupanku dulu sihir hitam adalah yang paling kuat, meskipun untuk mengembangkannya cukup sulit."
"Tapi yang terakhir yang paling membuatku muak kenapa manusia di era ini bisa begitu jahatnya memperlakukan sesama mereka seperti ini, padahal dahulu manusia adalah makhluk yang selalu saling melindungi," ekspresi wajah Allein pun sedikit berubah. Dia sangat muak dengan kenyataan hidup yang Allein Springtopia alami.
“Sialan, setidaknya untuk sekarang aku harus mengembalikan kekuatanku seperti dulu. Dikehidupanku sebelumnya aku hanya fokus bertarung, aku baru mengetahui jika ada sebuah pulau penuh dengan monster seperti ini diluar benua Skoupidia. Ini tempat yang cocok untukku meningkatkan kekuatanku lagi,” ucap Allein seraya mencoba untuk menjernihkan pikirannya.
Allein pun kini mulai berdiri, matanya memandang tajam lautan luas yang ada di depannya, matanya terfokus ke satu arah yaitu arah utara, arah tepat dimana benua Skoupidia berada.
"Jika hanya karena masalah kekuatan kalian menjadi makhluk yang sombong, lihat saja akan ku buktikan dengan sihir hitamku, tunggu saja akan kuhancurkan harga diri kalian."
Meskipun matahari belum bersinar terang tapi Allein terlihat cukup bersemangat menunggu Killian di depan penginapan. Selain untuk menunggu Killian, ada alasan lain mengapa dirinya sampai menunggu pagi-pagi sekali seperti ini. Alasannya sederhana, ia ingin sedikit mengamati suasana kota kecil ini di pagi hari. Di hadapannya kini sudah banyak orang-orang yang memulai aktivitasnya. Orang-orang terlihat mulai silih berganti mengangkut gandum dan beberapa tanaman obat, ada juga yang sedang membersihkan kereta bicorn dan memberi makan bicorn. Selain itu, Ada pula beberapa kereta bicorn yang sudah berlalu lalang di hadapannya. Kebanyakan dari mereka adalah manusia, adapun elf dan dwarf jumlahnya bisa di bilang sedikit. Dan kebanyakan dari mereka bukanlah kelas petarung, setidaknya begitulah yang Allein rasakan lewat instingnya. Dengan melihat pemandangan ini, tentu membuat Allein bisa mengambil kesimpulan jika kota kecil ini cukup aman. Waktu pun berlalu, suasana mulai semakin ramai,
Ada banyak orang-orang yang sedang makan atau pun mengobrol di dalam penginapan ini. Allein yang kini sudah masuk penginapan mulai merasa agak canggung. Sudah delapan tahun lamanya ia hidup sendirian di sebuah pulau, meskipun ia pernah berinteraksi dengan beberapa orang sebelum sampai disini, nyatanya ia agak canggung ketika melihat puluhan orang secara sekaligus. “Tuan, apa anda akan menginap disini?” Tiba-tiba seorang wanita elf menyapanya. Sepertinya wanita elf ini adalah salah satu pegawai penginapan. Terlihat dari pakaian maid yang dia kenakan dan Allein juga bisa merasakan lewat instingnya jika wanita elf ini bukanlah seorang kelas petarung. “Ya ... aku akan menginap disini,” jawab Allein. Mendengar hal tersebut, wanita elf itu pun menyuruh Allein untuk pergi ke meja reservasi yang ada di samping kiri ruangan ini. Allein pun segera pergi ke meja tersebut dan di sana ia bertemu dengan seorang pria muda yang terlihat seumuran dengannya. “Tuan, apa yang anda butuhkan?” Pria
Sudah satu hari berlalu sejak Allein meninggalkan rumah pria tua itu. Sedari kemarin ia terus melangkahkan kakinya menyusuri hutan dan bukit. Dedauan demi dedaunan yang berwarna kuning keemasan yang ia lihat selama perjalanan terus memberikannya perasaan nostalgia. Ia tentu sangat familiar dengan wilayah paling barat di Benua Skoupidia ini. Dua ribu tahun lalu ia pernah berpetualang ke wilayah ini bersama dengan ketiga sahabatnya. Namun, ada perbedaan besar dengan dua ribu tahun lalu yaitu tak begitu banyak monster yang ia temui. Memang ada beberapa monster yang sempat menyerangnya, namun jika dibandingkan dengan dua ribu tahun lalu jumlahnya jauh lebih sedikit. Entah apa alasannya, Allein juga tidak mengetahuinya. Segala sesuatu sudah berubah, tak bisa dipungkiri jika para monster pun begitu. Allein kini berhenti sejenak, di depan matanya ada perbukitan yang cukup tinggi. Ia pun kembali melihat peta kerajaan Falltopia pemberian pria tua. “Hmm ... di balik perbukitan ini ada
Hari pun berganti. Matahari hampir berada di tengah-tengah langit yang berwarna biru. Itulah pemandangan yang Allein lihat ketika dia mulai membuka matanya. “Sepertinya ini sudah siang hari,” ucapnya sambil menggosok kedua matanya. Akhir-akhir ini Allein memang memiliki kebiasaan untuk bangun siang hari. Ia pun mulai melihat sekeliling dan sama seperti kemarin suasana disini bisa dibilang sepi. “Bocah, bagaimana tidurmu?” ucap pria tua seraya keluar dari rumah kayu. Nampaknya alasan pria tua itu keluar karena mendengar ucapannya tadi. “Tidurku cukup nyenyak ...,” jawab Allein. Pria tua itu kemudian mendekat ke arahnya sambil memberikan dua buah gulungan yang terbuat dari kulit monster. “Ambillah ... ini adalah surat rekomendasi dan peta kerajaan Falltopia. Untuk surat rekomendasi ini kau jangan memberikannya kepada siapapun selain kepada temanku.” “Baiklah ....” Allein langsung menyimpan gulungan surat rekomendasi itu kedalam salah satu saku bajunya karena memang ukurannya ag
Melihat daging kerang api yang sudah hampir matang, pria tua itu tiba-tiba mengeluarkan sebuah bumbu dari cincin penyimpanan miliknya dan kemudian menaburkannya ke atas daging kerang api. “Apa yang anda taburkan?” tanya Allein yang penasaran melihat tingkah pria tua tersebut. “Ini adalah bumbu rahasia buatanku. Percayalah setelah ditaburi oleh bumbu rahasiaku ini makanan akan jauh lebih enak!” jawab pria tua itu dengan wajah penuh percaya diri. “Jadi begitu ....” Allein sama sekali tak tahu bumbu rahasia apa yang pria tua itu taburkan. Ia pun memilih diam dan tak bertanya lebih lanjut, tetapi ia menjadi sangat penasaran dengan rasa dagi kerang ini ketika sudah matang nanti. Beberapa menit pun berlalu, dan daging kerang itu nampaknya sudah matang. Allein yang sudah sangat lapar pun langsung mencoba memakannya. Ketika daging itu masuk kedalam mulutnya, rasanya diluar dugaan. Rasa daging kerang itu jauh leih enak dibanding dengan daging kerang yang pernah ia makan dua ribu tahun
Satu hari kemudian. “Itu kan?!” Ada sedikit kebahagiaan yang terpancar dari raut wajah Allein. Alasannya sederhana, daratan sudah mulai terlihat dengan kedua matanya. Tanpa menunggu lama, ia pun segera memerintahkan Bran agar berhenti. Ia pun langsung mengeluarkan perahu pemberian Tassia. Perahu pun keluar dari cincin penyimpanan dan kemudian jatuh di atas lautan. Tanpa menunggu waktu lama, Allein langsung melompat dari punggung Bran ke atas perahu tersebut, dan setelah itu ia pun langsung mengembalikan Bran ke dalam bayangannya. Hal ini ia lakukan agar tidak menarik perhatian. Ia merasa akan sedikit merepotkan jika ada seseorang yang melihat undead Wyvern. Ia pun kembali memasukan batu mana ke dalam alat sihir yang ada di perahu. Sebelumnya ia memang mencabut batu mana tersebut saat memutuskan untuk menunggangi Bran. Perahu pun kembali melaju. Pantai semakin terlihat jelas. Allein terus melihat ke arah sana. Dirinya sudah tak sabar ingin segera menginjakan kakinya di pantai