Hari pun berganti. Matahari hampir berada di tengah-tengah langit yang berwarna biru. Itulah pemandangan yang Allein lihat ketika dia mulai membuka matanya. “Sepertinya ini sudah siang hari,” ucapnya sambil menggosok kedua matanya. Akhir-akhir ini Allein memang memiliki kebiasaan untuk bangun siang hari. Ia pun mulai melihat sekeliling dan sama seperti kemarin suasana disini bisa dibilang sepi. “Bocah, bagaimana tidurmu?” ucap pria tua seraya keluar dari rumah kayu. Nampaknya alasan pria tua itu keluar karena mendengar ucapannya tadi. “Tidurku cukup nyenyak ...,” jawab Allein. Pria tua itu kemudian mendekat ke arahnya sambil memberikan dua buah gulungan yang terbuat dari kulit monster. “Ambillah ... ini adalah surat rekomendasi dan peta kerajaan Falltopia. Untuk surat rekomendasi ini kau jangan memberikannya kepada siapapun selain kepada temanku.” “Baiklah ....” Allein langsung menyimpan gulungan surat rekomendasi itu kedalam salah satu saku bajunya karena memang ukurannya ag
Sudah satu hari berlalu sejak Allein meninggalkan rumah pria tua itu. Sedari kemarin ia terus melangkahkan kakinya menyusuri hutan dan bukit. Dedauan demi dedaunan yang berwarna kuning keemasan yang ia lihat selama perjalanan terus memberikannya perasaan nostalgia. Ia tentu sangat familiar dengan wilayah paling barat di Benua Skoupidia ini. Dua ribu tahun lalu ia pernah berpetualang ke wilayah ini bersama dengan ketiga sahabatnya. Namun, ada perbedaan besar dengan dua ribu tahun lalu yaitu tak begitu banyak monster yang ia temui. Memang ada beberapa monster yang sempat menyerangnya, namun jika dibandingkan dengan dua ribu tahun lalu jumlahnya jauh lebih sedikit. Entah apa alasannya, Allein juga tidak mengetahuinya. Segala sesuatu sudah berubah, tak bisa dipungkiri jika para monster pun begitu. Allein kini berhenti sejenak, di depan matanya ada perbukitan yang cukup tinggi. Ia pun kembali melihat peta kerajaan Falltopia pemberian pria tua. “Hmm ... di balik perbukitan ini ada
Ada banyak orang-orang yang sedang makan atau pun mengobrol di dalam penginapan ini. Allein yang kini sudah masuk penginapan mulai merasa agak canggung. Sudah delapan tahun lamanya ia hidup sendirian di sebuah pulau, meskipun ia pernah berinteraksi dengan beberapa orang sebelum sampai disini, nyatanya ia agak canggung ketika melihat puluhan orang secara sekaligus. “Tuan, apa anda akan menginap disini?” Tiba-tiba seorang wanita elf menyapanya. Sepertinya wanita elf ini adalah salah satu pegawai penginapan. Terlihat dari pakaian maid yang dia kenakan dan Allein juga bisa merasakan lewat instingnya jika wanita elf ini bukanlah seorang kelas petarung. “Ya ... aku akan menginap disini,” jawab Allein. Mendengar hal tersebut, wanita elf itu pun menyuruh Allein untuk pergi ke meja reservasi yang ada di samping kiri ruangan ini. Allein pun segera pergi ke meja tersebut dan di sana ia bertemu dengan seorang pria muda yang terlihat seumuran dengannya. “Tuan, apa yang anda butuhkan?” Pria
Meskipun matahari belum bersinar terang tapi Allein terlihat cukup bersemangat menunggu Killian di depan penginapan. Selain untuk menunggu Killian, ada alasan lain mengapa dirinya sampai menunggu pagi-pagi sekali seperti ini. Alasannya sederhana, ia ingin sedikit mengamati suasana kota kecil ini di pagi hari. Di hadapannya kini sudah banyak orang-orang yang memulai aktivitasnya. Orang-orang terlihat mulai silih berganti mengangkut gandum dan beberapa tanaman obat, ada juga yang sedang membersihkan kereta bicorn dan memberi makan bicorn. Selain itu, Ada pula beberapa kereta bicorn yang sudah berlalu lalang di hadapannya. Kebanyakan dari mereka adalah manusia, adapun elf dan dwarf jumlahnya bisa di bilang sedikit. Dan kebanyakan dari mereka bukanlah kelas petarung, setidaknya begitulah yang Allein rasakan lewat instingnya. Dengan melihat pemandangan ini, tentu membuat Allein bisa mengambil kesimpulan jika kota kecil ini cukup aman. Waktu pun berlalu, suasana mulai semakin ramai,
Awan begitu tebal dan gelap menutupi seluruh cahaya matahari yang akan menyinari sebuah wilayah yang tandus. Tanah begitu kering, banyak pepohonan yang mati berjajaran di mana-mana. Kesan menyeramkan sudah jelas akan dirasakan oleh siapa pun yang melihat wilayah ini. Kesan menyeramkan itu pun bertambah dengan adanya ratusan mayat yang berserakan. Darah setiap mayat seolah membasahi tanah yang kering ini. Menyesakkan hidung, bau amisnya mencemari udara. Pertempuran besar baru saja terjadi di sini. Kini puluhan orang sedang berdiri tegak, mengepung seorang pria yang nampak sudah tak berdaya. Empat orang berdiri paling depan sedang memimpin pengepungan ini. Wajah mereka semua nampak lelah. Namun, di dalam hati mereka terselip kepuasan karena sudah berhasil memenangkan pertempuran ini. Pria yang sedang terkepung itu hanya bisa duduk bersandar pada sebuah batu. Dia membalas tatapan dari puluhan orang yang sudah mengepungnya tanpa rasa takut sedikit pun. Ha
Hari mulai sore, angin berhembus kencang dari utara. Suara raungan puluhan monster terdengar silih berganti membuat pulau yang sangat luas ini terkesan mengerikan. Pertarungan para monster terus terjadi hampir setiap hari, dengan alasan berebut wilayah atau hanya karena berebut makanan.Ada sesuatu yang menarik di bagian utara pulau ini. Di area pantai sebelah utara itu ada seorang manusia yang sepertinya baru saja terdampar. Tampaknya itu adalah seorang anak laki-laki yang kira-kira berumur dua belas tahun. Wajahnya menyiratkan kesedihan, dia terbaring tepat di pinggir pantai bersama dengan perahu nya yang sudah hancur.Kondisinya sangat menghawatirkan, pakaiannya compang camping serta dalam kondisi basah karena air laut. Anak laki-laki itu juga sepertinya sudah tidak bisa bergerak dari posisinya saat ini, selain penampilannya yang sangat menghawatirkan dia juga sedang menahan rasa sakit di bagian dalam tubuhnya."Berisik sekali! suara monster terdengar dari ma
Seolah mendapatkan tujuan baru, Allein pun mulai melangkahkan kakinya menuju area dalam pulau. Masuk kedalam hutan yang ditinggali para monster dan meninggalkan pantai yang menjadi saksi kebangkitannya. Dia optimis bisa dengan cepat meningkatkan kekuatannya, mengingat tipe kekuatannya sama seperti di kehidupannya dulu yakni sihir hitam. Allein pernah menjadi penyihir hitam terkuat. Kini dengan pengetahuan dan pengalamannya, dia optimis tak butuh waktu yang lama untuknya meraih kembali puncak kekuatan tertingginya lagi. Allein pun terus berjalan memasuki area hutan ini semakin dalam. Tetapi dalam pikirannya masih banyak pertanyaan mengenai sihir hitam yang mana itu sangat menganggunya dan menyebabkan dia berjalan sambil terus merenung. "Terlalu jahat jika kubilang ini keberuntunganku, karena aku hidup kembali dengan tubuh yang cocok dengan sihir hitam. Allein Springtopia sangat menderita, dia terlalu awam terhadap sihir hitam sehingga dia tidak bisa mengontrol
Rooooarrr roaaaarrr! "Ah sial, berisik sekali monster sialan!'' teriak Allein yang terbangun dari tidurnya dengan wajah yang kusut. Suara para monster di pagi hari ini memang sangat berisik, terlebih lagi suara tersebut terdengar dari berbagai arah seolah sedang bersahutan. Setelah terbangun dengan cara yang tidak nyaman, ekspresi Allein kini langsung tiba-tiba berubah menjadi waspada. Dia menyadari ada monster yang sedang mengawasinya dari balik pohon yang tak jauh dari tempatnya. "Keluarlah!" Allein berseru. "Grrr grrrr." Benar saja kini sesosok ogre hijau tinggi besar muncul dari balik pohon, matanya tajam memandangi Allein seolah-olah makanan untuk sarapannya pagi hari ini. Sebuah pedang yang terbuat dari tulang monster pun tergenggam di tangan kanannya. "Ini akan merepotkan." Setelah melihat ogre hijau itu Allein pun langsung berdiri dan mundur beberapa langkah. Dia sadar ogre tersebut sedang dalam keadaan lapar, menurut pengalama