Hari sudah semakin menjelang siang, matahari yang bersinar itu kini tepat berada di atas kepala Allein. Meskipun ini area hutan dengan pohon yang rindang tapi tetap saja cuaca terasa sangat panas. Tetapi itu tidak menghentikan perjalannya, dia terus berjalan mengabaikan teriknya cahaya matahari.
Setelah menyerap energi kehidupan milik ogre hijau tadi, staminanya bertambah lumayan besar. Allein merasakan dengan jelas perubahan stamina di tubuh barunya itu, sekarang dia juga lebih percaya diri apabila harus berhadapan melawan ogre hijau lagi.
Bruuussh bruuussh!
Tiba-tiba suara terdengar, Allein yang sedang berjalan pun langsung mencari sumber suara tersebut. Tak lama setelah beberapa langkah dia berjalan menuju sumber suara itu, ternyata ada sebuah sungai dangkal yang penuh dengan bebatuan.
Sepertinya beberapa kelinci bertanduk putih sedang meminum air di sungai. Melihat kedatangan Allein sontak saja membuat para kelinci itu waspada. Kini hampir semuanya sedang memandangi Allein.
Allein yang melihat tingkah laku kelinci bertanduk itu tanpa pikir panjang langsung melemparkan pedang tulang yang digenggamnya ke salah satu kelinci.
Sraaattt!
Lemparan Allein tepat mengenai satu kelinci bertanduk. Kelinci bertanduk itu langsung mati dengan pedang tertancap kepalanya. Melihat salah satu dari kawannya mati, kelinci bertanduk yang tersisa pun langsung lari berhamburan.
"Hahaha akhirnya aku bisa makan daging," Seringai Allein penuh kepuasan, karena ini pertama kalinya dia akan makan daging setelah hidup kembali.
Allein pun langsung menguliti kelinci bertanduk itu sampai hanya tersisa dagingnya. Lalu dia menyalakan api menggunakan batu dan beberapa kayu kering yang ada di sekitar nya. Setelah api menyala Allein membakar kelinci tersebut hingga matang.
"Ah ini tidak enak, entah di kehidupanku sekarang atau di kehidupanku sebelumnya kenapa makanan yang kubuat selalu saja tidak enak." Meskipun begitu, Allein tetap memakan daging kelinci tersebut dengan lahap di pinggir sungai. Dia tidak bisa pilih-pilih makanan untuk sekarang. Sambil memakan daging kelinci bertanduk itu matanya memandangi sungai. Dia seolah mendapat ketenangan sejenak.
Hanya dalam waktu beberapa menit daging itu pun sudah habis. Setelah dirasa makanannya sudah habis, Allein pun langsung meminum air dan membasuh wajahnya di sungai. Wajahnya terlihat sangat mirip dengan dirinya ketika berumur 12 tahun. Bentuk wajah yang oval, rambut pendeknya yang lurus semuanya benar-benar terlihat mirip dengan wajahnya dulu, hanya warna rambutnya saja yang berbeda. Dikehidupan sebelumnya rambut Allein berwarna hitam, namun sekarang rambutnya itu berwarna putih keperakan.
“Aku benar-benar seperti melihat wajahku sendiri ketika sedang berumur 12 tahun,” gumam Allein sambil terus melihat wajahnya di pantulan air sungai.
Namun, ketika sedang asyik memandangi wajahnya sendiri, tiba-tiba instingnya mengatakan hal yang berbahaya sedang mendekat. Sontak Allein pun kaget dan segera melihat sekeliling. Namun, tidak ada apapun yang datang.
Bruug bruug!
Tak lama setelah itu suara langkah kaki pun mulai terdengar. Allein mulai waspada, dia sekali lagi mengengok sekeliling. Sekarang dia terkejut dengan apa yang dilihatnya, sesuatu yang besar datang dari sebelah kanan.
"Tidak-tidak, kenapa aku harus bertemu monster tingkat tinggi sekarang." Lewat suara langkah kakinya yang bergema, Allein bisa tahu kalau monster tingkat tinggi berukuran besar menuju ke arahnya. Tak membuang waktu lama dia langsung berlari menjauh ke arah berlawanan dengan menyebrangi sungai yang tidak terlalu dalam didepannya.
Namun, Allein tetap penasaran terhadap monster itu. Dia pun berhenti berlari dan memilih bersembunyi di balik batu besar yang kini ada di depannya. Allein mencoba mengintip dari balik batu besar itu dan melihat ke arah sungai.
Monster itu berukuran sangat besar, kedua tanduknya runcing dan kokoh, serta di tubuhnya cukup penuh dengan duri. Taringnya tajam, serta otot otot jelas terpahat di tubuhnya. Pohon-pohon di belakangnya pun terlihat hancur hanya karena monster itu berjalan.
"Behemoth!" dengan suara pelan Allein menyebutkan nama monster itu.
Seolah menyadari ada yang mengawasinya, Behemoth itu pun langsung menatap tepat ke arah Allein yang sedang mengintip. Allein pun dikagetkan dengan tatapan Behemoth yang tiba-tiba, tanpa pikir panjang dia pun langsung kabur dengan sekuat tenaganya menjauh dari monster itu.
***
Setelah dirasa sudah cukup jauh berlari Allein pun melihat sekeliling, ternyata ada sebuah gua berukuran agak besar di sebelahnya. Dia pun langsung masuk kedalam gua itu dengan terburu buru.
"Haaaahh haaaahh aku beruntung, dengan kekuatanku saat ini jika aku terkena satu serangan dari Behemoth itu kemungkinan aku pasti langsung mati,'' ucap Allein sambil menyeka keringat yang bercucuran di dahinya.
Allein kemudian duduk dan bersandar ke dinding gua. Matanya tetap terus menatap ke luar gua, memastikan Behemoth itu tidak mengikutinya.
Setelah dirasa Behemoth itu tidak mengikutinya, Allein kemudian mengalihkan pandangannya ke dalam gua. Tanpa di duga dia menemukan suatu yang mengejutkan.
"Ini kerangka manusia!"
Sebuah kerangka manusia yang masih memakai armor yang sudah rusak tergeletak tak jauh dari posisi Allein saat ini. Dia pun dengan segera langsung mengecek kerangka tersebut.
Pertama Allein mulai melihat kerusakan pada armor tersebut. Dengan melihat sekilas, dia langsung tahu bahwa manusia tersebut mati karena cakaran monster berukuran besar. Kerusakan pada armor tersebut cukup parah, di bagian dada ada bekas cakaran yang sangat besar dan dalam, tulang bagian dada pada kerangka itu juga hancur.
Tetapi, perhatian Allein justru tertuju pada tulisan kecil tepat di bagian bahu armor tersebut. "Hmmm dibahu nya tertulis pasukan ksatria suci."
"Tunggu, kurasa dalam ingatan Allein Springtopia seorang ksatria suci pernah datang ke istana kerajaan Springtopia dan semua orang sangat menghormatinya saat itu."
Namun, pada saat itu Allein Springtopia dilarang untuk melihat langsung ksatria suci dan hanya bisa berdiam diri di kamarnya. Jadi tak banyak informasi mengenai ksatria suci yang kini bisa Allein gali dari ingatan itu.
"Sepertinya para ksatria suci memiliki kekuatan yang hebat."
Allein kemudian kembali memeriksa bagian lain dari armor tersebut. Tidak banyak yang bisa membuatnya penasaran. Lantas dia pun mencoba memeriksa bagian lain dengan teliti. Perhatiannya pun kini tertuju pada sebuah cincin yang menempel di jari manis kerangka manusia tersebut.
Tak menunggu waktu lama Allein langsung mencabut cincin itu. Dia langsung melihat dan mengamati cincin berwarna perak yang baru saja dicabutnya itu. Ternyata ada sebuah tulisan kecil di cincin tersebut.
"Cincin penyimpanan," Allein membaca nya dengan cukup keras. Seringai kini mulai terpahat di wajahnya. Karena cincin penyimpanan itu ada di dalam ingatan Allein Springtopia. Dalam ingatan tersebut semua orang di istana kerajaan Springtopia menggunakannya untuk menyimpan barang bawaan dan senjata. Sehingga tidak perlu repot menyewa porter untuk membawa barang bawaan dan senjata seperti di kehidupan Allein sebelumnya.
"Menurut ingatan Allein Springtopia, untuk menggunakannya aku hanya perlu mengalirkan sedikit mana."
"Baiklah akan ku coba."
Seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru, Allein dengan antusias langsung memasangkan cincin itu di jari manisnya. Setelah cincin tersebut terpasang, dia pun langsung mengalirkan mananya.
Sebuah pedang dan gulungan surat kini terproyeksi di kepalanya. Dia langsung menyadari bahwa benda-benda itu sekarang berada di dalam cincin penyimpanan. Lantas tanpa pikir panjang dia pun mencoba mengeluarkan semua benda itu.
Traaang!
Sebuah pedang serta gulungan surat langsung jatuh ke tanah di hadapannya.
"Hahaha luar biasa ini praktis sekali!" Allein tertawa bahagia.
Sebenarnya jauh di dalam hatinya, Allein kagum atas penemuan cincin penyimpanan ini. Bagaimana bisa, sebuah buah pedang yang lumayan berat dan sebuah gulungan surat bisa disimpan dalam cincin berukuran kecil. Hal brilian seperti itu bahkan tidak pernah terpikirkan olehnya.
Meskipun matahari belum bersinar terang tapi Allein terlihat cukup bersemangat menunggu Killian di depan penginapan. Selain untuk menunggu Killian, ada alasan lain mengapa dirinya sampai menunggu pagi-pagi sekali seperti ini. Alasannya sederhana, ia ingin sedikit mengamati suasana kota kecil ini di pagi hari. Di hadapannya kini sudah banyak orang-orang yang memulai aktivitasnya. Orang-orang terlihat mulai silih berganti mengangkut gandum dan beberapa tanaman obat, ada juga yang sedang membersihkan kereta bicorn dan memberi makan bicorn. Selain itu, Ada pula beberapa kereta bicorn yang sudah berlalu lalang di hadapannya. Kebanyakan dari mereka adalah manusia, adapun elf dan dwarf jumlahnya bisa di bilang sedikit. Dan kebanyakan dari mereka bukanlah kelas petarung, setidaknya begitulah yang Allein rasakan lewat instingnya. Dengan melihat pemandangan ini, tentu membuat Allein bisa mengambil kesimpulan jika kota kecil ini cukup aman. Waktu pun berlalu, suasana mulai semakin ramai,
Ada banyak orang-orang yang sedang makan atau pun mengobrol di dalam penginapan ini. Allein yang kini sudah masuk penginapan mulai merasa agak canggung. Sudah delapan tahun lamanya ia hidup sendirian di sebuah pulau, meskipun ia pernah berinteraksi dengan beberapa orang sebelum sampai disini, nyatanya ia agak canggung ketika melihat puluhan orang secara sekaligus. “Tuan, apa anda akan menginap disini?” Tiba-tiba seorang wanita elf menyapanya. Sepertinya wanita elf ini adalah salah satu pegawai penginapan. Terlihat dari pakaian maid yang dia kenakan dan Allein juga bisa merasakan lewat instingnya jika wanita elf ini bukanlah seorang kelas petarung. “Ya ... aku akan menginap disini,” jawab Allein. Mendengar hal tersebut, wanita elf itu pun menyuruh Allein untuk pergi ke meja reservasi yang ada di samping kiri ruangan ini. Allein pun segera pergi ke meja tersebut dan di sana ia bertemu dengan seorang pria muda yang terlihat seumuran dengannya. “Tuan, apa yang anda butuhkan?” Pria
Sudah satu hari berlalu sejak Allein meninggalkan rumah pria tua itu. Sedari kemarin ia terus melangkahkan kakinya menyusuri hutan dan bukit. Dedauan demi dedaunan yang berwarna kuning keemasan yang ia lihat selama perjalanan terus memberikannya perasaan nostalgia. Ia tentu sangat familiar dengan wilayah paling barat di Benua Skoupidia ini. Dua ribu tahun lalu ia pernah berpetualang ke wilayah ini bersama dengan ketiga sahabatnya. Namun, ada perbedaan besar dengan dua ribu tahun lalu yaitu tak begitu banyak monster yang ia temui. Memang ada beberapa monster yang sempat menyerangnya, namun jika dibandingkan dengan dua ribu tahun lalu jumlahnya jauh lebih sedikit. Entah apa alasannya, Allein juga tidak mengetahuinya. Segala sesuatu sudah berubah, tak bisa dipungkiri jika para monster pun begitu. Allein kini berhenti sejenak, di depan matanya ada perbukitan yang cukup tinggi. Ia pun kembali melihat peta kerajaan Falltopia pemberian pria tua. “Hmm ... di balik perbukitan ini ada
Hari pun berganti. Matahari hampir berada di tengah-tengah langit yang berwarna biru. Itulah pemandangan yang Allein lihat ketika dia mulai membuka matanya. “Sepertinya ini sudah siang hari,” ucapnya sambil menggosok kedua matanya. Akhir-akhir ini Allein memang memiliki kebiasaan untuk bangun siang hari. Ia pun mulai melihat sekeliling dan sama seperti kemarin suasana disini bisa dibilang sepi. “Bocah, bagaimana tidurmu?” ucap pria tua seraya keluar dari rumah kayu. Nampaknya alasan pria tua itu keluar karena mendengar ucapannya tadi. “Tidurku cukup nyenyak ...,” jawab Allein. Pria tua itu kemudian mendekat ke arahnya sambil memberikan dua buah gulungan yang terbuat dari kulit monster. “Ambillah ... ini adalah surat rekomendasi dan peta kerajaan Falltopia. Untuk surat rekomendasi ini kau jangan memberikannya kepada siapapun selain kepada temanku.” “Baiklah ....” Allein langsung menyimpan gulungan surat rekomendasi itu kedalam salah satu saku bajunya karena memang ukurannya ag
Melihat daging kerang api yang sudah hampir matang, pria tua itu tiba-tiba mengeluarkan sebuah bumbu dari cincin penyimpanan miliknya dan kemudian menaburkannya ke atas daging kerang api. “Apa yang anda taburkan?” tanya Allein yang penasaran melihat tingkah pria tua tersebut. “Ini adalah bumbu rahasia buatanku. Percayalah setelah ditaburi oleh bumbu rahasiaku ini makanan akan jauh lebih enak!” jawab pria tua itu dengan wajah penuh percaya diri. “Jadi begitu ....” Allein sama sekali tak tahu bumbu rahasia apa yang pria tua itu taburkan. Ia pun memilih diam dan tak bertanya lebih lanjut, tetapi ia menjadi sangat penasaran dengan rasa dagi kerang ini ketika sudah matang nanti. Beberapa menit pun berlalu, dan daging kerang itu nampaknya sudah matang. Allein yang sudah sangat lapar pun langsung mencoba memakannya. Ketika daging itu masuk kedalam mulutnya, rasanya diluar dugaan. Rasa daging kerang itu jauh leih enak dibanding dengan daging kerang yang pernah ia makan dua ribu tahun
Satu hari kemudian. “Itu kan?!” Ada sedikit kebahagiaan yang terpancar dari raut wajah Allein. Alasannya sederhana, daratan sudah mulai terlihat dengan kedua matanya. Tanpa menunggu lama, ia pun segera memerintahkan Bran agar berhenti. Ia pun langsung mengeluarkan perahu pemberian Tassia. Perahu pun keluar dari cincin penyimpanan dan kemudian jatuh di atas lautan. Tanpa menunggu waktu lama, Allein langsung melompat dari punggung Bran ke atas perahu tersebut, dan setelah itu ia pun langsung mengembalikan Bran ke dalam bayangannya. Hal ini ia lakukan agar tidak menarik perhatian. Ia merasa akan sedikit merepotkan jika ada seseorang yang melihat undead Wyvern. Ia pun kembali memasukan batu mana ke dalam alat sihir yang ada di perahu. Sebelumnya ia memang mencabut batu mana tersebut saat memutuskan untuk menunggangi Bran. Perahu pun kembali melaju. Pantai semakin terlihat jelas. Allein terus melihat ke arah sana. Dirinya sudah tak sabar ingin segera menginjakan kakinya di pantai