Share

Bayangan

Author: waktu rebahan
last update Last Updated: 2022-01-20 00:55:29

Rooooarrr roaaaarrr!

"Ah sial, berisik sekali monster sialan!'' teriak Allein yang terbangun dari tidurnya dengan wajah yang kusut. Suara para monster di pagi hari ini memang sangat berisik, terlebih lagi suara tersebut terdengar dari berbagai arah seolah sedang bersahutan.

Setelah terbangun dengan cara yang tidak nyaman, ekspresi Allein kini langsung tiba-tiba berubah menjadi waspada. Dia menyadari ada monster yang sedang mengawasinya dari balik pohon yang tak jauh dari tempatnya.

"Keluarlah!" Allein berseru.

"Grrr grrrr."

Benar saja kini sesosok ogre hijau tinggi besar muncul dari balik pohon, matanya tajam memandangi Allein seolah-olah makanan untuk sarapannya pagi hari ini. Sebuah pedang yang terbuat dari tulang monster pun tergenggam di tangan kanannya.

"Ini akan merepotkan." Setelah melihat ogre hijau itu Allein pun langsung berdiri dan mundur beberapa langkah. Dia sadar ogre tersebut sedang dalam keadaan lapar, menurut pengalamannya di kehidupannya dulu ogre yang lapar akan dua kali lebih agresif dari biasanya.

Allein terus berjalan mundur beberapa langkah sambil melihat gerak gerik ogre hijau itu. Dia harus menjaga jarak. Tapi ogre hijau tidak membiarkannya melakukan itu, sang ogre langsung berlari sekuat tenaga ke arah Allein.

Allein sadar bahwa ogre hijau itu menyadari tindakannya, lantas dia pun langsung mencoba menghentikan ogre hijau yang berlari.

"Shadow hand."

Kali ini tangan hitam yang muncul dari bawah tanah langsung mencengkram kaki kiri milik ogre hijau, mencoba menghentikan dan menganggu keseimbangannya saat berlari.

Gbrruuukk!

Dan benar saja, karena serangan mendadak dari shadow hand ogre hijau itu pun langsung terjatuh karena hilang keseimbangan.

"Grrr grrrr gruuuaaa gruaaa." Ogre hijau lalu kembali berdiri sambil menghentakan kaki kirinya dengan sekuat tenaga, dia mencoba melepaskan cengkraman shadow hand. Wajahnya nampak kesal karena shadow hand jelas mengganggu kesenangan berburunya.

Karena tetap tidak bisa terlepas, kini ogre hijau yang sudah sangat lapar tersebut tiba-tiba berhenti dan kepalanya menunduk sebelum kembali menatap Allein. Matanya pun kini berubah menjadi warna merah darah.

"Cih! dia mulai masuk ke dalam mode rage, ini akan semakin sulit bagiku." Allein jelas menyadari situasi nya saat ini. Karena kekuatannya saat ini sangat lemah dan ogre hijau yang telah masuk mode rage adalah lawan yang sangat kuat untuk dirinya saat ini. Tapi, inilah yang Allein inginkan yaitu pertarungan yang cukup menantang, sehingga dia bisa melewati batasan kekuatan tubuh barunya pada saat bertarung.

Lonjakan kekuatan ogre hijau ketika dalam mode rage kini sangat terasa oleh Allein, karena setelah masuk dalam mode rage hanya butuh dua kali hentakan kaki saja bagi ogre hijau untuk lepas dari cengkeraman shadow hand.

Sadar jika tangan hitam yang mencengkram kaki kirinya telah terlepas, ogre hijau langsung kembali berlari ke arah Allein.

"Shadow hand."

Allein justru seperti kembali melakukan hal yang sama. Tetapi, sebenarnya tidak karena kali ini dia mengincar kaki yang berbeda dari sebelumnya yaitu kaki kanan.

"Grrruuuuuaaaaa grrrrrrruuuuuaaaaa."

Ogre hijau menjadi jauh lebih kesal dari pada sebelumnya, tangan hitam itu kini kembali menganggunya. Sebenarnya ogre hijau bisa melepaskan kakinya dari cengkeraman shadow hand dengan mudah seperti sebelumnya. Namun, dia kini sedang sangat kesal sehingga melemparkan pedang yang sedang digenggamnya dengan sekuat tenaga ke arah Allein.

Allein menyadari arah lemparan pedang tersebut ditujukan tepat ke arah jantungnya, dengan reflek dia pun mencoba menghindarinya.

Sreeet sreeettt!

Namun, reflek Allein masih sangat lambat, meskipun dia bisa menghindari lemparan pedang ogre hijau yang mengarah ke jantungnya. Nyatanya lemparan pedang itu mengenai lengan kirinya sebelum akhirnya menancap pada pohon yang berada di belakang Allein. Akibatnya, serangan itu merobek kulitnya dan darah pun mulai mengucur.

"Cihh tubuh ini terlalu lambat," Allein bergumam dalam hatinya sambil memegangi luka tersebut dengan tangan kanannya. Tak lama setelah itu tiba-tiba Allein roboh dan posisinya menjadi berlutut, tangan kirinya yang terluka itu pun terlihat lemas dan ujung jarinya menyentuh tanah.

"Grruaaa grrurraaaaa."

Ogre hijau yang melihat calon mangsanya sudah tak berdaya dan sedang berlutut itu pun terlihat semakin bersemangat. Tak menunggu waktu lama ogre hijau langsung melepaskan cengkraman shadow hand dengan mudah dan kembali berlari ke arah Allein.

Tepat satu langkah lagi sebelum ogre hijau itu sampai Allein tiba-tiba melemparkan tanah tepat ke mata ogre hijau dengan tangan kirinya. Sontak saja pandangan ogre hijau jadi gelap karena butiran tanah itu masuk ke dalam matanya. Karena panik ogre hijau pun langsung menyerang secara membabi buta ke arah Allein yang hanya satu langkah di depannya.

Allein langsung menghindarinya dan dia dengan segera mencabut pedang ogre hijau yang menancap pada pohon di belakangnya, setelah berhasil mencabutnya dia langsung melakukan serangan balik.

"Shadow hand.''

Kali ini tangan hitam yang keluar dari tanah mencengkram kuat kedua kaki ogre hijau. Setelah itu tercengkram, serangan membabi buta ogre hijau jadi sangat lambat. Allein sadar ini hanya akan terjadi sementara, dia kemudian menggunakan satu teknik sihir lagi untuk menguatkan semua otot yang ada di tubuhnya.

"Shadow aura."

Dengan shadow aura semua otot yang ada tubuh Allein akan semakin kuat, karena sihir hitam kini menyelimuti seluruh tubuhnya tentu saja kecepatan dan tenaganya akan bertambah pesat.

Allein tak menyia-nyiakan kesempatan ini, kini setelah menggunakan shadow aura dia bisa menghindari pukulan ogre hijau yang membabi buta dengan sangat mudah. Karena penglihatan ogre hijau belum kembali setelah terkena lemparan tanah, Allein tak ragu dia langsung menebaskan pedang yang tadi telah dicabutnya dari pohon ke arah kedua kaki ogre hijau.

Srrreeet Srrreeet!

Kedua tebasan Allein itu cukup dalam dan hampir memisahkan kedua kaki ogre hijau itu dari tubuhnya. Sang ogre hijau itu pun roboh dan terbaring, dia tak bisa berdiri dengan sempurna.

Allein tak membuang kesempatan di depannya, dengan cepat dia langsung menusukkan pedang itu tepat ke kerongkongan sang ogre. Darah pun memuncrat deras sampai ke wajah Allein, membasahi separuh wajahnya dengan cairan berwarna merah.

"Haaaahh haaaahh aku masih terlalu lemah, sial aku hampir kehabisan mana hanya karena melawan ogre hijau." Nafas Allein kini terengah-engah sambil melihat jasad ogre hijau yang telah mati.

"Black hole!"

Lubang hitam pun muncul menyedot jasad ogre hijau yang telah mati tadi. Sekali lagi, darah memuncrat deras ketika tubuh ogre hijau itu mulai menghilang dan masuk ke dalam lubang hitam.

"Ah sihir hitam memang luar biasa." Allein menatap penuh kekaguman pancuran darah itu sembari merasakan energi kehidupan ogre hijau yang mulai masuk ke tubuhnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Penyihir Hitam   39. Rombongan

    Meskipun matahari belum bersinar terang tapi Allein terlihat cukup bersemangat menunggu Killian di depan penginapan. Selain untuk menunggu Killian, ada alasan lain mengapa dirinya sampai menunggu pagi-pagi sekali seperti ini. Alasannya sederhana, ia ingin sedikit mengamati suasana kota kecil ini di pagi hari. Di hadapannya kini sudah banyak orang-orang yang memulai aktivitasnya. Orang-orang terlihat mulai silih berganti mengangkut gandum dan beberapa tanaman obat, ada juga yang sedang membersihkan kereta bicorn dan memberi makan bicorn. Selain itu, Ada pula beberapa kereta bicorn yang sudah berlalu lalang di hadapannya. Kebanyakan dari mereka adalah manusia, adapun elf dan dwarf jumlahnya bisa di bilang sedikit. Dan kebanyakan dari mereka bukanlah kelas petarung, setidaknya begitulah yang Allein rasakan lewat instingnya. Dengan melihat pemandangan ini, tentu membuat Allein bisa mengambil kesimpulan jika kota kecil ini cukup aman. Waktu pun berlalu, suasana mulai semakin ramai,

  • Kembalinya Sang Penyihir Hitam   38. Penginapan

    Ada banyak orang-orang yang sedang makan atau pun mengobrol di dalam penginapan ini. Allein yang kini sudah masuk penginapan mulai merasa agak canggung. Sudah delapan tahun lamanya ia hidup sendirian di sebuah pulau, meskipun ia pernah berinteraksi dengan beberapa orang sebelum sampai disini, nyatanya ia agak canggung ketika melihat puluhan orang secara sekaligus. “Tuan, apa anda akan menginap disini?” Tiba-tiba seorang wanita elf menyapanya. Sepertinya wanita elf ini adalah salah satu pegawai penginapan. Terlihat dari pakaian maid yang dia kenakan dan Allein juga bisa merasakan lewat instingnya jika wanita elf ini bukanlah seorang kelas petarung. “Ya ... aku akan menginap disini,” jawab Allein. Mendengar hal tersebut, wanita elf itu pun menyuruh Allein untuk pergi ke meja reservasi yang ada di samping kiri ruangan ini. Allein pun segera pergi ke meja tersebut dan di sana ia bertemu dengan seorang pria muda yang terlihat seumuran dengannya. “Tuan, apa yang anda butuhkan?” Pria

  • Kembalinya Sang Penyihir Hitam   37. Kota kecil

    Sudah satu hari berlalu sejak Allein meninggalkan rumah pria tua itu. Sedari kemarin ia terus melangkahkan kakinya menyusuri hutan dan bukit. Dedauan demi dedaunan yang berwarna kuning keemasan yang ia lihat selama perjalanan terus memberikannya perasaan nostalgia. Ia tentu sangat familiar dengan wilayah paling barat di Benua Skoupidia ini. Dua ribu tahun lalu ia pernah berpetualang ke wilayah ini bersama dengan ketiga sahabatnya. Namun, ada perbedaan besar dengan dua ribu tahun lalu yaitu tak begitu banyak monster yang ia temui. Memang ada beberapa monster yang sempat menyerangnya, namun jika dibandingkan dengan dua ribu tahun lalu jumlahnya jauh lebih sedikit. Entah apa alasannya, Allein juga tidak mengetahuinya. Segala sesuatu sudah berubah, tak bisa dipungkiri jika para monster pun begitu. Allein kini berhenti sejenak, di depan matanya ada perbukitan yang cukup tinggi. Ia pun kembali melihat peta kerajaan Falltopia pemberian pria tua. “Hmm ... di balik perbukitan ini ada

  • Kembalinya Sang Penyihir Hitam   36. Pergi ke ibu kota

    Hari pun berganti. Matahari hampir berada di tengah-tengah langit yang berwarna biru. Itulah pemandangan yang Allein lihat ketika dia mulai membuka matanya. “Sepertinya ini sudah siang hari,” ucapnya sambil menggosok kedua matanya. Akhir-akhir ini Allein memang memiliki kebiasaan untuk bangun siang hari. Ia pun mulai melihat sekeliling dan sama seperti kemarin suasana disini bisa dibilang sepi. “Bocah, bagaimana tidurmu?” ucap pria tua seraya keluar dari rumah kayu. Nampaknya alasan pria tua itu keluar karena mendengar ucapannya tadi. “Tidurku cukup nyenyak ...,” jawab Allein. Pria tua itu kemudian mendekat ke arahnya sambil memberikan dua buah gulungan yang terbuat dari kulit monster. “Ambillah ... ini adalah surat rekomendasi dan peta kerajaan Falltopia. Untuk surat rekomendasi ini kau jangan memberikannya kepada siapapun selain kepada temanku.” “Baiklah ....” Allein langsung menyimpan gulungan surat rekomendasi itu kedalam salah satu saku bajunya karena memang ukurannya ag

  • Kembalinya Sang Penyihir Hitam   35. Tawaran

    Melihat daging kerang api yang sudah hampir matang, pria tua itu tiba-tiba mengeluarkan sebuah bumbu dari cincin penyimpanan miliknya dan kemudian menaburkannya ke atas daging kerang api. “Apa yang anda taburkan?” tanya Allein yang penasaran melihat tingkah pria tua tersebut. “Ini adalah bumbu rahasia buatanku. Percayalah setelah ditaburi oleh bumbu rahasiaku ini makanan akan jauh lebih enak!” jawab pria tua itu dengan wajah penuh percaya diri. “Jadi begitu ....” Allein sama sekali tak tahu bumbu rahasia apa yang pria tua itu taburkan. Ia pun memilih diam dan tak bertanya lebih lanjut, tetapi ia menjadi sangat penasaran dengan rasa dagi kerang ini ketika sudah matang nanti. Beberapa menit pun berlalu, dan daging kerang itu nampaknya sudah matang. Allein yang sudah sangat lapar pun langsung mencoba memakannya. Ketika daging itu masuk kedalam mulutnya, rasanya diluar dugaan. Rasa daging kerang itu jauh leih enak dibanding dengan daging kerang yang pernah ia makan dua ribu tahun

  • Kembalinya Sang Penyihir Hitam   34. Sampai di tujuan

    Satu hari kemudian. “Itu kan?!” Ada sedikit kebahagiaan yang terpancar dari raut wajah Allein. Alasannya sederhana, daratan sudah mulai terlihat dengan kedua matanya. Tanpa menunggu lama, ia pun segera memerintahkan Bran agar berhenti. Ia pun langsung mengeluarkan perahu pemberian Tassia. Perahu pun keluar dari cincin penyimpanan dan kemudian jatuh di atas lautan. Tanpa menunggu waktu lama, Allein langsung melompat dari punggung Bran ke atas perahu tersebut, dan setelah itu ia pun langsung mengembalikan Bran ke dalam bayangannya. Hal ini ia lakukan agar tidak menarik perhatian. Ia merasa akan sedikit merepotkan jika ada seseorang yang melihat undead Wyvern. Ia pun kembali memasukan batu mana ke dalam alat sihir yang ada di perahu. Sebelumnya ia memang mencabut batu mana tersebut saat memutuskan untuk menunggangi Bran. Perahu pun kembali melaju. Pantai semakin terlihat jelas. Allein terus melihat ke arah sana. Dirinya sudah tak sabar ingin segera menginjakan kakinya di pantai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status