Share

2 kasus 1 masalah

Penulis: Djw
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-14 16:33:34

"Hyung. Maaf, bukan maksudku menghina gadis pujaanmu. Tapi, aku tahu betul siapa, dan bagaimana sifat Zora," balas Elmo, dengan suara sedikit mengecil.

Benedict melihat kedua netra Elmo dengan seksama. Ia tidak menyangka, pria yang ia kenal selama belasan tahun lamanya, menghina gadis pujaannya. Hatinya terbakar api emosi. Ingin rasanya ia memberi tanda merah lima jari di pipi Elmo, tetapi ia urungkan, lantaran ada perasaan persahabatan.

"Ah sudahlah. Mau kalian suka atau tidak, bagaimanapun juga aku akan tetap mencintai Zora. Dan aku akan membuktikan padanya bahwa aku mencintainya," sanggah Benedict.

Benedict masih saja bersikeras atas pendapatnya. Baginya tidak ada gadis lain selain Zora. Dan apa pun akan dilakukan oleh Benedict, meski kedua sahabatnya menentang dirinya untuk terus maju berjuang mendapatkan cinta Zora.

"Oh ya? Lalu dengan cara apa kau akan membuktikannya? Dengan membelikan barang-barang mahal? Begitukah, Hyung?" sambung Lee.

"Kalau iya. Lalu kenapa? Aku akan mencari pekerjaan di desa. Lagipula menunggu masa panen sangat lama, maka aku bisa memanfaatkan waktu ini untuk bekerja di tempat lain," tekad Benedict.

Melihat sikap keras kepala Benedict, sudah dapat dipastikan bahwa tidak ada satu pun yang mampu merubah cara berpikirnya. Mau tak mau Elmo dan Lee hanya bisa pasrah melihat keputusan yang di ambil.

"Elmo cepat antarkan aku pulang ke rumah. Aku ingin secepatnya membuat surat lamaran pekerjaan," pinta Benedict.

Home sweet home.

Sebuah kendaraan sedan Peugeot keluaran terbaru berhenti di sebuah bangunan seluas 150 meter. Dari luar masih tampak terlihat dengan jelas rumah pedesaan yang begitu kental dengan nuansa klasik.

Hanok atau yang disebut juga dengan rumah adat Korea ini, dibangun dari bahan-bahan alami, seperti kayu, tanah, batu, jerami, genting dan kertas.

Warna tembok luar masih tampak basah. Terlihat seperti baru saja di cat ulang oleh pemilik rumahnya. "Sepertinya tembok luar baru saja dicat ulang. Siapa yang melakukannya?" batin Benedict.

"Baiklah Hyung, kita sudah sampai di rumahmu," ucap Elmo.

"Kalian tak ingin mampir sebentar, masuk ke dalam?" balas Benedict berbasa-basi.

"Tidak, terima kasih. Ayahku mengirim pesan, agar pulang tidak terlalu larut," jawab Elmo.

"Bagaimana dengan kau, Lee?" lanjut Benedict.

"Maaf Hyung, tapi ini sudah terlalu malam. Aku takut jika kedua orang tuaku cemas."

"Baiklah, terima kasih atas tumpangannya Elmo. Dan terima kasih juga untuk acara yang berkesan, hari ini. Aku pamit duluan. Kalian hati-hati di jalan ya." Benedict pun pamit sambil keluar dari mobil.

Dengan perlahan menutup pintu bagian belakang, kemudian melambaikan tangan pada Elmo serta Lee. Setelah itu, pria berusia dua puluh enam tahun itu, masuk ke dalam hanok.

Beberapa menit, setelah deru mesin mobil tak terdengar, Benedict masih berdiri di halaman depan. Merenungi nasibnya ke depan.

Termenung dalam temaram malam, dan dinginnya malam, Benedict hanya bisa menatap sedih kondisinya saat ini. Seorang pemuda yang dipaksa oleh keadaan untuk menjadi tulang punggung keluarga, sejak ia masih berusia 15 tahun. Hal ini ia lakukan, lantaran sang Ayah sudah tak mampu lagi bekerja secara maksimal.

Hembusan nafasnya menjadi teman sepinya saat ini. Dipandanginya bintang di langit dan diajaknya bersenda gurau.

"Hey Bintang, aku ingin bekerja di luar sana, tak lagi berkebun dan berladang. Setidaknya dengan aku bekerja di luar kebun, aku bisa membantu ayah membayar uang sekolah adik-adikku," lirih Benedict,

menghela nafas cukup dalam dan terasa begitu berat.

Tak lama terdengar suara bariton dari dalam rumah. Semakin lama, semakin terdengar dekat. "Kaukah itu, Benedict?" tanya seorang pria dari dalam rumah.

Terdengar suara kursi roda reyot dengan gesekkan dari besi tua berpadu dengan lantai yang terbuat dari semen. Dari dalam rumah, terdengar suara batuk bercampur dengan suara kursi roda yang lemahnya dari tangan seorang pria paruh baya.

"Ya ayah, ini aku," jawab Ben dengan nada terkejut.

Tak lama pria paruh baya itu sudah berada di hadapan Benedict. Duduk di sebuah kursi roda, selama belasan tahun akibat kecelakaan lalu lintas sebelas tahun silam.

"Kenapa baru pulang selarut ini, nak? Apa kau sudah makan?" tanya pria berambut putih itu dengan suara khawatir.

"Sudah yah. Jangan khawatirkan aku," jawabnya sambil tersenyum lebar.

"Lalu kenapa pulang sampai larut begini? Apakah ada pekerjaan di kebun tuan Kim?" lanjut pria berambut putih.

"Tidak ada pekerjaan. Aku hanya meminjam buku-buku di perpustakaan Elmo saja." Benedict menjawabnya dengan sedikit berbohong.

Jawaban Benedict membuat pria paruh baya itu mengernyitkan keningnya. Ia begitu hafal dengan gelagat dari putranya, ketika ia tengah berbohong. Di pandanginya dalam- dalam kedua netra putranya.

"Kau sedang tak berbohong padaku kan, Ben?"

Benedict membalikkan tubuh menghadap ke arah ayahnya. Berusaha menyembunyikan perasaan sedihnya, Benedict tersenyum simpul sambil menjawab pertanyaan pria berambut pirang, "Tidak ayah. Mana mungkin aku berani berbohong padamu."

Pria paruh baya itu terus saja menatap dalam kedua netra putranya. Mencoba membaca pikiran serta memahami perasaan putranya yang lelah, entah itu lelah karena harus menanggung beban hidup atau lelah karena seharian ia baru kembali bekerja.

"Ya sudah. Malam semakin larut, kau istirahat saja. Lagipula besok kau harus bangun lebih pagi. Tuan Min memintamu untuk bekerja di kebun lebih awal," ucapnya.

Tanpa banyak cakap, Benedict segera masuk ke dalam kamar. Sebelum tidur, ia berusaha mencari cara agar bisa berbicara pada ayahnya.

Bicara mengenai untuk bisa bekerja di luar kebun. Selain itu, ia juga harus menyiapkan mentalnya. Benedict sudah bisa membaca situasi ke depan, dimana sang Ayah tidak akan pernah menyetujuinya.

Sepanjang malam berlangsung, Benedict masih terjaga. Gelisah tak menentu dalam pikiran dan jiwanya, membolak-balikkan tubuhnya berusaha untuk memejamkan matanya. Namun, tetap saja pikiran Ben masih saja berlutut mengenai alasan apa yang akan ia kemukakan.

morning

"Oase … Osaze, ayo bangun nak. Sudah pukul enam, nanti kalian terlambat ke sekolah," teriak Tuan Alexi dari arah dapur.

Menyiapkan sarapan walaupun hanya dengan mie ramen buatan sendiri, tak membuat Tuan Alexi merasa kewalahan meskipun kedua kakinya sudah tak berfungsi dengan sempurna. Dirinya berusaha untuk bisa mengurus pekerjaan rumah tangga. Ia tak ingin menjadi beban, dengan hanya berdiam diri dan berpangku tangan saja.

Pagi ini, tak seperti biasanya kedua anak kembar Tuan Alexi dari istri keduanya, Oase dan Osaze masih menutupi diri dengan selimut tebal. Bukan Karena cuaca dingin yang membuat mereka malas untuk beranjak dari kasur empuk.

Akan tetapi, guru Tata Usaha sudah memberikan surat peringatan untuk segera membayar uang sekolah sekaligus uang untuk ujian semester nanti.

"Oase … Osaze, Ayo cepat untuk bersiap ke sekolah," teriak Tuan Alexi sekali lagi dari arah dapur.

Sementara, dari dalam balik selimut, kedua anak kembar ini masih saja sibuk berdebat apakah akan memberitahukan pada ayahnya atau berbohong saja.

"Bagaimana ini Oase, apa lebih baik kita berbohong saja ya? Kita katakan pada ayah, kalau hari ini libur," ucap Osaze.

"Tapi … kalau sampai ketahuan oleh kak Brie, kita berbohong, bagaimana? Pasti ayah akan lebih marah dan menghukum Kita. Sudahlah Oase, sebaliknya Kita katakan saja yang sejujurnya saja," usul pria muda yang usianya hanya beda lima menit lebih dulu dari Oase.

"Bagaimana kalau Kita suit saja. Yang menang, maka harus mau melakukannya," balas Oase.

Belum sempat mereka melakukan suit jepang, tiba-tiba kaki mereka terasa lebih dingin. Selimut tebal bergambar kartun pororo berwarna biru sudah bergeser dari tempat tidur mereka.

Dan kini wajah cantik berambut pirang, sudah ada di hadapan mereka berdua, sambil berteriak dengan nada jahil. "Nah, ya ketahuan. Bukannya bergegas mandi dan sarapan, malah enak-enakkan di kasur. Yah, Oase dan Osaze malas untuk bangun."

"Iisshh kakak apa-apaan sih. Berisik tahu!" Seru Oase.

"Uhh … lucu banget sih kalau mukanya kesel begitu. Hihihi," ledek gadis pemilik netra berwarna emerald, sambil mencubit kedua pipi salah satu adik kembarnya.

"Iihh sakit tahu," ketus Oase.

"Biarin aja. Weeekkk," ledek gadis itu. "Kalau nggak mau di cubit, makanya lekas bangun dari tempat tidur, lalu mandi dan sarapan. Cepat! Pokoknya dalam waktu lima belas menit, kalian masih berpakaian piyama. Hmmm… lihat saja nanti, hehehe," lanjut gadis berambut pirang meledek kedua adik kembarnya.

Beberapa menit setelah kakak perempuan mereka keluar dari kamar tidur. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk mengatakan yang sejujurnya pada ayahnya.

"Oase, kita katakan saja yuk yang sejujurnya pada ayah dan kakak. Aku tak ingin terkena hukuman oleh ayah kelak," bisik Osaze.

“Menurutku tidak saat ini Osaze, lebih baik kita ….”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kembalinya sang Ahli Waris   Tanya hatimu

    “Tidaaakkk!” seru Ben dengan suara yang begitu menggelegar hingga membuat beberapa warga desa langsung berlari mendekat ke arahnya, mencari tahu apa yang telah terjadi.Suara teriakan Ben diikuti oleh suara letusan peluru yang keluar dari mulut Pistol FN Five-seveN. Dan hanya hitungan detik saja, terlihat aliran darah kental sekaligus bau anyir menyeruak.Emosi dan luapan amarah Ben semakin tak tertahankan, baginya sudah tak peduli lagi yang ada di hadapannya kali ini laki-laki atau wanita atau bahkan setan sekalipun. Tangan kirinya langsung saja mencengkeram leher gadis yang pernah ia cintai. Kekuatan tangan kekar Ben semakin kuat mencengkram leher Zora, hingga kali ini Zora benar-benar kesulitan bernafas.Melihat Ben yang sudah dikuasai amarah, Elmo segera berlari dan menarik tubuh hyungnya itu sekuat tenaganya. Kekuatan Ben pun semakin melemah sesaat setelah Elmo berhasil membawanya pergi sejauh dua meter dari Zora. Tangisan pun pecah dari suara maskulin Ben. Hancur berkeping lanta

  • Kembalinya sang Ahli Waris   neraka untuk Ben

    “Tapi sebelum kau pergi jangan lupa kau bawa mereka pergi dari sini,” imbuh Tuan Song sembari menarik tubuh Tuan Alexi yang sudah tak berdaya menuju Ben berdiri.Pria dengan banyak tattoo itu tak peduli bagaimana perasaan Ben saat melihat tubuh ayahnya di seret seperti layaknya sebuah benda usang yang hendak di buang ke tempat pembuangan sampah terakhir. Tubuh tua renta Tuan Alexi semakin melemah dan semakin banyak luka baru yang menganga di setiap bagian sudut tubuhnya.Seperti mendapat kekuatan, dengan cepat Ben melangkahkan kedua kakinya menuju Tuan Song dengan kedua tangan mengepal seperti sedang menahan kekuatannya. Wajah putih Ben kini berganti menjadi warna merah maroon, dan kini tangan kanan Ben sudah melayangkan tinjunya tepat di bagian perut hingga wajah sangar Tuan Song.Kedua netra Zora melihat jijik tatkala tak menyangka bahwa Ben memiliki kekuatan yang begitu besar dan begitu berani melawan Tuan Song, putri tunggal penguasa desa Cheong Sam itu segera memerintahkan anak b

  • Kembalinya sang Ahli Waris   Goodbye

    Goodbye XaelDua menit setelah Nyonya Jang Geum membujuk Ben untuk segera pulang, menemui ayahnya, tiba-tiba saja dering telfon berbunyi dari meja bundar. Terlihat dari layar datar tulisan my lovly father.“Xael, aku rasa ayahmu menelfonmu,” ucap Elmo.Bergegeas saja, tangan kanan gadis bermata biru itu menyambar benda berukuran delapan inch tepat di atas kasur empuk. Gadis itu sengaja pergi ke balkon, untuk menjawab panggilan jarak jauhnya.Sementara itu, Ben masih belum bisa memutuskan apakah akan pulang dengan membawa berita buruk untuk ayahnya ataukah harus bertahan di tempat ini dan terdiam dalam pikirannya tak dapat melakukan apapun. Elmo menyadari akan kebingungan hyungnya itu, pemuda yang jarak usianya dua tahun di bawah Ben mendekati secara perlahan, dan duduk di sampingnya.“Aku rasa jujur itu lebih baik hyung daripada kau terus sembunyikan permasalahan ini. Aku takut, kelak jika ayahmu tahu dari mulut orang lain yang mengatakan peristiwa ini dengan menambahkan banyak bumbu

  • Kembalinya sang Ahli Waris   Burn or Left

    “Halo Xael, apakah kamu saat ini sedang bersama dengan Ben?” tanya Tuan Billie dalam sambungan komunikasi jarak jauhnya.“Tentu saja. Saat ini aku malah sedang bersama dengan Nyonya Jang Geum juga,” jawab Xael.Tuan Billie terdiam sesaat saat Xael mengatakan ada boss dari tempat Ben bekerja. Sebenarnya, Tuan Billie ingin meminta Xael untuk mengatakan pada Ben agar segera pulang dan meminta Ben serta keluarganya segera berkemas dari sana. Tapi, jika tidak ada alasan yang tepat maka sudah pasti Ben akan menolak mentah-mentah. Tuan Billie pun merubah pikirannya untuk tidak mengatakan rencana agar Ben segera pulang pada gadis yang diam-diam menyukai cucu boss besarnya itu.“Kalau begitu, apa aku boleh berbincang dengan Nyonya Jang Geum,” pinta Tuan Billie.“Oh, oke. Sebentar,” ucap Xael.Benda berukuran delapan inch itu pun segera diberikan oleh Xael kepada Nyonya Jang Geum. Seraya menekan tombol membisukan suara, Xael mengatakan, “Nyonya Jang Geum … Tuan Billie ingin berbicara padamu.”“

  • Kembalinya sang Ahli Waris   siasat

    LACAK DAN HANCURKAN“Billie, apa kau sudah mencari informasi mengenai siapa gadis keparat itu?” tanya Tuan Cana dalam sambungan jarak jauhnya dari mobil ambulance.“Sudah, tuan. Gadis ini diketahui adalah anak tunggal dari kepala desa Cheong Sam. Ayahnya bernama Tuan Hyun Min, selain bekerja sebagai kepala desa, dia juga memiliki usaha,” jawab Tuan Billie.“Hmm … cepat lacak rumahnya. Hancurkan masa depan anak gadis keparat itu serta hancurkan juga karir ayahnya!” titah Tuan Cana.“Siap, laksanakan tuan,” balas Tuan Billie.Tuan Cana pun menutup sambungan telekomunikasinya pada Tuan Billie. Tatapannya kini beralih pada wajah polos seorang gadis yang seharusnya saat ia bertemu, dalam keadaan senang, dan bukanlah dalam keadaan yang begitu menyedihkan. Pria tua itu yakin kalau batin dari cucunya ini begitu terkoyak. Khawatir kalau jiwa cucunya menjadi penghuni tetap rumah sakit jiwa, Tuan Cana pun memerintahkan Tuan Billie untuk mencari dokter psikologi yang bagus di Negara ginseng ini.

  • Kembalinya sang Ahli Waris   dia cucuku

    CHAPTER 48Beberapa jam setelah Zora mengarak Ben ke tanah perbatasan“Tuan Cana, coba lihat ini … kedua cucu anda direndahkan oleh seorang gadis manja yang mungkin tak pernah diajarkan sopan santun serta menghargai terhadap orang lain oleh kedua orang tuanya,” lapor Tuan Billie seraya memperlihatkan panggilan video dari Xael.Kedua pria tua itu melihat bagaimana teganya seorang gadis memperlakukan kedua cucunya, direndahkan, bahkan tak tanggung-tanggung saat melihat keadaan Brie yang begitu kacau dengan cairan putih lengket berwarna susu, cukup membuat Tuan Cana murka. Bahkan, cucu laki-lakinya yang begitu ia banggakan pun juga turut dilecehkan dengan mengambil sebuah ponsel dari lumpur.Usai sambungan panggil video dari Xael, Tuan Cana mengambil ponsel, dompet serta jas panjang berwarna coklat muda. Pria tua ini benar-benar merasa bersalah, lantaran sudah menelantarkan kedua cucunya dengan keadaan seperti ini. Air mata membasahi kedua pipinya yang masih saja kencang diumurnya tak la

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status