Share

Bab 1204

Penulis: Imgnmln
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-29 20:30:57

Di sana, bersandar santai di kusen pintu, berdiri sesosok pria. Hujan menempel di mantel panjangnya yang gelap, dan rambutnya sedikit basah. Wajahnya adalah wajah yang mereka kenal, namun sekaligus berbeda. Ada ketajaman baru di garis rahang dan matanya. Matanya tidak lagi membawa bara semangat yang berapi-api, melainkan kilau dingin dari jurang yang dalam.

Milan terlonjak dari kursinya, wajahnya pucat pasi penuh ketidakpercayaan. Kata-kata tersangkut di tenggorokannya. "T-Tuan Nathan? K-kau... bagaimana bisa?" Ia tergagap, pikirannya kacau balau antara foto mayat yang hancur dan sosok tegap yang berdiri di hadapannya.

Nathan tersenyum tipis, sebuah senyuman yang tidak sepenuhnya mencapai matanya. "Seperti yang dikatakan Tuan Ryujin. Aku tidak mati semudah itu." Ia melangkah masuk ke dalam ruangan, gerakannya santai namun penuh kuasa. Ia menangkupkan tangannya ke arah Ryujin sebagai tanda hormat. "Tuan Ryujin."

Tawa keras dan lega meledak dari Ryujin. Ia bangkit, senyum lebar terukir
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1206

    "Setelah dua wanita itu tertangkap... ingat sisakan satu untukku, bocah. Sudah lama sekali aku tidak... bermain."Suara itu tua, serak, dan kering seperti pasir yang digerus. Jantung Kaidar serasa berhenti berdetak. Ia tersentak, matanya tanpa sadar melirik ke arah ayahnya. Lucas masih terlarut dalam amarahnya, tidak menyadari apa pun.Kaidar menundukkan kepalanya, berusaha menyembunyikan getaran di tangannya. Keringat dingin membasahi pelipisnya. Nathan yang bangkit dari kematian terasa seperti ancaman yang jauh. Tetapi suara di dalam kepalanya ini... ini adalah monster yang tidur di dalam rumahnya sendiri. Dan Kaidar tahu, ia jauh lebih takut pada monster ini.***Malam di Kota Moniyan merayap turun bukan sebagai selimut, melainkan sebagai kain kafan. Kabut tipis dan dingin bergulung-gulung dari selokan, menelan suara dan mengaburkan pandangan. Di Lorong Besi Karat, sebuah celah sempit yang berbau karat dan genangan air, keheningan terasa begitu pekat hingga nyaris memiliki bobot.T

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1205

    Milan masih membuka mulutnya, ingin memohon agar Nathan berpikir ulang, agar menggunakan strategi lain. Namun, sebuah tangan yang berat mendarat di bahunya. Itu adalah tangan Ryujin. Milan menoleh dan melihat tatapan tuannya yang menyiratkan satu hal, ini sudah di luar nalar dan logika. Ini adalah takdir yang sedang bergerak."Biarkan dia, Milan," kata Ryujin, suaranya tenang namun final. "Karena Nathan ingin menantang mereka, maka kita akan memberinya panggung." Ia menoleh ke arah Milan, perintahnya jelas. "Siapkan surat tantangan resmi dengan stempel Kepolisian. Umumkan di Papan Martial Shrine."Lalu, Ryujin menambahkan dengan penekanan yang tajam. "Dan tambahkan titah dariku. Selama duel antara Nathan dan Keluarga Winaya berlangsung, seluruh keluarga dan organisasi bela diri lain di Moniyan dilarang ikut campur. Siapa pun yang berani mengambil keuntungan saat harimau sedang bertarung, jangan salahkan aku jika cakarku merobek tenggorokan mereka!"Ryujin sedang membangun sangkar peli

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1204

    Di sana, bersandar santai di kusen pintu, berdiri sesosok pria. Hujan menempel di mantel panjangnya yang gelap, dan rambutnya sedikit basah. Wajahnya adalah wajah yang mereka kenal, namun sekaligus berbeda. Ada ketajaman baru di garis rahang dan matanya. Matanya tidak lagi membawa bara semangat yang berapi-api, melainkan kilau dingin dari jurang yang dalam.Milan terlonjak dari kursinya, wajahnya pucat pasi penuh ketidakpercayaan. Kata-kata tersangkut di tenggorokannya. "T-Tuan Nathan? K-kau... bagaimana bisa?" Ia tergagap, pikirannya kacau balau antara foto mayat yang hancur dan sosok tegap yang berdiri di hadapannya.Nathan tersenyum tipis, sebuah senyuman yang tidak sepenuhnya mencapai matanya. "Seperti yang dikatakan Tuan Ryujin. Aku tidak mati semudah itu." Ia melangkah masuk ke dalam ruangan, gerakannya santai namun penuh kuasa. Ia menangkupkan tangannya ke arah Ryujin sebagai tanda hormat. "Tuan Ryujin."Tawa keras dan lega meledak dari Ryujin. Ia bangkit, senyum lebar terukir

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1203

    Hujan deras mengguyur Kota Moniyan, mengubah jalanan batu menjadi cermin-cermin hitam yang memantulkan cahaya suram dari lampu gas. Di dalam markas besar Kepolisian, di kantor pribadi Ryujin, suasananya terasa sama kelamnya.Ruangan itu didominasi oleh meja mahoni raksasa dan aroma teh hitam pekat yang baru diseduh, berpadu dengan bau kertas tua. Di salah satu dinding, sebuah peta kota yang besar tertancap. Beberapa pin dengan kepala merah menandai lokasi-lokasi mengerikan, lokasi di mana anggota Keluarga Winaya ditemukan tewas.Ryujin, dengan seragamnya yang rapi namun wajahnya yang tampak lelah, menatap peta itu. "Belasan nyawa dalam dua hari, Milan," gumamnya, lebih pada dirinya sendiri daripada pada tamunya. "Ini bukan lagi pembunuhan. Ini adalah pembantaian yang terencana."Kapten Milan berdiri di sisinya, posturnya kaku dan tegang. "Kami sudah menyisir setiap tempat kejadian. Metodenya sama: cepat, senyap, dan brutal. Seolah-olah dilakukan oleh hantu.""Hantu tidak meninggalkan j

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1202

    Rebecca, yang tadinya tampak pemalu, bergerak dengan kecepatan yang tak terduga. Ia tidak menyerang, tetapi menjatuhkan diri, satu kakinya menyapu pergelangan kaki Kunto. Kehilangan keseimbangan sesaat, Kunto terhuyung. Waktu sepersekian detik itu adalah sebuah keabadian.Beverly sudah ada di sana. Ia melepaskan tubuh Bargas yang tak bernyawa dan melesat maju seperti ular. Belatinya tidak mengarah ke jantung atau leher—terlalu kentara. Ia menusuk dari samping, tepat di bawah tulang rusuk, miring ke atas menuju paru-paru. Kunto terkesiap, rasa sakit yang membakar membuatnya lumpuh. Pedangnya jatuh berdentang di atas batu jalanan, suara satu-satunya yang memecah keheningan.Beverly menarik belatinya, dan Kunto ambruk seperti boneka yang talinya diputus, genangan darah yang gelap dengan cepat menyebar di bawahnya.Rebecca bangkit, menepis debu dari gaunnya. Ia tidak melihat kedua mayat itu, tatapannya terpaku pada dinding. Sebuah getaran kecil menjalari tubuhnya, satu-satunya tanda bahwa

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1201

    Seorang pelayan kurus dengan sigap menghampiri. "Nona, ingin pesan apa?"Sienna mengangkat tangan, sebuah gestur anggun yang menghentikan pelayan itu. "Kami sedang menunggu teman," ujarnya, suaranya merdu seperti madu. "Kami akan memesan nanti."Senyumnya begitu menawan hingga si pelayan hanya bisa mengangguk linglung lalu pergi.Peran telah dimainkan. Umpan telah dipasang.Bargas dan Kunto, yang sejak awal sudah memperhatikan, merasakan tatapan kedua gadis itu. Ego mereka, yang dipupuk oleh kekuatan dan status Keluarga Winaya, membengkak. Saling bertukar pandang, seringai predator yang sama merekah di wajah mereka. Ini adalah malam yang beruntung."Lihat itu, Kunto," Bargas menyeringai, menyikut rekannya. "Dua merpati tersesat di sarang serigala."Tanpa menunggu lebih lama, mereka bangkit, membawa mangkuk arak mereka, dan dengan langkah angkuh menghampiri meja Sienna dan Rebecca. Mereka membanting mangkuk mereka ke atas meja kayu."Adik-adik manis," Bargas memulai, suaranya dibuat se

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status