LOGINNathan menatapnya dingin. “Kalau kau ingin tahu siapa guruku,” katanya lirih, “Kau harus mengalahkanku lebih dulu.”Raja Goblin tertawa pendek, suaranya seperti baja beradu dengan batu. “Berani sekali. Kau pikir tubuhmu bisa menahan amarah dewa?”“Aku tidak tahu…” Nathan melangkah ke depan. Cahaya dari tubuhnya menyala lebih terang. “Tapi aku akan mencobanya.”Langit berguncang lagi. Kedua aura bertabrakan, cahaya keemasan melawan gelombang hitam dari Raja Goblin. Udara berubah padat, tanah di bawah mereka hancur menjadi serpihan batu.Nathan memusatkan seluruh energinya. Tubuhnya bergetar dan darah menetes dari telinga dan hidungnya, tapi dia tidak berhenti. “Bilah Pedang Malaikat, Tebasan Keempat!”Pedang Aruna di tangannya membelah udara. Gelombang pedang menggores langit, tapi kekuatan dari Raja Goblin menyapu balik seperti badai petir, menghantam tubuh Nathan dan menembus pertahanannya.Nathan terlempar, darah memercik di udara. Namun bahkan dalam jatuhnya, matanya masih menatap
Raja Goblin tidak sadar, tak jauh dari sana, di tengah kawah yang masih mengepulkan asap, Nathan terbaring diam. Tubuhnya remuk, tapi di dalam dirinya Batu Mata Naga berdenyut perlahan.Kilatan cahaya muncul, kecil, lalu tumbuh. Rangka tulangnya bersatu kembali. Luka-luka yang seharusnya tak mungkin sembuh menutup sendiri. Darahnya bersinar keemasan, mengalir seperti logam cair di bawah kulitnya.Dalam sekejap, tubuhnya kembali utuh. Tidak hanya pulih, tapi berubah lebih padat, berat dan kuat.Aura yang terpancar dari tubuhnya menembus langit. Tahap Surga tingkat puncak.Kelopak matanya terbuka, dan cahaya dingin keluar dari sana.Nathan melayang, menatap ke bawah. Di bawah sana, Raja Goblin sedang menyerap kehidupan Draven seperti dewa palsu yang haus korban.Suara petir kecil terdengar.Lalu—“Cukup!”Suara itu mengguncang lembah. Nathan meluncur turun, tinjunya memancarkan cahaya keemasan, menghantam udara di depan Raja Goblin.Ledakan spiritual terjadi. Raja Goblin berbalik, ekspr
Nathan mengerang, lalu berteriak marah. “SIALAN!” Cahaya keemasan membungkus seluruh tubuhnya, mengalir dari nadi ke ujung rambut.“Kalau begitu…” Ia menatap ke atas, ke arah bola cahaya yang berputar di langit.“Aku akan menghancurkanmu dari sumbernya.”Patung batu itu menyerap kekuatan spiritual dengan rakus, seperti makhluk kelaparan yang baru mencium darah. Udara di atas Benua Monarch kembali bergetar hebat, langit berdenyut oleh cahaya putih keperakan.Nathan menatap ke atas, lalu melangkah ke depan. Tanpa ragu dia menahan aliran cahaya itu dengan tubuhnya sendiri, memutus hubungan antara patung batu dan bola energi yang menggantung di langit.Kekuatan spiritual yang mengerikan menghantam tubuhnya. Seolah lautan api menelan gunung es, energi itu masuk tanpa ampun, menyelimuti urat nadi, menembus Dantian, lalu menghantam Batu Mata Naga di dadanya.Tubuh Nathan bergetar hebat, cahaya keemasan dari Tubuh Vajra Naga Emas meledak di sekujur kulitnya, tapi kekuatan yang masuk terlalu be
“MATILAH!”Serangan itu menghempaskan Raja Goblin ke belakang.BAAM! KREEEK!Suara tulang retak terdengar ketika tinju berikutnya mendarat. Raja Goblin mencoba melawan, tapi tanpa tongkatnya, kekuatan yang ia curi dari Arvana tidak cukup. Ia terus terlempar, darah hitam menetes dari mulutnya.Nathan melompat ke udara, tubuhnya berputar dan tinjunya berkilat. Belasan pukulan berturut-turut menghujani Raja Goblin tanpa memberi ruang untuk bernapas.ROAAAARRR!Raungan putus asa meluncur dari tenggorokan Raja Goblin. Suara itu mengguncang ruang bawah tanah tempat mereka berdiri. Langit-langit retak, dinding bergetar, dan seketika ruang itu runtuh.Dalam sekejap, mereka berpindah tempat dan udara tiba-tiba berubah. Ketika debu mereda, Nathan menyadari mereka kini berdiri di sebuah lembah.Di tengah lembah itu berdiri sebuah patung batu raksasa menjulang puluhan meter, sama persis dengan patung yang pernah ia hancurkan di kuil. Udara di sekitarnya bergetar, dipenuhi arus kekuatan spiritual
Raungan kedua mengguncang langit. Ledakan energi memicu badai besar, pusaran angin liar menampar istana dan membuat batu-batu beterbangan.Raja Goblin bertahan dengan susah payah, tapi Arvana dan Draven tersapu badai, tubuh mereka terlempar ratusan meter dan menghantam tanah dengan keras.Nathan berjuang, menggigit bibirnya sampai darah menetes. “A-aku… tidak akan membiarkan… kamu… mengendalikanku!”Tiba-tiba, sebuah cahaya keemasan melintas di dahinya. Teknik Jiwa yang ia hafal dari Bonang muncul di pikirannya.Di saat bersamaan, kertas jimat pemberian Bonang terlepas dari sakunya, terbakar di udara, dan berubah menjadi bola api kecil. Asapnya berputar dan masuk ke hidung Nathan.Kekuatan jimat itu menenangkan pikirannya, sementara teknik kijutsu di dalam tubuhnya bekerja sekuat mungkin untuk memurnikan energi yang mengamuk. Cahaya merah di tubuh Nathan mulai surut, perlahan memudar dan sampai akhirnya menghilang. Napasnya berat, tapi matanya kini kembali jernih, auranya justru melon
Wajah Raja Goblin berubah pucat hijau, tangannya yang memegang tongkat bergetar ringan, ketakutan yang tak bisa ia sembunyikan. Di sisi lain, Arvana dan Draven terpaku di tempat, napas mereka memburu. Bagi mereka, makhluk di depan mata adalah dewa, penguasa mutlak Benua Monarch, dan sekarang “dewa” itu tampak goyah di hadapan satu manusia.Raja Goblin menyipitkan matanya, suara rendahnya menggema, “Anak ini… tidak boleh dibiarkan lagi.”Untuk pertama kalinya dalam ribuan tahun, dia merasakan firasat buruk yang menusuk jantungnya. Jika dia tidak mengeluarkan seluruh kekuatannya hari ini, maka namanya akan berakhir di tangan Nathan.Sejak awal dia terlalu sombong, mengira Nathan hanyalah manusia dengan sedikit bakat. Tapi kini dia menyadari, dalam tubuh itu bersemayam warisan yang mustahil. Setiap satu saja cukup untuk mengguncang dunia. Dan semuanya berada dalam diri satu orang.Raja Goblin menggertakkan giginya. “Anak ini tidak boleh hidup lagi…” gumamnya, lalu menghentakkan kakinya.







