Kediaman keluarga Arteta.Malam menyelimuti pesta yang gemerlap. Lampu-lampu gantung kristal menyala terang, membiaskan cahaya ke perabotan mewah dan para tamu berpakaian formal. Namun di balik kemewahan itu, tersembunyi rencana yang lebih gelap dari bayangan siapa pun.Scholar, pemimpin Keluarga Arteta yang terkenal dengan ketenangan dan kecerdasannya, duduk dengan tenang di kursi utama. Di tangannya ada sebuah pil kecil—jernih dan berkilau seperti kristal embun, namun menyimpan racun paling licik yang pernah dia miliki.“Obat vitalitas,” katanya dengan senyum tipis, seolah sedang memamerkan permata. “Sekali masuk ke tubuh, siapa pun, sekuat apa pun, tak akan bisa menggerakkan kekuatannya. Tubuh mereka akan menjadi lemah seperti anak kecil.”Kepala pelayan yang berdiri di sebelahnya tampak ragu. “Tuan Besar, kalau Nathan benar-benar Penguasa Saibu Care seperti rumor yang beredar, bukankah dia akan menyadari jika diracun?”Scholar melirik tajam. “Itu justru keindahannya. Obat ini tak
“Bukan sekadar harta biasa,” jawab Kaidar dengan nada berat. “Artefak seperti Menara Kegelapan tak akan hancur begitu saja kecuali ada kekuatan ilahi yang diambil dari dalamnya—kunci, segel, atau inti roh purba .... siapa tahu?”Kilau ambisi muncul di mata Gill. “Kalau begitu, Nathan membawa kekuatan yang seharusnya tak dimiliki oleh siapa pun.”“Dan karena itu kita harus merebutnya,” Kaidar mengangguk setuju. “Namun jangan lupa, Nathan bukan kultivator biasa. Dia bukan hanya membunuh Darwin, tapi juga berhasil membuat Sancho dari Martial Shrine tak bisa menyentuhnya. Bahkan Ryujin terlihat melindunginya secara tidak langsung.”Gill mengepalkan tangan, matanya membara. “Aku tidak peduli pada siapapun atau Martial Shrine. Kota Hulmer terlalu jauh dari pengaruh mereka. Tapi aku kekurangan tenaga. Jika kau bersedia meminjamkan beberapa ahli, kita bisa menyingkirkan Nathan. Dan semua harta itu kita bagi dua.”Kaidar berpikir panjang. Lalu, dia menjawab datar, “Aku akan meminjamkan dua ahl
Kabut malam menyelimuti Kota Moniyan seperti tirai kelabu yang menggantung di langit. Lampu-lampu jalanan berkedip pelan, menerangi siluet bangunan-bangunan tinggi yang berdiri bisu di tengah keheningan yang mencekam. Angin berhembus dingin, menyelusup masuk ke dalam lorong-lorong kota yang sunyi.Nathan melangkah pelan di antara bayangan gedung-gedung tua, wajahnya tersembunyi di balik tudung jubah gelap yang berkibar tertiup angin. Matanya tajam, menelusuri setiap gerakan dari sudut-sudut kota, namun perjalanannya tetap sunyi. Tidak ada penyergapan, tidak ada gangguan. Terlalu sunyi, bahkan untuk ukuran malam di Moniyan."Mereka semua diam?" gumamnya perlahan. Tapi Nathan tahu, badai tak selalu datang dengan suara gemuruh. Kadang, dia mengendap dalam keheningan.Di sisi lain kota, di ruang tamu keluarga Winaya yang mewah dan dingin, Gill masih duduk tegak di atas sofa beludru merah darah. Jubahnya jatuh rapi, namun matanya menyala dingin seperti baja.Sudah satu jam.Cangkir teh di
Dalam sekejap, Nathan mengangkat tangannya dan menyusupkan jari-jarinya ke dalam tubuh Darwin. Dengan satu tarikan tegas, dia menyentuh dan menarik keluar kristal misterius yang tersembunyi di dalam sana.Wajah Darwin seketika berubah pucat pasi. Matanya membelalak penuh teror. “T-tidak! B-bagaimana kau masih bisa bergerak!?”Namun Nathan tak menjawab, dia menarik napas dalam, lalu mengaktifkan kijutsu. Aliran spiritual yang sempat ditarik Darwin, kini berbalik mengalir deras kembali ke tubuh Nathan. Bahkan energi milik Darwin sendiri ikut tersedot, seperti sungai yang tertelan ke laut.“T-tidak .… Ini tidak mungkin!”Darwin terguncang, tubuhnya mulai gemetar. Cahaya dari kristalnya redup, lalu padam. Dalam hitungan detik, tubuh Darwin terasa hampa, semua energi di dalamnya menghilang.Tidak lama setelah kristal itu ditarik keluar dari tubuhnya, seluruh tubuh Darwin mulai mengerut. Otot-ototnya kempis, kulitnya kehilangan warna, dan keriput merayap cepat seolah waktu puluhan tahun men
Kraaaak!Kraak!Suara retakan halus menggema di seantero lembah.Batu-batu yang menyelimuti tubuh Darwin mulai pecah, retak satu per satu, lalu hancur menjadi debu. Tubuh raksasa itu kini tampak rapuh, terbungkuk lemah di atas tanah yang retak-retak. Luka parah mencabik sebagian tubuhnya, dan wajahnya kini kehilangan arogansi yang tadi sempat memuncak.Dengan susah payah, Darwin berusaha berdiri, napasnya berat dan tersendat. Sorot matanya berubah, bukan lagi penuh ejekan, tapi panik yang nyaris menyentuh keputusasaan.“Kemampuan apalagi yang masih kau miliki?” suaranya nyaris serak.Nathan menatapnya datar, dingin seperti ujung tombak yang dibekukan salju. “Aku?” Dia mengangkat bahunya sedikit. “Tak perlu kemampuan baru untuk menghabisimu.”Darwin terdiam, tak ada lagi jawaban. Bahkan dirinya tahu, ini akhir. Yang tak bisa dia pahami, adalah bagaimana Nathan—yang jelas belum mencapai puncak kultivasi tingkat akhir—memiliki kekuatan sedahsyat ini. Aliran energi dalam dirinya seperti t
BAM!Serangan menghantam tubuh Darwin, namun lagi-lagi, hasilnya sama. Nathan terpental keras, tubuhnya terlempar dan menghantam tanah.Organ-organ di dalam tubuh Nathan mulai terasa bergolak.Darwin berdiri tegap, tak bergeming. “Hahaha! Aku ingin lihat berapa kali lagi kau bisa melontarkan pukulan seperti itu,” serunya dengan nada meremehkan. “Begitu energimu habis, kamu akan menjadi milikku. Energi hebatmu akan kuambil sepenuhnya!”Dengan Nathan yang mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan, dan Darwin yang belum menunjukkan kelemahan, pertarungan ini akan memasuki fase paling berbahaya."Jendral, sepertinya Nathan akan segera kalah. Jika terus melayangkan pukulan sekuat itu, energinya pasti habis," Seorang anggota tim maju dan berbisik pelan kepada Paul, matanya menatap khawatir ke arah puncak gunung yang dipenuhi debu dan suara dentuman. "Darwin itu terlalu kuat! Bagaimana bisa beberapa batu busuk itu menjadi mustahil dihancurkan?" lanjutnya, nada suaranya nyaris putus asa.Paul t
Dalam sekejap, puing-puing dan batu-batu tersebut mulai menyatu, membungkus tubuh Darwin dengan lapisan yang keras. Tidak lama kemudian, dia sudah berubah menjadi manusia batu raksasa dengan tinggi lebih dari belasan meter. Tubuhnya terbungkus penuh dengan batu-batu besar yang keras, membuatnya tampak seperti titan yang menakutkan.Dengan transformasi ini, Nathan yang berdiri di bawah kaki manusia batu itu tampak sangat kecil, hampir tidak berarti. Darwin kini berdiri kokoh, menghadapi Nathan dengan keunggulan fisik yang sangat besar. Dengan tubuh yang jauh lebih besar dan kuat, Darwin mengangkat tangan yang besar, siap menghancurkan lawannya.Di sisi lain, meskipun Nathan tampak lebih kecil, fisik baja dan kekuatan luar biasa yang mengalir dari dalam dirinya masih akan menjadi ancaman besar bagi Darwin. Keduanya bersiap untuk saling mengadu kekuatan dengan cara yang belum pernah terlihat sebelumnya, pertarungan yang akan menentukan siapa yang benar-benar menjadi penguasa di dunia bel
“Fisik bajanya, bahkan sudah mencapai titik seperti ini, pantas saja ada begitu banyak orang yang ingin membunuhmu,” ujar Darwin sambil menatap Nathan dengan tajam. “Kalau membiarkan kamu terus berkembang, sepertinya seluruh dunia bela diri harus dirombak dari awal!”Setelah mengatakan itu, tubuh Darwin juga mulai diselimuti oleh baju besi emas yang berkilau, menandakan peningkatan kekuatannya. “Mari kita lihat, apakah tubuh tiranku lebih hebat, atau fisik bajamu yang lebih hebat?” serunya penuh tantangan.Dengan sebuah raungan keras, energi yang tak terbatas mulai mengalir dari tubuh Darwin, meningkat dengan cepat. Begitu dia melesat ke langit, tubuhnya berubah menjadi roket yang meluncur cepat, meninggalkan jejak api di belakangnya. Suara deru angin yang keras menyusul, begitu cepat hingga orang-orang di sekitar menutup telinga mereka karena kerasnya suara itu.Nathan tidak tinggal diam. Dengan cepat, dia juga melesat ke bawah dengan tajam, menantang Darwin dalam kecepatan yang luar
Nathan menatap Darwin dengan tatapan dingin dan tidak tergoyahkan. "Kalau kamu merasa punya kemampuan, ayo kita pergi ke pinggiran kota. Apa kamu berani?" tantang Nathan dengan suara yang mendominasi.Darwin mendengus dingin, menyeringai dengan percaya diri. "Tentu saja aku berani," jawabnya tanpa ragu.Dengan satu gerakan cepat, Nathan melompat ke udara, meninggalkan garis bayangan yang berlari menuju gunung di pinggiran kota yang sepi. Darwin tidak mau kalah, langsung mengikuti dari belakang dengan kecepatan luar biasa. Mereka berdua seperti dua kilat yang saling mengejar di udara, meninggalkan tanah yang tercabik di bawah mereka.Paul menghela napas panjang. "Mereka benar-benar tidak bisa berhenti. Aku akan membawa orang-orang untuk mengejar mereka," katanya. Tanpa buang waktu, dia memimpin timnya untuk mengikuti jejak keduanya.***Pertempuran di Puncak GunungSesampainya di gunung yang sepi, suasana berubah menjadi tegang. Begitu Darwin tiba di tempat itu, dia segera melancarkan