***
Darius menahan amarahnya, ia tahan sampai enggan berdiri di sisi Wina lebih lama, ia memilih berdiri di balkon sembari matanya memandang ke bawah. Ia sedang menunggu Dokter pribadinya datang.Sementara Bibi Noni, mengompres kening Wina dengan senyuman tipis yang seolah tak bisa ia sembunyikan. Ia juga membersihkan tubuh Wina dengan mengusap-usapnya dengan air yang sudah dibubuhi antiseptik."Aku tak sabar ingin mendengar kepastian dari Dokter pribadi tuan Darius, bahwa kau benar-benar hamil, Wina." gumam Bibi Noni tersenyum. "Tapi kau hamil anak siapa? hmmmmm, ini pasti akan sangat menarik."Tak berapa lama kemudian, Dokter pribadi Darius tiba, ia masuk dan bertegur sapa dengan Darius. Bibi Noni permisi untuk keluar sambil membawa kembali nampan berisi handuk yang ia bawa sebelumnya."Bagaimana keadaan Isteri saya, Dokter?" tanya Darius tampak tak sabar setelah Dokter itu selesai memeriksa Wina."Apa Nyonya akhir-akhir ini te***Wina membuka matanya perlahan, dahinya berkerut saat menyadari dirinya sedang terbaring di ruangan asing namun familiar."Dimana ini?" gumamnya sambil memegang dahinya yang terasa pusing.Ia melihat di punggung tangannya tertancap jarum infus, sementara saat ia menggerakkan tangannya yang satunya, ia merasa ada yang menahan. Ia menoleh, dan melihat seorang Pria tengah tertidur sambil duduk di sisi ranjangnya dengan memegang sebalah tangannya."Tuan Darius? kenapa dia malah tertidur di sini?"Wina memperhatikan sosok pria yang tertidur di sisinya itu. Sosok yang selalu membuatnya stress dan marah. Sosok yang ia benci itu malah duduk tertidur seakan sedari tadi menungguinya sampai sadar."Kalau diperhatikan sedang tertidur begini, kenapa wajahnya sama sekali tidak memperlihatkan wajah seorang yang begitu mengesalkan? bengis dan kejam? dia tampak polos saat tidur." batin Wina memperhatikan wajah Darius yang sedang tertidur.
*** Drrttt..., drttttt, drtttt! Bibi Noni meraih ponselnya dari saku dressnya. Ia melepaskan pelukannya dari Andrea yang sudah mulai tenang dan berbaring di tempat tidur. Bibi Noni beranjak dari sisi ranjang, melangkah menjauhi Andrea untuk mengangkat panggilan telfon itu. "Ada apa? kenapa kau baru menghubungiku sekarang? kau tak tahu, di sini banyak sekali drama yang telah terjadi!" ["Maafkan aku, Bibi. Sekarang aku ada di sekitar rumah besar. Bisakah Bibi datang kemari?"] "Kau gila? aku sudah katakan bahwa di sini banyak sekali drama dan huru hara yang baru saja terjadi." ["Apa itu, Bibi?"] "Wina dinyatakan hamil, Andrea dan Draius berhubungan intim, Wina berkali-kali pingsan dan sekarang dia dilarikan ke Rumah Sakit oleh Darius. Dan Andrea yang mengetahui itu mengamuk dan menggila." ["Hamil? se, sejak kapan?"] "Kenapa? apa kau curiga bahwa itu anakmu?" ["Apa maksud, Bibi?"] "Bahkan Darius curiga bahwa janin yang sekarang dikandung oleh Wina, bukanlah darah dagi
***Cklek!Pintu dibuka, Wina masuk ke kamar utama setelah uring-uringan di ruang tamu dan taman. Satu tempatpun tak ada yang membuatnya merasa cocok. Perasaan pusing dan mual serta tak nyaman, kerap ia rasakan di setiap langkah di rumah besar itu.Saat dirinya telah berada di dalam kamar, matanya kemudian mengitari sekitar. Perasaan kagum dan heran ia rasakan saat melihat keadaan kamar saat itu. Semua perabotan kamar telah diganti, termasuk ranjang tidur. Yang awalnya memakai dipan model klasik dengan ukiran yang berat khas Jepara. Kini berubah menjadi ranjang minimalis namun tetap tampak mewah. Semua prabotan seolah dimodernisasi. Yang sebelumnya menggunakan perabotan klassik dengan ukiran-ukiran berat dan rumit, sekarang berubah menjadi serba modern dan minimalis."Aku hanya berada di luar kamar selama dua jam. Kapan mereka memperbarui kamar ini? aku tak melihat ada mobil pengangkutan yang membawa perabotan-perabotan ini semua? atau, apakah aku
*** Andrea mendongak ke atas jendelanya. Ia melihat bulan tepat berada di atas kepalanya. "Aku bosan melihat bulan, kapan aku bisa menatap matahari yang bersinar di kepalaku? pasti sangat silau dan panas sekali." Andrea melangkah pelan, gemericik air di kolam ikan koi yang berada di sampingnya, seolah mengiringi alunan lagu berjudul Yours dari alat pemutar musik di sisi kirinya mengalun lembut. Suara merdu dari Jin BTS sangat sopan masuk ke telinga dan membuat berwarna ruangan yang sebelumnya sangat sepi itu. Every night I see you in my heart {setiap malam aku lihat dirimu dalam hati ku} Every time I do I end up crying {setiap aku melakukan sesuatu selalu berakhir dengan tangis} eodum soge neoreul bulleojumyeon {aku panggil dirimu dalam gelap} naegero deullyeooneun geon {apa yang telah didengar telinga ku}
***"Lantas, apa kau akan mendengarkanku?" tanya Bibi Noni dengan wajah tegang."Ya! tentu saja! bukankah selama ini aku selalu mendengarkanmu?! kita bahkan tak memiliki hubungan darah, namun kau seolah seorang yang lebih berharga bagiku dari orangtuaku sendiri."Bibi Noni tersenyum tipis,"Di saat kau dicampakkan oleh keluarga Mahesa, hanya aku Orangtua yang datang mendekatimu, memintamu kembali dan menginginkan keberadaanmu di rumah ini. Di saat kau membutuhkan Pahlawan saat kebakaran dahulu, hanya Andrea yang datang tanpa ragu, tanpa perduli akan nyawanya sendiri untuk menolongmu. Dan jangan lupakan Revan! dia juga sama dengan Andrea! banyak turun tangan untuk membantumu, Tuan!""Dan, apakah Anda ingin aku menyelamatkan ketiga orang itu, dan mengabaikan Wina?""Aku hanya ingin yang terbaik untuk kita semua.""Bukankah Wina adalah Isteriku?""Kau bahkan bersetubuh dengan Andrea, Tuan! tanpa menikahinya! tegany
***Darius menahan amarahnya, ia tahan sampai enggan berdiri di sisi Wina lebih lama, ia memilih berdiri di balkon sembari matanya memandang ke bawah. Ia sedang menunggu Dokter pribadinya datang.Sementara Bibi Noni, mengompres kening Wina dengan senyuman tipis yang seolah tak bisa ia sembunyikan. Ia juga membersihkan tubuh Wina dengan mengusap-usapnya dengan air yang sudah dibubuhi antiseptik."Aku tak sabar ingin mendengar kepastian dari Dokter pribadi tuan Darius, bahwa kau benar-benar hamil, Wina." gumam Bibi Noni tersenyum. "Tapi kau hamil anak siapa? hmmmmm, ini pasti akan sangat menarik."Tak berapa lama kemudian, Dokter pribadi Darius tiba, ia masuk dan bertegur sapa dengan Darius. Bibi Noni permisi untuk keluar sambil membawa kembali nampan berisi handuk yang ia bawa sebelumnya."Bagaimana keadaan Isteri saya, Dokter?" tanya Darius tampak tak sabar setelah Dokter itu selesai memeriksa Wina."Apa Nyonya akhir-akhir ini te
***"Aku melihat foto Andrea di dompetmu, tadi.""Itu, itu foto yang sudah sangat lama di situ.""Waktu kita ada di gubuk malam itu, aku bertanya padamu apakah kau menyukai Andrea? kau tak menjawab. Apakah inilah jawaban sebenarnya?""Wina! Pencopet itu sudah lari sangat jauh!"Revan tak menghiraukan lagi pertanyaan Wina. Ia berlari kencang, entah itu karena benar-benar ingin mengejar Copet itu, atau menghindar dari cecaran pertanyaan Wina."Revan! tunggu! bisa-bisanya kau meninggalkanku!"Wina ngos-ngosan mengejar Revan yang sudah menghilang ditelan tikungan tajam. Dan saat ia sudah melewati tikungan itu, ia dapati Revan tengah meninju Pencopet itu.Buk! Bak!"Revaan!" teriak Wina.Revan menoleh sambil memegang kerah baju Pencopet itu."Wina! aku dapatkan Pencopet itu!""Ampuun, Kak! ampuuun!" mohon Pencopetan itu tak berdaya. Wajahnya kini lebam dan hidungnya berdarah.
***Wina dan Revan segera beranjak sebelum induk babi itu menyadari keberadaan mereka berdua di sekitar kandangnya. Mereka seolah diberi kesempatan waktu untuk berlari dari Anak Buah Darius dan serudukan induk babi itu"Sekarang kita kemana, Revan?""Entahlah! aku tak yakin akan berlari lewat jalan lintas di sana. Hanya saja, di hutan inipun sama saja! mereka, anak buah tuan Darius pasti akan kembali lagi ke sini.""Lantas, apa yang kau fikirkan sekarang?"Revan berkacak pinggang, matanya mengitari sekitar. Tiba-tiba matanya berbinar dan bibirnya tersenyum merekah. Ia melihat seorang Nelayan ikan lewat menggunakan sampan kayunya. Sepertinya Nelayan itu hendak pergi ke Pasar untuk menjual hasil tangkapannya."Ayo, Wina!""Kemana?"Wina mengikuti saja arah tarikan tangan Revan menuruni jalan menuju sungai."Pak! permisi, kami boleh menumpang?" seru Revan pada Nelayan yang sedang mengayuh itu.Nel
***Darius yang berada di luar tampak kesal karena gedoran pintu darinya diabaikan. Ia tahu dari Tetangga sekitar, bahwa Wina dan Revan sedang berada di dalam rumah. Namun sedari tadi, tak ada satu suarapun terdengar dari dalam."Dobrak!" perintah Darius pada salah seorang anak buahnya.Revan dan Wina membuka pintu belakang perlahan. Sebelum pintu didobrak, mereka sudah keluar dan sekarang sedang berusaha memanjat pagar beton di belakang rumah.Pagar beton itu setinggi dua meter. Pagar itu membatasi daerah hutan lindung dan Pemukiman Penduduk. Jadi pagar beton itu berdiri mengelilingi sepanjang pemukiman. Mungkin salah satu gunanya, agar binatang buas tidak masuk ke pemukiman dan juga agar warga tak mudah mencemari hutan."Bagaimana caranya kita melewati pagar beton ini?" tanya Wina panik."Kita lakukan seperti waktu kita memanjat tebing di pinggir sungai malam itu!" seru Revan.Wina mengangguk, Revan segera memasang badan berjongkok di dekat Wina. Tanpa dikomando, Wina langsung naik