LOGINFreya Adhiguna tak menyangka kalau pria yang semalam tidur dengannya adalah manajer baru yang menjabat di kantor tempatnya bekerja. Serangkaian kejadian membuatnya terjerat dalam perjanjian bersama pria itu, yaitu menjadi kekasih palsu. Apakah Freya akan menerimanya?
View MoreSinar matahari pagi menyelinap melalui celah tirai, menusuk mata Freya sehingga dia terkejut dan bangun. Kepalanya berdenyut-denyut seolah ada gendang yang dipukul dari dalam, dan tenggorokannya terasa kering seperti gurun. Freya menutupi wajah dengan lengan, mencoba menghindari cahaya, tapi ketika Freya menggeser badan, tangannya menyentuh sesuatu yang hangat dan juga lembut.
Freya membuka mata perlahan. Jantungnya langsung berdebar kencang. Di sampingnya, seorang pria berambut ikal yang acak masih tertidur lelap, badannya hanya terbungkus selimut sampai pinggang. Wajahnya sama sekali tidak dikenal baginya. Ya Tuhan... siapa dia? Freya menutupi mulut dengan tangan, takut bersuara. Kemudian dia melihat ke arah bawah--tubuhnya sendiri. Dan seperti yang sudah dia duga, tubuhnya juga polos, hanya selimut yang menutupi tubuhnya. Apa sebenarnya yang terjadi kemarin? Freya merenung sambil merasakan tubuhnya lemas di atas kasur yang tidak dikenal. Ingatan semalam hancur seperti kaca pecah--pesta di bar, teman-teman yang hilang dari pandangan, minuman yang terus datang, dan kemudian... dia membelalakkan mata. Seharusnya dia berada di apartemennya Rio, kekasihnya. Tapi kenapa dia malah bisa sampai di sini bersama pria tak dikenal? Dia mencoba mengingat, tapi kepalanya hanya semakin sakit. Lantai kamar terasa berputar sedikit ketika dia mencoba duduk. Tangannya gemetar saat dia berusaha menggapai ponsel di samping kasur. Layar menampilkan jam setengah delapan, tiga pesan dari ibunya dan beberapa panggilan tak terjawab dari Rio. Dia menekan napas dalam-dalam, mencoba menenangkan denyutan jantung yang kencang. Bau alkohol masih terasa di mulutnya, dan dia merasa mual menyebar di perut. Freya bergerak perlahan-lahan, mencoba keluar dari kasur tanpa mengganggu pria itu. Tapi selimut yang menutupi tubuhnya terlepas sedikit dan Freya dapat melihat bekas luka dilengannya sendiri. Freya menjadi lebih panik. Sayangnya Freya tak punya waktu untuk berpikir lebih lanjut. Sebelum pria itu bangun--dan Freya akan mendapat masalah baru, dia harus bergegas pergi karena sebentar lagi meeting di kantor akan dimulai. Tapi saat Freya memungut pakaiannya yang berserakan di atas lantai, pakaian itu begitu kotor dan bau alkohol. Dia melihat tas yang dia campakkan di sudut kamar, namun tak melihat baju ganti di dalamnya. Tanpa berpikir panjang, Freya membuka lemari dan mengacak-acak isinya berharap ada sesuatu yang bisa dia pakai. Harapannya terkabul begitu dia menemukan satu set baju kerja wanita diantara tumpukan baju-baju pria. Freya langsung memakai baju tersebut dan memasukkan baju kotornya ke dalam tas. "Selamat tinggal, Pria asing. Mungkin pertemuan kita hanya sampai di sini," gumam Freya sebelum akhirnya keluar dari apartemen tersebut. Sambil mengenakan sepatu, Freya mengamati nomor pintu yang tertera di samping pintu. Dia menepuk dahinya cukup keras. "Bego... Bego!" umpatnya. "Harusnya aku masuk ke nomor seratus sepuluh, bukan seratus satu." Kamar milik Rio berada di lantai 2 sedangkan dia masih berada di lantai 1. Gawat! Kalau Rio melihatnya keluar dari kamar apartemen pria lain, penjelasan apa yang harus dia jabarkan? Sebelum itu terjadi, Freya berlari sekuat tenaga keluar dari gedung apartemen lalu mencari taksi di tepi jalan. Perjalanan ke kantor terasa begitu cepat. Begitu dia masuk, orang-orang di kantor menatapnya secara terang-terangan. Apa aku terlihat begitu kacau? pikirnya heran dalam hati. Denyutan di kepala masih terasa dan dia belum sempat memeriksa wajahnya di cermin. Tapi dia yakin kalau saat ini pasti wajahnya terlihat kacau. Dan... benar saja. Di depan cermin kamar mandi, Freya dapat melihat riasan wajahnya yang kacau dan matanya membengkak. "Oh... God!" pekiknya tertahan. Pantas orang-orang melihatnya aneh. Freya langsung mengambil sabun cuci muka dari tas dan mencuci wajahnya dengan cepat. Dia tak ada waktu untuk mandi, hanya sikat gigi sebentar sebelum menyemprotkan parfum ke seluruh tubuh agar bau alkohol tersamarkan. Kali ini tak ada riasan dempul seperti biasanya. Hanya ada bedak tipis dan juga lipstik berwarna merah muda yang lembut. Begitu Freya sampai di depan ruangan kerja, Erlin-rekan kerjanya, sudah menunggu di depan pintu dengan cemas. "Kamu kemana aja? Daritadi Pak Budi udah nyariin kamu loh," kata Erlin cemas, lalu mengangkat alis saat menyadari penampilan Freya yang tak seperti biasanya."Terus... mana rokmu? Tumben kamu pakai celana panjang?" Freya memaksakan senyumnya. "Ada masalah kecil. Nanti deh aku ceritain. Sekarang, mana Pak Budi? Meetingnya udah dimulai belum?" "Udah." Erlin mendekatkan mulutnya ke telinga Freya. "Kayaknya ada masalah besar deh. Sebaiknya kamu cepat ke sana sekarang." Wajah Freya menjadi kaku. Gegas dia mendatangi ruang meeting dengan sisa tenaga yang ada. "Kamu telat lima menit, Fre." Bintang, teman satu timnya, sudah menghadangnya di depan pintu. "Cepat masuk!" Ketegangan langsung terasa saat Freya memasuki ruang meeting. Pak Budi, sang direktur utama, nampak mengerutkan kening dan serius. "Pak Budi kenapa?" tanya Freya ke Bintang. "Kamu gak tahu?" Bintang berbisik pelan di samping Freya. "Proyek yang kita tangani terancam gagal karena salah satu investor terbesar kita mundur dan mencabut dananya." "Kok bisa?" "Kabarnya Bu Dira menggelapkan dana proyek. Makanya selama tiga bulan, proyek ini gak ada kemajuan," bisik Bintang lagi. Astaga... kepala Freya semakin pusing karenanya. Kalau proyek ini gagal, impian Freya untuk naik jabatan akan pupus dan tinggal kenangan. "Terus, gimana?" "Bu Dira dipecat dan kita bakal ada manajer baru." "Manajer baru? Siapa itu?" Tepat setelah Freya bertanya demikian, suara pria bernada berat dari arah pintu membuat Freya menoleh. "Selamat pagi, Pak Budi. Saya Aryana Bintara. Manajer baru yang akan menggantikan Bu Dira." Jantung Freya berhenti sejenak lalu berdebar kencang seolah ingin melompat keluar dari dada. Napasnya tercekik di tenggorokan. Dia menggosok mata lalu membuka mata lagi untuk memastikan jika dia salah orang. Tapi nyatanya, pria di depannya benar-benar sama dengan orang yang tidur bersamanya tadi pagi.Freya sudah tak punya pilihan lain selain menyetujui tawaran Arya. Di kertas itu sudah tertulis bahwa Freya sebagai pihak kedua akan menjadi kekasih palsu pihak pertama. Lalu di baris selanjutnya, pihak kedua harus menuruti semua perintah pihak pertama dan tidak boleh menolak. Semua poin itu akan berjalan selama sebulan lamanya.Dengan berat hati Freya menandatangani. Ini semua demi nama baik dan bertanggung jawab atas kesalahannya sendiri.Setelah itu, Freya diajak oleh Arya keluar dari gedung menuju ke suatu tempat yang Freya belum ketahui dimana. Dia hanya harus menuruti perintah Arya dan diam.Begitu mobil berhenti, Freya melirik ke arah luar dari jendela mobil. Sebuah butik mewah dua lantai bernuansa putih membuatnya terpukau takjub. "I-itukan La Maison de Lumiere?" gumam Freya sedikit gugup saat melihat tulisan emas yang melengkung di papan nama kayu hitam pada sebuah butik termewah dan termahal di kota.Arya keluar dari mobil lalu membukakan pintu untuk Freya. Mendapat perlaku
Tentu saja yang dimaksud client oleh Freya adalah Arya.Keesokannya. Tepat di jam setengah enam sore. Freya menaati perintah Arya untuk datang ke apartemennya. Dia sudah siap dengan setelan hitam-hitam. Semua yang dipakainya berwarna hitam. Mulai dari baju panjang, rok lipit panjang, bucket hat dan juga sneakers berwarna senada. Bahkan tas pundaknya pun berwarna hitam. Sengaja dia memilih warna hitam sebagai penyamarannya.Kamar apartemen Rio berada di satu gedung dengan kamar apartemen milik Arya. Kalau Freya tak berhati-hati, bisa-bisa dia terciduk oleh Rio.Begitu taksi sudah mengantarnya di depan gedung, Freya mengenakan masker hitam dan juga kacamata hitam. Dia benar-benar seperti seonggok warna hitam yang bisa berjalan.Dengan mengendap-endap, dia berjalan masuk ke area lobi yang sempit lalu ke lorong lantai dasar yang sedikit gelap. Freya mengetuk pintu kamar Arya dengan hati-hati. Pandangannya tetap awas ke seluruh penjuru. Sesekali dia membenarkan letak masker dan kacamatanya
Freya tak menjawab ucapan Arya, dia masih berusaha mengambil ponselnya meski Arya terus menghalanginya."Gimana kalau aku aja yang angkat?" goda Arya dengan tersenyum jahil."Jangan!" jerit Freya panik. Kalau sampai Arya menjawab panggilan itu, Arya pasti akan membeberkan kejadian semalam pada Rio."Akui dulu kalau yang datang ke apartemenku semalam itu kamu."Freya menggigit bibir bawahnya. Dia panik, merasa berat untuk mengakui perbuatannya semalam. Padahal niatnya tadi, dia ingin membalas perbuatan Arya yang tak mengenakkan tadi pagi. Tapi kenapa malah balasan itu berbalik padanya sekarang?"Gimana? Masih gak mau ngaku? Ya udah aku angkat." Freya kembali menjerit, tapi Arya seolah tuli. Dia sudah menekan tombol hijau dan panggilan sedang berlangsung."Halo? Sayang? Kamu gak apa-apa, Kan? Kok tiba-tiba teleponnya mati tadi?" Suara Rio yang berat menggema di telinga Freya. Membuat pelipis Freya keringat dingin.Masih dengan senyuman jahilnya, Arya mendekatkan ponsel ke bibirnya lalu
Freya berjalan keluar dari ruangan meeting dengan lesu. Siapa yang menyangka kalau pria yang tidur dengannya semalam adalah cucu dari pemilik perusahaan tempatnya bekerja? Freya takut kalau nanti dia akan mendapat masalah karena biasanya berurusan dengan orang berduit itu akan berakhir menjadi rumit."Menyebalkan!" Selain memikirkan hal tadi, Freya juga merasa kesal kalau mengingat sikap Arya padanya yang begitu menyebalkan saat di ruang meeting tadi.Entah apa yang membuat Arya terlihat begitu kesal padanya. Freya berpikir, apa karena kejadian semalam?Sebenarnya apa yang dia perbuat pada Arya semalam? Sampai Arya seperti ingin menjegalnya.Freya berusaha mengingat lagi kejadian semalam, tapi usahanya nihil. Ingatannya terputus begitu dia masuk kamar Arya."Sialan!" jerit Freya kesal. Beruntung lorong sedang sepi, jadi tidak ada orang yang mendengar jeritannya.Suara nada dering yang panjang membuyarkan kekesalannya. Saat melihat layar ponsel, wajahnya berubah gembira begitu tahu kal
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.