"Jadi, malam ini juga. Kau harus bersiap-siap untuk kuboyong ke rumahku." ucap pak Gondo dengan mata yang jelalatan. "Hah, kenapa? kenapa saya harus ikut dengan Anda?" tukas Wina berontak saat kedua Bodyguard itu mendekati Wina dan memegang kedua tangannya. "Untuk menjadi isteri kelimaku." ucap pak Gondo sambil membalikkan badan dan mengisyaratkan kode pada Bodyguardnya untuk membawa Wina masuk ke mobil. Wina berteriak minta tolong, namun apalah daya? para tetangga yang berjarak sekitar puluhan meter dari kediaman Wina meski mereka mendengar teriakan Wina sekalipun, mereka tak akan berani pada pak Gondo. Lagipula, malam ini hujan masih saja cukup deras, deruan guruh dan kilat bersahut-sahutan di angkasa. Menyamarkan teriakan Wina yang minta tolong. Bersyukur, seorang Pemuda bernama Revan datang menyelamatkan Wina dari cengkraman pak Gondo. Wina berhasil dibawa oleh Revan jauh dari jangkauan pak Gondo. Namun ternyata Revan bukanlah Pahlawan yang diharapkan oleh Wina. Revan ternyata Kaki Tangan dari tuan Darius, yang sudah mengintai Wina sejak lama.
View MoreCuaca kelam berselimut kabut, gemuruh petir bersahut-sahutan menggelegar di angkasa. Seorang wanita muda masih duduk mematung di tepi sebuah makam yang masih baru. Ia sendirian di sana, para warga sudah beranjak sedari tadi, meninggalkannya dalam kepiluan seorang diri.
"Kakek, setelah ini aku harus kemana?" isak Wina di tengah derasnya hujan. Wina akhirnya berdiri setelah sekian lama bertekur di sisi makam Kakeknya, melangkah gontai meninggalkan Pemakaman. Tubuhnya kini kuyub, ia menggigil kedinginan berjalan gontai untuk pulang. Malam telah tiba, Wina kini sendirian di rumah peninggalan Kakeknya. Rumah yang sedari kecil ia tempati bersama Kakek dan Neneknya. Yang kini keduanya telah pergi meninggalkannya. Wina duduk di atas dipan tua, mengenang kembali masa-masa indah saat mereka berdua masih hidup. Tok, tok, tok! Sebuah ketukan kasar membuat Wina terhenyak dari lamunan nostalgianya. Ada orang di luar, yang seolah tak paham bahwa hari ini ia sedang berduka. "Wina! buka pintunya!" teriak seorang Pria yang sepertinya familiar di telinga Wina. "Sebentar!" jawab Wina sambil beranjak dari ranjang berderitnya. Dengan malas pintu-pun ia buka, didapatinya pak Gondo, seorang Rentenir di Desa itu sedang berdiri di depan pintu bersama dua orang Bodyguardnya. "Hai maniiis! sedang apa? menangisi kepergian tua bangka itu? ah, sudahlah! sebentar lagi, kau akan menjalani hidup bahagia bersamaku." ucap pak Gondo sembari menyesap cerutunya. "Apa maksud Anda, Pak?" ucap Wina mengernyitkan dahinya. "Ah, masa kau tak paham? tapi kau pasti tahu kalau Kakekmu bertahun-tahun memiliki hutang padaku? yaaa, untuk mengobati penyakitmu dahulu. Tentunya, dengan jaminan tanah dan rumah ini. Hanya saja, karena bunga-bunga dari hutang Kakekmu yang sudah menggunung, tanah dan rumah ini mana mungkin cukup melunasi itu semua." jelasnya sembari melangkah perlahan mendekati Wina. "Apa?! Anda jangan mengada-ngada, Pak! setiap minggu Kakekku selalu menyetor pada Anda! dan Kakekku mengatakan kalau hutang-hutangnya pada Anda sebentar lagi akan lunas. Bagaimana mungkin, sekarang Anda malah mengatakan tanah dan rumah ini bahkan tak cukup untuk melunasi hutang-hutangnya?" jawab Wina tegas. "Hahahaha! akan lunas?! lolucon macam apa itu?" jawab pak Gondo tertawa. Pak Gondo mengisyaratkan kode pada Bodyguardnya untuk mengeluarkan sebuah berkas dari dalam tas yang ditentengnya. Berkas itu kemudian diberikan pada Wina. "Nih, baca dan lihatlah! untuk bunga yang terus beranak pinak itu saja, Kakekmu mana mungkin sanggup membayarnya, bahkan sampai ia ditelan tanah sekalipun." ucap pak Gondo sambil menyeruput cerutunya . "Tak mungkin!" ucap Wina tak percaya. "Jadi, malam ini juga. Kau harus bersiap-siap untuk kuboyong ke rumahku." ucap pak Gondo dengan mata yang jelalatan dan lidah yang menjilati bibirnya. "Hah, kenapa? kenapa saya harus ikut dengan Anda?" tukas Wina berontak saat kedua Bodyguard itu mendekati Wina dan memegang kedua tangannya. "Untuk menjadi isteri kelimaku." ucap pak Gondo sambil membalikkan badan dan mengisyaratkan kode pada Bodyguardnya untuk membawa Wina masuk ke mobil. Wina berteriak minta tolong, namun apalah daya? para tetangga yang berjarak sekitar puluhan meter dari kediaman Wina meski mereka mendengar teriakan Wina sekalipun, mereka tak akan berani pada pak Gondo. Lagipula, malam ini hujan masih saja cukup deras, deruan guruh dan kilat bersahut-sahutan di angkasa. Menyamarkan teriakan Wina yang minta tolong. Wina segera disekap dan dimasukkan ke dalam mobil. Ia berkali-kali berontak, namun tiada berarti. Tubuh mungilnya semakin tampak ringkih saat kedua bodyguard itu duduk di sisi kiri dan kanannya di jok belakang. Mobil melaju di tengah gelapnya jalan desa, hanya beberapa penerangan lampu jalan yang dibangun dengan jarak cukup jauh satu sama lain. Menjadikan cahaya dari lampu mobil jeep itu seakan menembus pekatnya malam dengan hujan deras di sepanjang jalan. "Lepaskan saya, pak Gondo! saya tidak sudi dijadikan Istri Bapak! apalagi jadi yang kelima!" teriak Wina berontak. "Hahahaha! berontaklah sayang! semakin kau berontak dan teriak, libid0ku semakin memuncak! tidakkah ini menggair4hkan?!" ucap pak Gondo tertawa bersama para Bodyguardnya. Deru tawa di dalam mobil serempak meriuhkan suasana, namun tetap mencekam dan menakutkan bagi Wina. "Tidakkah saya lebih muda dari Putri-putri Anda, pak Gondo? apakah Anda tidak malu? dimana naluri Anda!" ucap Wina kembali membentak dengan lelehan air mata membasahi wajahnya. "Hahahahah! untuk sebuah selera dan hasrat, naluri bisa kukesampingkan dahulu. Yang jelas, sekarang aku akan melahap kembang desa kita ini sepuasnya! hahahahah!" sahut pak Gondo tertawa diiringi oleh para Bodyguardnya. "B4jing4n!" herdik Wina sembari menaikkan tangannya mencoba meraih kepala pak Gondo. "Hahahahah! teruskan Wina! teruskan! aku sangat menyukai kucing liar sepertimu! penuh emosi meluap-luap! Hahahaha! bukankah seharusnya kau bersyukur? kau kunikahi, bukan kuzin4hi. Ya, toh?!" ucap Pak Gondo kembali tertawa. Ngiiiiiiittt....! Tiba-tiba saja sebuah mobil offroad double cabin menyalip dan berhenti seketika memotong laju mobil milik pak Gondo, mobilpun spontan berhenti. "Si4lan! kur4ng aj4r! kau bisa menyetir tidak?!" bentak Pak Gondo pada Sopirnya. "Maaf, Tuan. Anu, di depan ada yang memotong jalan tiba-tiba." jawab Sopirnya gugup. "Siapa itu?! kau, keluar! coba cek!" perintah Pak Gondo pada salah seorang Bodyguardnya. "Siap, Pak!" jawabnya sembari membuka pintu mobil. Bodyguard bertubuh gempal dan tinggi itu melangkah mendekati mobil yang berhenti di depan. Mengetuk kaca jendela mobil dan menunggu orang yang ada di dalam agar keluar. Pintu mobil terbuka, dan tiga orang bertubuh besar keluar dari dalam mobil tampak bersiap menghadapi bodyguard pak Gondo. "Siapa kalian?!" tanya Bodyguard pak Gondo lantang. "Keluarkan gadis itu! biarkan kami membawanya." ucap salah seorang dari mereka. "Hah! apakah Kakek gadis itu juga memiliki hutang pada kalian?" selidik Bodyguard pak Gondo. "Tidak! tapi kami akan membayar hutang-hutang Kakek gadis itu seluruhnya hingga lunas. Berikan gadis itu pada kami!" ucap salah seorang dari mereka. "Hahahahah! apa? memangnya kalian siapa? Lembaga Sosial? tidak, tidak, tidak! aku tak butuh duit kalian! aku akan segera menikahi gadis ini malam ini!" ucap Pak Gondo yang tiba-tiba keluar dari Mobil. "Kalau begitu, Anda menginginkan kami melakukannya dengan kekerasan." ucap mereka dengan lantang. "Hajar mereka!" perintah pak Gondo pada Bodyguard-bodyguardnya sambil berbalik badan hendak masuk ke mobil. Namun, saat menyadari pintu mobil di sisinya terbuka, Wina segera mengambil kesempatan itu untuk melarikan diri. Wina turun dari mobil dan menolak tubuh Pak Gondo yang hendak masuk ke dalam mobil. "Hey jal4ng! mau kabur kemana kau!" teriak pak Gondo yang sudah terduduk di tanah karena ditolak Wina. Wina berlari kencang, ia berharap bisa kabur dengan cepat. Namun, langkahnya tidaklah secepat itu. Sebuah suntikan berhasil mendarat di pundaknya. Suntikan yang ditembakkan oleh seorang Pria yang keluar dari dalam mobil offroad double cabin itu. Wina berhenti melangkah, ia memegang pundaknya. Sebuah jarum suntik tengah menyalurkan cairan bius ke dalam tubuhnya. Pandangan Wina seketika buram, kakinya lemas dan langsung terkulai ambruk. Demikian dengan kedua Bodyguard pak Gondo, dengan mudah dilumpuhkan oleh tiga orang bertubuh besar itu menggunakan tehnik professional, sedang pria yang menembakkan suntikan itu pada Wina, melangkah maju mendekati pak Gondo yang tampak gugup. "Si, siapa Anda?!" tanya Pak Gondo gugup. "Saya? hmm, seorang yang mengincar gadis itu. Tapi saya akan mengambilnya dengan adil." ucap Pria itu sambil mengisyaratkan kode pada salah seorang Bodyguardnya yang memegang sebuah koper kecil. Bodyguard itu langsung membawa koper kecil itu mendekat, ia kemudian membuka koper itu. Di dalam koper itu tersusun rapi tumpukan uang Seratus Ribuan Rupiah. "Hah, uang? untuk membeli gadis itu? hahahahah!" ucap Pak Gondo tertawa gugup. "Ck, bukan untuk membeli, bod0h! hutang Kakek gadis itu awalnya hanya dua puluh lima juta. Selama dua puluh dua tahun, hanya dicicil bunganya saja, sementara pangkal dan bunga yang alpa sebulan terus berkembang dan beranak pinak. Dan kini, sudah menjadi Dua Ratus Delapan Puluh Juta Rupiah. Ck, di koper ini ada Tiga Ratus Juta Rupiah. Ambil semuanya! dan jangan kau ganggu tanah dan rumah Kakeknya!" ucap Pria itu sembari menyodorkan koper itu pada Pak Gondo. Pak Gondo tampak bimbang. Satu sisi ia sudah lama mengincar Wina dan menunggunya menjadi dewasa seperti saat ini. Wina adalah kembang desa yang meski sudah berusia dua puluh dua tahun, tetap tampak bak remaja yang baru menginjak usia belasan tahun. Semerbak aroma penghantar kabar kecantikannya sudah sampai ke desa-desa sebelah. Wajah cantiknya sangat khas, mirip dengan aktris cantik dari Negara Turky Ozge Yagiz. Di sisi lain, ia tidak mungkin menolak uang senilai Tiga Ratus Juta kontan itu. "Bagaimana jika saya tidak bersedia?" tanya pak Gondo seolah melakukan negosiasi. "Maka, kau harus bersiap mati di sini saat ini juga." ucap Pria itu sembari merogoh saku di balik jaket hitamnya, dan mengambil sebuah senjata api berupa pistol. Pak Gondo langsung mendelik, ia mundur beberapa langkah. Bagaimanapun, ia hanyalah seorang Rentenir yang hanya memiliki power di desanya. Melihat lawannya saat ini, ia yakin, jika pria ini adalah seorang yang memiliki kuasa selevel dengan Mafia di Kota. "Ba, baiklah! persetan dengan gadis itu! se, serahkan uang itu padaku! dan bawa saja dia bersama kalian!" ucap Pak Gondo gugup. "Ck, aku sudah katakan sebelumnya, aku akan adil untuk meminta gadis itu darimu. Kenapa harus berbelit-belit begini?" ucap Pria itu seraya mengisyaratkan pada Bodyguardnya agar membawa Wina dan memasukkannya ke dalam mobil. "Apakah saya boleh tahu, Anda ini siapa? ke, kenapa Anda bahkan tahu tentang hutang-hutang Kakeknya gadis itu?" selidik Pak Gondo. _______________*** Andrea mendongak ke atas jendelanya. Ia melihat bulan tepat berada di atas kepalanya. "Aku bosan melihat bulan, kapan aku bisa menatap matahari yang bersinar di kepalaku? pasti sangat silau dan panas sekali." Andrea melangkah pelan, gemericik air di kolam ikan koi yang berada di sampingnya, seolah mengiringi alunan lagu berjudul Yours dari alat pemutar musik di sisi kirinya mengalun lembut. Suara merdu dari Jin BTS sangat sopan masuk ke telinga dan membuat berwarna ruangan yang sebelumnya sangat sepi itu. Every night I see you in my heart {setiap malam aku lihat dirimu dalam hati ku} Every time I do I end up crying {setiap aku melakukan sesuatu selalu berakhir dengan tangis} eodum soge neoreul bulleojumyeon {aku panggil dirimu dalam gelap} naegero deullyeooneun geon {apa yang telah didengar telinga ku}
***"Lantas, apa kau akan mendengarkanku?" tanya Bibi Noni dengan wajah tegang."Ya! tentu saja! bukankah selama ini aku selalu mendengarkanmu?! kita bahkan tak memiliki hubungan darah, namun kau seolah seorang yang lebih berharga bagiku dari orangtuaku sendiri."Bibi Noni tersenyum tipis,"Di saat kau dicampakkan oleh keluarga Mahesa, hanya aku Orangtua yang datang mendekatimu, memintamu kembali dan menginginkan keberadaanmu di rumah ini. Di saat kau membutuhkan Pahlawan saat kebakaran dahulu, hanya Andrea yang datang tanpa ragu, tanpa perduli akan nyawanya sendiri untuk menolongmu. Dan jangan lupakan Revan! dia juga sama dengan Andrea! banyak turun tangan untuk membantumu, Tuan!""Dan, apakah Anda ingin aku menyelamatkan ketiga orang itu, dan mengabaikan Wina?""Aku hanya ingin yang terbaik untuk kita semua.""Bukankah Wina adalah Isteriku?""Kau bahkan bersetubuh dengan Andrea, Tuan! tanpa menikahinya! tegany
***Darius menahan amarahnya, ia tahan sampai enggan berdiri di sisi Wina lebih lama, ia memilih berdiri di balkon sembari matanya memandang ke bawah. Ia sedang menunggu Dokter pribadinya datang.Sementara Bibi Noni, mengompres kening Wina dengan senyuman tipis yang seolah tak bisa ia sembunyikan. Ia juga membersihkan tubuh Wina dengan mengusap-usapnya dengan air yang sudah dibubuhi antiseptik."Aku tak sabar ingin mendengar kepastian dari Dokter pribadi tuan Darius, bahwa kau benar-benar hamil, Wina." gumam Bibi Noni tersenyum. "Tapi kau hamil anak siapa? hmmmmm, ini pasti akan sangat menarik."Tak berapa lama kemudian, Dokter pribadi Darius tiba, ia masuk dan bertegur sapa dengan Darius. Bibi Noni permisi untuk keluar sambil membawa kembali nampan berisi handuk yang ia bawa sebelumnya."Bagaimana keadaan Isteri saya, Dokter?" tanya Darius tampak tak sabar setelah Dokter itu selesai memeriksa Wina."Apa Nyonya akhir-akhir ini te
***"Aku melihat foto Andrea di dompetmu, tadi.""Itu, itu foto yang sudah sangat lama di situ.""Waktu kita ada di gubuk malam itu, aku bertanya padamu apakah kau menyukai Andrea? kau tak menjawab. Apakah inilah jawaban sebenarnya?""Wina! Pencopet itu sudah lari sangat jauh!"Revan tak menghiraukan lagi pertanyaan Wina. Ia berlari kencang, entah itu karena benar-benar ingin mengejar Copet itu, atau menghindar dari cecaran pertanyaan Wina."Revan! tunggu! bisa-bisanya kau meninggalkanku!"Wina ngos-ngosan mengejar Revan yang sudah menghilang ditelan tikungan tajam. Dan saat ia sudah melewati tikungan itu, ia dapati Revan tengah meninju Pencopet itu.Buk! Bak!"Revaan!" teriak Wina.Revan menoleh sambil memegang kerah baju Pencopet itu."Wina! aku dapatkan Pencopet itu!""Ampuun, Kak! ampuuun!" mohon Pencopetan itu tak berdaya. Wajahnya kini lebam dan hidungnya berdarah.
***Wina dan Revan segera beranjak sebelum induk babi itu menyadari keberadaan mereka berdua di sekitar kandangnya. Mereka seolah diberi kesempatan waktu untuk berlari dari Anak Buah Darius dan serudukan induk babi itu"Sekarang kita kemana, Revan?""Entahlah! aku tak yakin akan berlari lewat jalan lintas di sana. Hanya saja, di hutan inipun sama saja! mereka, anak buah tuan Darius pasti akan kembali lagi ke sini.""Lantas, apa yang kau fikirkan sekarang?"Revan berkacak pinggang, matanya mengitari sekitar. Tiba-tiba matanya berbinar dan bibirnya tersenyum merekah. Ia melihat seorang Nelayan ikan lewat menggunakan sampan kayunya. Sepertinya Nelayan itu hendak pergi ke Pasar untuk menjual hasil tangkapannya."Ayo, Wina!""Kemana?"Wina mengikuti saja arah tarikan tangan Revan menuruni jalan menuju sungai."Pak! permisi, kami boleh menumpang?" seru Revan pada Nelayan yang sedang mengayuh itu.Nel
***Darius yang berada di luar tampak kesal karena gedoran pintu darinya diabaikan. Ia tahu dari Tetangga sekitar, bahwa Wina dan Revan sedang berada di dalam rumah. Namun sedari tadi, tak ada satu suarapun terdengar dari dalam."Dobrak!" perintah Darius pada salah seorang anak buahnya.Revan dan Wina membuka pintu belakang perlahan. Sebelum pintu didobrak, mereka sudah keluar dan sekarang sedang berusaha memanjat pagar beton di belakang rumah.Pagar beton itu setinggi dua meter. Pagar itu membatasi daerah hutan lindung dan Pemukiman Penduduk. Jadi pagar beton itu berdiri mengelilingi sepanjang pemukiman. Mungkin salah satu gunanya, agar binatang buas tidak masuk ke pemukiman dan juga agar warga tak mudah mencemari hutan."Bagaimana caranya kita melewati pagar beton ini?" tanya Wina panik."Kita lakukan seperti waktu kita memanjat tebing di pinggir sungai malam itu!" seru Revan.Wina mengangguk, Revan segera memasang badan berjongkok di dekat Wina. Tanpa dikomando, Wina langsung naik
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments