Share

Kebangkitan Alina

“Gue benci banget sama Ronald!” Alina menggebrakkan tangannya ke meja kelas. Namira yang duduk di sebelahnya berjingkat kaget.

“Lo apa-apaan sih, Al. Baru masuk kelas udah jelek aja mood lo!” Namira heran dengan kelakuan Alina. Biasanya Alina bersikap tanpa emosi dan cenderung datar. Entah setan mana yang merasuki dirinya hari ini. 

Alina menenggelamkan wajahnya ke dalam kedua tangannya. Ronald membuat perasaannya seperti di roller coaster. Setelah memberinya kehangatan yang nyaman, Ronald membawa hatinya pada puncak paling tinggi di lintasan. Namun layaknya roller coaster, perasaan tersebut cepat sekali terjun ke lintasan paling dasar. 

“Al? Lo gapapa kan? Emangnya Ronald ngapain lo lagi?” Namira memang mengetahui banyak hal tentang Alina. Karena saat ini, Alina sangat yakin Namira adalah satu-satunya orang yang berada di pihaknya. Namira tidak butuh keuntungan maupun pertolongan apapun dari Alina dan keluarganya. Keluarga Namira sudah cukup terpandang dan berpengaruh di negeri ini. 

Alina menceritakan apa yang telah Ronald perbuat kepada dirinya, mulai dari memberi Suroto, mencium pipi, hingga gadis cantik yang menggandeng tangannya tadi pagi. Selama Alina bercerita, mulut namira tidak berhenti mengatakan “Hah?”.

Namira sangat terkejut dengan keberanian dan kepercayaan diri seorang Ronald. Karena sebelumnya, banyak pria yang menyerah dengan respon Alina yang cuek. ROnald benar-benar bisa menembus Alina dan membuat sahabatnya ini merasakan emosi yang membingungkan.

Namira tersenyum, ini merupakan suatu perkembangan bagi tabiat Alina. “Terus, kalau ternyata Ronald emang cuma baik, dan ga punya perasaan sama sekali ke lo, lo mau apa?” ujar Namira membuat Alina berpikir. Tentu saja Alina tidak bisa marah, dirinya juga tidak bisa menuntut apapun karena Ronald tidak melakukan kejahatan. Ronald hanya berperilaku baik, itu saja. Hal ini membuat Alina semakin bingung.

“Udah, Al. Lo ga usah bingung. Lo bersikap aja seperti dia. Seolah ga ada apa-apa. Seolah, lo menerima bantuan dari laki-laki biasa yang lo kenal,” Namira membelai pundak ALina yang terlihat bingung.

Besides, lo harus tunjukin kalo lo baik-baik aja. Mind your own business, young lady. Banyak cowok lain, Treat him like he treat you, understand?” Alina mengangguk berat. Namira benar, tidak seharusnya Alina memikirkan tentang Ronald. Saat ini banyak yang harus Alina perbuat, tidak ada waktu untuk bermalas-malasan. 

“Btw, sodara tiri sialan lo itu bakal tampil juga ya di acara Ceremonial Graduation? Hadeh, gak mau kalah banget sih!” Namira menggerutu. Mengapa perempuan yang sangat baik dan berbakat seperti Alina selalu mendapat halangan, bahkan dari dalam keluarganya sendiri. 

“Yah, menurut gue itu cukup bagus. Karena kali ini, gue juga gak akan mau kalah. We’ll see!” Alina sangat percaya diri dengan kemampuannya. Sudah banyak kompetisi yang dimenangkan olehnya. Alina punya strategi tersendiri untuk memenangkan hati semua orang pada hari itu.

***

Tidak terasa, waktu berjalan sangat cepat. Tibalah mereka semua pada Ceremonial Graduation angkatan ke-245. Semua orang sibuk berkacak pinggang di depan cermin. Melihat apakah penampilannya sudah cukup mumpuni untuk dilihat oleh dua ribu lulusan dan orang tua, serta seratus orang penting dari berbagai dunia dan latar perusahaan yang berbeda. Malam ini, jangan sampai membuat kesalahan. Karena nama mereka dipertaruhkan.

Tidak lama kemudian, muncul satu orang panitia yang mengingatkan bahwa acara akan dimulai kurang lebih satu jam lagi, dan memastikan bahwa semua talent telah hadir. Panitia tersebut memanggil satu persatu nama dari talent yang akan tampil. Semua berbaris, menunggu namanya untuk dipanggil.

Ketika menyebut nama Alina, tidak ada satupun yang mengacungkan tangan, maupun bersuara. Seline tersenyum penuh arti. Panitia kemudian menyelesaikan briefing  dan mencoba menghubungi Alina. Namun nihil, Alina sama sekali tidak mengangkat telepon maupun pesan dari panitia tersebut.

Sementara di tempat lain, Alina sedang memejamkan mata di dalam mobil. Ia harus menata moodnya agar penampilan hari ini berjalan dengan lancar. Ketika Alina membuka mata, betapa kagetnya ia ketika mobilnya berjalan di jalan yang sepi dan hanya ada pepohonan di kanan dan kirinya. 

Alina sangat panik ia memanggil-manggil nama sopir yang sedang mengantarnya. Namun betapa bodohnya, ia tidak menyadari jika yang mengantarnya saat ini bukanlah sopir pribadinya yang biasa. “Hei! berhenti sekarang! Saya akan lapor polisi!” mendengar bentakan Alina, pria itu sama sekali tidak bergeming. Alina meraih ponselnya dan segera menelepon nomor darurat polisi. 

Sedetik kemudian wajah Alina berubah menjadi pucat, karena ponselnya tidak menunjukkan ada sinyal. Alina mulai menangis dan ingin berteriak. Tubuhnya gemetaran dan sangat takut. Alina hanya berdoá agar dia selamat. Apapun caranya, Tuhan selamatkan Alina sekarang juga.

Tak lama kemudian, ada pengendara motor yang mengikuti mereka dari belakang. Sopir yang membawa mobil Alina panik, karena dirinya takut ketahuan. Kemudian sopir tersebut berusaha untuk menghalangi motor agar tidak bisa berjalan di depannya. Namun pengendara motor itu lebih lincah dan berhasil menyamai kecepatan mobil Alina.

Tidak kurang akal, sopir itu berusaha menyenggol motor agar jatuh. Namun lagi-lagi, pengendara itu jauh lebih lincah dan cerdik. Setelah beberapa saat mereka berseteru, dari kejauhan terdapat pohon tumbang yang sangat besar menghalangi jalan mereka. Sang supir sangat terkejut, dan secepat mungkin menginjak rem dan membanting setir ke arah kiri. 

Mobil yang berkecepatan tinggi itu kesulitan untuk menghentikan rodanya saat sang sopir menginjak rem. Walau kecepatannya berkurang, mobil tersebut menabrak pohon yang ada di pinggir jalan. Airbag otomatis keluar dari dashboard mobil, namun naas, sang sopir terhimpit bagian depan mobil dan kepalanya membentur kaca hingga pecah. Kejadian itu membuat sang sopir kehilangan nyawa.

Sedangkan Alina, sangat syok dengan kejadian yang terjadi begitu cepat. Dirinya sama sekali tidak sempat berteriak. Tubuhnya gemetaran, air matanya mengalir deras. Beberapa bagian di badannya juga terkena goresan kaca. Jiwanya sangat terguncang, disertai dengan kepala yang mendadak pening, dan pandangan mata yang mengabur. 

Pengendara motor cepat-cepat membawa Alina keluar dari mobil dan mengatakan “Alina, please bertahan!”. Laki-laki itu membonceng Alina dan secepat kilat membawa Alina ke UGD untuk mendapatkan penanganan pertama. 

Alina pingsan selama kurang lebih satu jam, saat ia membuka matanya, terlihat ruangan putih dengan banyak orang yang juga berbaju putih mondar-mandir di hadapannya. Di sebelahnya duduk seorang pria yang sudah ia kenal. Allen. 

Alina mencoba untuk duduk, dan mencerna situasi yang saat ini terjadi kepadanya. Namun kepalanya tetap tidak bisa mengurai kejadian yang berlangsung begitu cepat. Jantungnya masih berdegup kencang dan badannya masih gemetar. 

Ia sangat ingin mendengar penjelasan Allen. Mengapa ia bisa berada di sana. Bagaimana Ia menemukan Alina. Tapi, Alina mengingat hal yang lebih penting sekarang. Ia jadi tahu siapa dalang dari peristiwa yang mengguncangkan ini. Alina berusaha berdiri. Meraih ponselnya dan menelepon seseorang yang ia kenal. Alina berkata tajam kepada Allen, “Gue harus ke Ceremonial Graduation Hall sekarang,”.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status