Hidup Alina yang sempurna hancur setelah kehadiran ibu dan saudara tirinya. Mereka memanipulasi sang papa untuk merebut apa yang dimiliki Alina. Sayangnya, mereka tak tahu Nona Muda ini memiliki rencana memegang kembali apa yang selama ini dimilikinya. Lantas, akankah Alina berhasil?
Voir plusPlakk
Satu tamparan mendarat di pipi mulus Alina. Perempuan itu mendesis kesakitan. Ia kira, jika sudah mengalaminya berulang kali, rasanya tidak akan sakit lagi. Air matanya dengan sekuat tenaga bertahan agar tidak jatuh. Dia harus kuat, tinggal sedikit lagi, rencananya akan sempurna.
“Kenapa kamu sangat egois Alina, papa tidak menyangka,” pria itu menghela nafas, “Walau tidak sedarah, kalian itu saudara, tidak seharusnya kamu berbicara seperti itu!”. Dengan wajah merah padam, Lesmana berjalan pergi, meninggalkan tiga wanita di ruang makan.
Salah satunya tersenyum, Seline. Sebagai anak baru di rumah ini, dia cukup pintar mengambil hati papa Alina . Rupanya, sedari kecil ibunya mengajarkan ilmu playing victim. Oleh karena itu, keduanya sangat mirip. Pemandangan itu mengiris hati Alina.
Seline, masih dengan senyum yang melengkung di bibirnya berkata, “Alina yang cantik, makanya ga usah sok deh jadi orang, pake cara mau ngaduin gue ke papa, hahahahah,” gelak tawanya terdengar menjengkelkan.
“Alina, lo udah bukan anak kesayangan lagi di sini, tahta itu udah turun ke gue! lebih baik lo tau diri ya,” cercanya dengan congkak.
Alina tahu dan sadar akan hal itu, dan membenci fakta bahwa dirinya tidak bisa melakukan apapun. Alina enggan bersuara, lalu beranjak dan pergi ke kamarnya dengan tenang. Pikirannya kalut, dilihatnya foto perempuan cantik mengenakan maxi dress yang sedang tersenyum ke arahnya.
“Mama, Alina kangen, apa mama ga bisa kembali?” air mata yang sejak tadi ditahan akhirnya turun juga. Alina terisak, dunia ini sungguh tidak adil baginya, semua jahat.
Setelah menangis beberapa saat, Alina tersadar. Untuk keluar dari situasi yang menyesakkan ini, dia harus terus menjalankan rencananya. Alina beranjak, duduk di atas kursi belajarnya dan mulai menorehkan cat di kanvasnya. Dengan tekad yang penuh, tangannya mantap menggenggam kuas. Di atas kanvas itu, di ruangan kamarnya, Alina menciptakan “Dendam”.
*****
“Papaaaa, guru biola Seline kemarin bilang, kalau Seline mungkin bisa coba alat musik lainnya, Seline mau kursus main piano dong papa,” Seline bergelayut manja di lengan sang Papa.
“Seline, sudah jelas kamu punya bakat bermusik, bukannya kamu sudah memenangkan banyak kontes main biola, ya?” Lesmana tersenyum hangat.
“Iyaa sih paa, tapi Seline tetap mau kursus piano pah, biar nambah skill Seline, bukannya papa malah bangga ya, punya anak yang multitalent?” Seline mengerucutkan bibirnya, lebih merayu.
“Tentu papa bangga, sayang. Tapi apa nggak mengganggu kuliahmu? Kamu kan, baru masuk di Law School yang sama dengan papa dulu, dan itu berat,” jawab Lesmana.
Alina mengernyit, rasa-rasanya Seline lebih mirip papanya. Hal itu membuatnya terganggu, kenapa bukan dia yang mirip papanya, malah orang lain. Lagi-lagi Alina menghela napas, merasa asing dan terkucilkan di keluarga ini.
“Ah enggak dong, pa Seline kan pinter. Seline yakin bisa berprestasi saat menjadi pianis, tapi juga excellent di kelas, you should trust me, pa!” sanggah Seline meyakinkan.
“Bener kata Seline mas, dia memang anak yang pintar dan berbakat di dunia musik, tapi di pelajaran pun dia selalu juara satu. Gimana Kalau kamu masukin dia ke private course-nya Alina?” Trisia menambahkan.
“Bener tuh kata mama, pa. Seline mau kok private bareng sama Alina. Alina pasti juga seneng, ya kan Alina?” ujar Seline dengan senyum smirk yang mengganggu.
Ingin sekali Alina mengatakan tidak. Seni adalah salah satu caranya untuk healing. Jika Seline ada di sana, pasti membuatnya semakin terganggu. Ah, tapi apakah papanya akan lebih mendengarkan ucapan Alina daripada Seline?
“Papa, Alina sudah dalam tingkatan expert karena udah main piano sejak lama, apa Seline bisa mengikuti Alina? Apalagi kalau Seline sama sekali belum tau caranya,” balas Alina, mungkin memang sia-sia, tapi Alina lelah selalu mengalah di setiap keadaan.
“Aku pernah main piano kok! Aku tau aku ga semahir kamu, tapi aku janji akan belajar sungguh-sungguh. Kan, aku juga pingin lebih deket sama kamu,” balas Seline dengan wajah memelas dan suara yang sedih.
Alina bergidik ngeri, benar-benar kemampuannya menjadi anak manja sangat menjengkelkan. Padahal sifat sebenarnya tidak demikian. “Pah, Alina sibuk. Alina ga bisa ngajarin Seline, papa cari guru private baru aja,” timpal Alina.
“Alina, kamu keterlaluan. Sekarang kalian berdua sudah bersaudara, dan Seline punya niat baik untuk dekat dengan kamu,” ujar Lesmana dengan nada tinggi.
“Sepertinya papa terlalu memanjakan kamu, kalau kamu tidak mau mengajari Selina, uang bulanan kamu, papa potong!”.
Alina melongo tidak percaya dengan apa yang dikatakan papanya, air matanya hampir tumpah. Papa yang selama ini sangat mencintai dan memanjakannya, bisa berubah 180 derajat karena kehadiran dua makhluk yang jahat ini.
“Sayang, kamu ga boleh kasar dengan Alina. Aku dan Seline memang masih orang asing bagi Alina. Kami paham dan ngerti kalau alina belum menerima aku dan Seline,” Trisia mengelus pundak Lesmana menenangkan.
Alina sudah terlanjur muak dengan sifat ular ibu anak yang ada di depannya saat ini. Ia berdiri dan mendorong kursinya dengan penuh amarah, “Alina berangkat!” sambil menghentak-hentakkan kakinya keluar dari ruang makan.
“Alina! Alina! Kembali ke sini Alina!” teriak sang papa tanpa gubrisan dari Alina. Lesmana merasa bersalah kepada Seline dan Trisia. Lesmana berjanji akan memasukkan Seline ke tempat private course yang sama dengan Alina.
*****
Alina berdiri di depan pintu apartemen dengan hati yang berdebar. Dia mengambil napas dalam-dalam, menguatkan dirinya sebelum akhirnya membuka pintu dan masuk. Di dalam, pemandangan yang mengejutkan menantinya: Marco, setengah sadar dan terikat di kursi, dengan wajah penuh kebingungan dan ketakutan. Cahaya lampu yang redup membuat bayangan tubuhnya tampak suram, menambah kesan dramatis di dalam ruangan itu.Alina mendekati Marco dengan langkah tenang, tatapannya dingin. "lo bodoh banget, Marco," katanya dengan nada sinis, "Lo ga inget gimana gue bisa lolos dari gudang itu? Gue tau, lo yang bawa gue ke sana! "Marco tersentak, ia tak menyangka Alina akan mengetahui itu. Marco tidak dapat mengelak, ia mencoba menggerakkan tubuhnya, tetapi tali yang mengikatnya terlalu kuat. "Lo mau apa sekarang?" tanyanya dengan suara serak.Alina tertawa kecil, memperlihatkan senyum puas. "Lo dan Jade udah menyabotase gue selama ini. Dan gue punya bukti kuat untuk itu," katanya sambil mengeluarkan pons
Felix berhasil memotret mereka berdua, tidak lupa dengan penyadap suara tingkat tinggi. Fellix bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka rencanakan dan siapa dalang di balik semua ini. Laki-laki itu segera menemui Alina dan memberitahu semuanya.Alina merasa semakin aneh, apa yang ia lakukan sampai Seline dan Trisia membencinya sampai seperti ini. Selama ini Alina belum menemukan jawabannya. Tapi Alina yakin, dirinya akan bisa mengatasi ini semua. Ia dan Felix mulai bekerja di tempatnya masing-masing. Felix harus kembali ke Santanu sesegera mungkin untuk mempersiapkan rencana mereka dengan matang. Selama persiapan, Marco dan Alina sama-sama saling mendekatkan diri. Keduanya memiliki rencana. Setiap hari dan setiap detik, Marco selalu melaporkan apapun yang terjadi kepada Jade. Di lain sisi, Jade juga melatih nyanyiannya. Ia tidak sadar, bahwa pianist yang sedang berlatih bersamanya adalah suruhan Felix untuk memata-matai Jade.Jade juga orang yang dianggap berada di sekolah ini. Dir
FLASHBACKAlina berpikir keras, ia dan felix harus tahu siapa dalang dibalik penculikan Alina kali ini, serta cara apa yang mungkin membuat mereka semua kapok untuk menyakiti Alina. Alina dan Felix mulai satu persatu menyebut kemungkinan-kemungkinan nama yang muncul berdasarkan kebencian, atau musuh keluarga Santanu. Mereka juga menambahkan Seline dan Trisia.“Felix, gue inget badan orang yang nyulik gue! Dia tinggi, besar, otot tangannya kuat banget dan kasar!” Alina mencoba mengingat-ingat.“Hmm, kalau begitu gak mungkin dia cewe. Berarti kita harus nyari dia di kelas musik klasik bass dan tenor, atau seni musik. Nanti kita bagi ke orang-orang yang berkemungkinan punya postur tubuh sama seperti yang lo bilang,”Alina dan Felix bergegas menilik foto penerimaan siswa baru di The Castle. Mereka memilah orang-orang yang berpostur tubuh tinggi dan besar. Setelah menemukan lima kandidat, Alina dan Felix cepat-cepat mencari tahu latar belakang orang-orang tersebut. Kemudian mereka menemuka
Alina terhuyung sedikit ke belakang. Betapa semua kejadian ini bercampur menjadi satu. Memang salah Alina apa, sampai mereka berbuat setega ini dengan Alina. Pewara meminta mereka kembali ke ruangan belakang panggung. Kemudian panitia meminta para peserta untuk menonton di kursi penonton. Felix, Alina jadi teringat pada laki-laki itu. Ia adalah satu-satunya orang yang dapat menenangkannya saat ini. tangan Alina bergetar, wajahnya menahan tangis. Saat giliran Jade maju, Alina semakin menganga. Penampilan, dan aransemen Jade sama persis dengan miliknya. Jade menyanyikan Mi chiamano mimì karya Puccini dengan baik. Alina menggelengkan kepalanya. Sungguh dunia ini penuh dengan hal yang tidak disangka-sangka. Setelah Jade Selesai, Alina dipanggil menuju panggung. Marco duduk di depan pianonya, bersiap. Alina menundukkan kepalanya, sedikit membungkuk memberi hormat. Matanya lurus menatap tajam ke arah Seline, dan Ronald. Seline tersenyum kearahnya, senyum yang palsu. Alina mengangguk pada
Mulai sekarang, Alina dan Marco terlihat sering bersama. Bahkan, Marco sampai menjemput Alina di gerbang asrama putri. Keduanya berlatih siang malam. Dengan begitu, Marco akhirnya tahu, mengapa Alina bisa lebih baik dibandingkan penyanyi lainnya. Alina sangat pandai mengatur tubuhnya. Waktu berlatih, waktu istirahat, dan waktu untuk bersantai. Alina juga menjaga makanan dan minuman, serta berolahraga. Ketika berlatih, Alina sama sekali tidak membuat celah, ia ingin tampil sempurna meski pada saat latihan. Hal ini membuat Marco sangat kagum.Dari empat hari yang tersisa, mereka hanya memiliki dua hari untuk latihan sebelum berangkat ke medan perang. Alina mengatur strategi, agar mereka bisa tampil semaksimal mungkin. Alina dan Marco sama-sama anak yang ambisius. Walaupun tidak memenangkan kompetisi, target mereka adalah mengambil hati para juri dan tamu. Alina sangat fokus mendengarkan suaranya sendiri yang direkam, teliti memperhatikan apa yang kurang dari nyanyian tersebut. Marco me
etelah acara itu selesai, Alina mulai didekati oleh anak-anak dengan ekonomi menengah dan bawah. Mereka senang sekali dengan kekuatan Alina yang digunakan untuk membantu orang lain. Alina juga sangat senang apabila sedikit demi sedikit keadilan bisa ditegakkan. “Lo keren Al,” seorang wanita duduk di kursi yang sama dengan Alina. Sejenak, suara desingan angin melewati mereka berdua, gemeretak ranting yang menaungi ikut memecah kesunyian. Saat ini Alina sangat waspada dengan wanita yang ada di sampingnya ini. “Bukan gue,” kata-kata singkat itu seperti jawaban atas pertanyaan yang berputar-putar di kepala Alina. Delancy kemudian beranjak dan pergi meninggalkan Alina. Alina tertegun, apakah memang kejadian yang menimpa Alina banyak yang mengetahui, tapi mereka menutup mana soal ini? Atau bahkan, para penjahat itu menggunakan kekuasaan mereka untuk menutupi kejadian ini? Alina tidak boleh percaya begitu saja pada Delancy. Kini Alina lebih awas dengan sekitarnya. Ia tak mau lagi bersika
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Commentaires