Beranda / Romansa / Kemilau Senja / Perubahan Sikap Mas Nando

Share

Perubahan Sikap Mas Nando

Penulis: Oktafia Ningsih
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-19 18:59:17

Sampai pada suatu pagi, dimana langit cerah, matahari pun menampakkan senyumnya.

Aku yang duduk di tepi ranjang masih terasa enggan untuk keluar kamar. malas sekali rasanya kalau aku harus bertemu dengan Mas Nando pagi ini, membuat moodku yang tadinya sudah terkondisikan, bisa membuat mood kembali hancur. 

Terdengar suara Bi Inah yang mengetuk pintu dan memanggilku untuk sarapan pagi, aku pun masih enggan membuka pintu itu, pasti di bawah sana ada Mas Nando yang tengah menungguku, kekesalanku saja belum hilang. aku harus tenangin dulu hatiku. baru siap menemuinya.

Terpaksa aku hiraukan panggilan dari Bi Inah. Namun, aku tetap berbicara dengannya.

"Iya, Bi, Nandini lagi nggak pengen keluar, nanti saja, bilang aja ke Mas Nando kalau Nandini masih males makan," ujarku masih di dalam kamar tanpa membukakan pintu.

"Jangan begitu, Mbak Nandini harus makan walaupun sedikit, 'kan Mbak Nandini sejak kemarin siang belum makan, nanti bisa sakit perutnya, itu sudah ditunggu sama Mas Nando, kasian dari semalam Mas Nando tidur di depan kamar Mbak Nandini," ujar Bi Inah mencoba membujukku untuk keluar kamar. 

Akan tetapi yang membuat hatiku luluh saat Bi Inah mengatakan kalau Mas Nando tadi malam tidur di depan kamar ini. Benarkah begitu, aku pun langsung bergegas membukakan pintu kamar, agar Bi Inah bisa masuk. Aku ingin tahu informasi mengenai Mas Nando tadi malam.

"Alhamdulillah akhirnya Mbak Nandini mau keluar juga," ucap Bi Inah sembari melempar senyum di hadapanku.

"Bi Inah masuk dulu deh ya." Aku menyuruh Bi Inah untuk masuk ke kamarku dan bergegas kututup lagi pintu kamar, jangan sampai Mas Nando tahu hal ini, bisa marah lagi nanti dia.

"Ada apa ya Mba, kok Bibi disuruh masuk?" tanya Bi Inah penasaran.

"Apa benar yang Bi Inah katakan barusan, kalau Mas Nando tadi malam tidur di depan kamar ini?" tanyaku penasaran, apa benar Mas Nando lakukan itu, kalau memang benar, sungguh tega aku membiarkan suamiku tidur di lantai.

"Iya Mbak Dini, bener kok, Bi Inah melihat sendiri, tadi pagi 'kan Bi Inah mau nyapu dan ngepel lantai depan kamar Mbak Nandini, Bi Inah kaget melihat Mas Nando tidur di dekat tembok beralaskan selimut dan bantalnya pun Mas Nando bawa ke situ." 

"Mas Nando masih terlelap tidur, jadi Bi Inah tidak berani membangunkannya, lalu Bi Inah mengambil kesimpulan kalau Mas Nando semalam tidur di lantai depan situ Mba," ujar Bi Inah sembari menunjuk ke arah luar kamarku di sebelah tembok, tempat di mana Mas Nando menghabiskan malamnya kemarin.

Terasa deg di hati mendengar informasi dari Bi Inah, Mas Nando itu sebenarnya lelaki yang seperti apa? Kadang dia baik, kadang ngeselin bikin sakit hati, tapi kalau dia telah berbuat seperti itu hatiku pun menjadi luluh, aku merasa kasihan dengan suamiku, pasti Mas Nando tadi malam kedinginan, dia pasti tidak terbiasa tidur di lantai. bagaimana kalau dia sampai masuk angin, ini semua salahku. kenapa aku tadi malam sangat egois tidak membukakan pintu kamar hanya karena ingin agar Mas Nando memahami rasa sakit di hatiku. Kalau jadinya begini itu sama saja aku seperti Mas Nando, kesalahan memang tidak bisa dibalas dengan kesalahan. Aku pun menyesal telah menuruti egoku hanya karena merasa cemburu terhadap kedekatan suamiku dengan perempuan lain. Api cemburu pun telah mempengaruhiku, seharusnya aku tidak seperti ini.

"Mas Nando." Aku pun bergegas keluar kamar dan lari menuju ruang makan, kudapati Mas Nando sedang menikmati makanannya. dia mendengar suaraku memanggil namanya pun langsung menatapku dengan pandangan yang serius. Kini aku sudah ada di depan matanya.

"Nandini, akhirnya kamu mau keluar kamar juga, pengantin baru itu nggak baik berada di kamar terus, sampai lupa makan begitu," ujar Mas Nando sembari langsung memasukkan roti ke mulutnya.

"Mas Nando," ucapku dengan nada sedih.

"Iya, kamu keluar kamar untuk makan kan? Duduk disini!" jawab Mas Nando lalu menyuruhku duduk.

"Ini cuman ada roti tawar sama selai aja, nanti kalau kamu masih lapar, kamu bilang aja ke Bi Inah, biar Bi Inah masakin makanan buat kamu," ujar Mas Nando sembari melirik ke arahku. 

"Mas, maafin Nandini, ya," ucapku dengan lembut.

"Nandini, seharusnya saya yang meminta maaf, kamu nggak salah, yang salah itu saya, karena tidak bisa menghargai perasaan kamu," ucap Mas Nando dengan lembut dengan sesekali tersenyum.

"Tapi, Nandini juga salah, Mas, tidak seharusnya Nandini cemburu dan menuruti ego Nandini dengan mengurung diri di kamar," ucapku dengan lembut, kutatap lekat suamiku.

"Sudah hal ini tidak perlu dibahas lagi, nanti malah bikin mood kamu hilang lagi, kamu makan dulu, apa mau saya suapin?" ujar Mas Nando yang menawarkan diri untuk menyuapiku.

Aku pun tertunduk malu, ternyata sungguhan, Mas Nando pun mencoba menyuapi aku. Sudah seperti anak kecil saja aku ini, betapa malunya aku di hadapan suamiku. Perlakuan Mas Nando pagi ini sangat manis.

"Terima kasih, Mas," ucapku dengan lembut sembari melempar senyum semringah kearahnya.

"Nah gitu dong senyum, kamu itu kalau lagi senyum terlihat sangat manis," ucap Mas Nando berusaha menggodaku.

"Apa sih Mas Nando ini, masih pagi udah ngegombal," ujarku dengan tertunduk malu.

"Siapa yang gombalin kamu, saya itu berkata jujur dan juga tidak sedang berakting, ini sungguhan sayang," ucap Mas Nando yang mencoba meyakinkanku bahwa perlakuan manisnya kepadaku pagi ini ada sungguhan bukan sekadar aktingnya.

Aku tersentak kaget mendengar pengakuan itu, tapi mencoba untuk tetap terlihat tenang, aku tidak ingin besar kepala lagi seperti kemarin, karena sikap dan perilaku Mas Nando terhadapku bisa berubah-ubah, ya mungkin disesuaikan dengan kondisi hatinya.

"Mas, terima kasih ya, maafin Nandini yang tadi malam membiarkan Mas Nando tidur di depan kamar yang Nandini tempati, karena memang Nandini tidak tau kalau Mas Nando masih di depan pintu. Nandini pikir Mas Nando sudah beranjak ke kamarnya Mas Nando sendiri," ucapku meminta maaf.

"Iya, tidak apa-apa. Sudah jangan kamu pikirkan hal itu, saya juga tidak masalah kok kalau harus tidur di lantai, saya cuma memastikan kamu baik-baik saja di dalam kamar. Saya khawatir sekali sama kamu, hingga kekhawatiran itu membuat saya tidak bisa tidur, menyesali semua perbuatan saya kemarin, saya senang kamu telah memaafkan saya dan mau makan lagi, saya takut kamu sakit, Nandini. Maafkan kesalahan saya ya, saya tidak akan mengulanginya lagi," ujar Mas Nando menjelaskan.

"Mas Nando kenapa harus tidur di lantai? Nandini baik-baik saja kok, cuman hati Nandini saja yang lagi tidak baik," ucapku sembari menatap suamiku, merasa terharu dengan semua perlakuannya, dia tidak harus melakukan itu.

"Sudah jangan membahas hal itu lagi, nanti malah pagi kita ini jadi termehek-mehek," ucap Mas Nando sembari tersenyum dengan sangat manis.

"Oh ya, Nandini, hari ini saya sudah mulai masuk kerja. saya pulang kerjanya malam, kalau kamu perlu apa pun, kamu jangan sungkan untuk bilang ke Bi Inah ya, kamu jaga diri baik-baik. hari ini saya tidak lembur, mungkin selesai sholat Isya nanti saya sudah pulang," ujar Mas Nando pamit berangkat bekerja.

"Iya, Mas, Nandini juga minta izin, nanti Nandini akan pergi menemui sahabat Nandini," ucapku.

"Annisa ya?" tanya Mas Nando yang memang dia telah mengenal Annisa, kebetulan ayah angkat Annisa adalah arsitektur di Perusahan milik keluarga Mas Nando.

"Iya, Mas," jawabku singkat, tetapi  dengan senyuman yang sangat manis.

"Iya, kamu hati-hati, apa mau diantar?" tanya Mas Nando menawarkan diri untuk mengantarku, tapi aku tidak ingin mengganggu jam kerjanya.

"Tidak perlu, Mas, nanti Nandini naik Grab saja, Mas Nando sebentar lagi harus berangkat kerja, lagian Nandini nanti keluar agak siangan kok," ucapku yang menolak untuk diantar, aku tidak ingin merepotkan suamiku.

"Ya sudah, kamu hati-hati ya, Nandini, aku pamit berangkat kerja dulu, jaga diri kamu baik-baik, jangan sedih lagi," ucap Mas Nando sembari beranjak dari tempat duduknya dan segera melangkahkan kakinya untuk keluar rumah. Aku pun menghentikan langkahnya.

"Mas Nando."

"Iya ada apa lagi, Nandini?" tanya Mas Nando penasaran.

"Aku salim." ucapku dengan lembut sembari mendekati suamiku.

"Oh iya lupa, maaf ya belum terbiasa," sahut Mas Nando sembari menyodorkan tangannya. 

Dengan sigap aku pun langsung menerima tangannya dan mencium punggung tangan suamiku, Mas Nando pun dengan sigapnya langsung mencium keningku.

Deg ...  hatiku terasa berdebar-debar. Ya begitulah yang kurasakan di kehidupan rumah tangga yang baru saja kujalani ini, terkadang aku merasa senang, merasakan hatiku bergejolak akan cinta yang aku rasakan, terkadang juga hati ini sangat terasa sakit. Entahlah kenapa sikap suamiku sering berubah begini. Aku mencoba mengambil hikmahnya saja, aku tidak akan menuruti egoku yang bisa membuat Mas Nando menjauhiku, aku menginginkan suamiku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Andi Adi Putra
tambah lagi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kemilau Senja    Suamiku Lebih Mementingkan Aleesha

    Makanannya telah ia habiskan,aku menuangkan air minum di gelas dan aku berikan padanya."Ini Mas, minumnya.""Iya, makasih ya, sayang, kamu sudah melayaniku dengan baik," ujarnya sembari menerima segelas air minum dari tanganku."Iya, sama-sama, Mas. Meski rumah tangga kita tidak bisa berjalan dengan lama, setidaknya aku bisa membuat Mas Nando bahagia bersamaku, itu sudah cukup membuatku puas kok, Mas," jawabku dengan menunduk."Iya, makasih ya, Nandini. Maaf kalau aku belum bisa bahagiain kamu. Saat ini belum bisa mencintai kamu, tapi entah dengan perhatian kamu selanjutnya, mungkin saja bisa membuat hatiku luluh," ujar Mas Nando sembari menatapku lembut dan memberikan senyuman manisnya.Berarti aku masih ada kesempatan untuk memenangkan hatinya karena Mas Nando sendiri yang telah memberikan aku kesempatan itu."Aku akan pergunakan kesempatan itu dengan baik, Mas," jawabku sembari tersenyum manis."Iya Nandini.""Mana tadi kat

  • Kemilau Senja    Soto Betawi Menghangatkan Suasana

    "Sudah azan Maghrib nih, Bi, sholat dulu yuk.""Iya Mba Nandini, ini Bibi juga mau ambil air wudu."Aku telah selesai menyetrika pakaian, sambil ngobrol nggak terasa capeknya. Aku pun bergegas mengambil air wudu dan menjalankan ibadah salat Maghrib, dilanjut dengan muroja'ah hafalan Al-Qur'an, sejak masalah menghampiriku aku tidak fokus untuk memuroja'ah hafalan. Sekarang aku ingin lebih fokus lagi untuk muroja'ah hafalanku, agar tidak terlupa.Setelah salat dan muroja'ah hafalan Al-Qur'an, aku bersiap untuk memasak makan malam. Mas Nando pasti suka aku masakin soto betawi, pulang kerja pasti dia belum sempat makan. Aku beinisitif untuk membuatkan soto betawi yang super lezat. Khusus untuk suamiku.Aku memasaknya sendiri, sebenarnya sih Bi Inah ingin membantuku tapi aku mencegahnya. Ini saatnya aku melaksanakan tugas-tugasku sebagai istri yang baik. Karena sejak masalah ini menghampiriku aku merasa aku belum melakukan tugasku sebagai seorang istri, yaitu

  • Kemilau Senja    Bi Inah Membongkar Semua Rahasia

    Tugas mengajar hari ini telah terselesaikan. Aku mencoba mengubungi Mas Nando. Ya, barangkali suamiku mau menjemputku, tapi lagi-lagi tidak diangkat olehnya. Aku pun mengirimkan pesan whatsapp.[Mas, aku akan pulang bersama Mas Aditia ya, aku harap kamu tidak marah padaku] isi pesan dariku.Aku langsung menghubungi Mas Aditia, dan langsung saja tersambung, memang orang ini selalu sigap jika aku membutuhkan bantuannya."Assalamualaikum Mas Aditia.""Wa'alaikumussalam, Iya, Mbak Nandini.""Bisa jemput saya sekarang, Mas?""Bisa kok Mbak, segera meluncur.""Baiklah, terima kasih banyak ya* Mas Aditia, saya tunggu di dekat gerbang kampus," ujarku."Iya sama-sama, Mbak Nandini, ini saya langsung meluncur ke sana.""Iya Mas Aditia, hati-hati ya. "Wassalamu'alaikum.""Iya, Mbak Nandini. Wa'alaikumussalam."Aku pun menutup teleponnya dan berjalan ke dekat gerbang kampus untuk menunggu Mas Aditia di sana.

  • Kemilau Senja    Sulit Untuk Berbohong

    "Tenang, Nandini. Kamu harus tetap semangat, alihkan dulu masalah yang membebani pikiran, konsentrasilah untuk mengajar," gumamku dalam hati, menyemangati diriku yang mulai down."Assalamualaikum Naharukis sa'id thalibul ilmi." Aku mengucapkan salam kepada para Mahasiswa."Wa'alaikumussalam, said mubarok Ustazah, Nandini." Mereka menjawab salamku dengan serempak, seperti biasanya."Kayfa halukuma?" Aku menanyakan kabar mereka."Alhamdulillah ala kulli hal.""Kayfa haluk Ustazah Nandini?" tanya salah satu mahasiswi yang bernama Zakia."Alhamdulillah ana bi khoir," jawabku sembari melempar senyum manis."Sudah bisa kita mulai proses belajarnya?" ujarku menanyakan kesiapan mereka."Sudah siap, Ustazah." Mereka menjawabnya dengan serempak."Baiklah mari kita mulai proses belajarnya hari ini kita awali dengan bacaan basmalahya.""Bismillahirrohmanirrohim ... selanjutnya kita berdoa agar diberikan ilmu yang berman

  • Kemilau Senja    Kembali Mengajar

    Aku masuk ke ruang kerjaku. Di ruangan itu telah banyak dosen yang sudah datang. Ya, memang aku agak kesiangan, biasanya aku selalu datang lebih dulu dari mereka semua. Aku yang datang kesiangan pun menjadi bahan candaan mereka. Ya, maklum aku 'kan pengantin baru."Assalamualaikum." Aku masuk ke ruang kerjaku dengan mengucapkan salam."Wa'alaikumussalam." Para dosen menjawab salam dengan serempak.Mereka semua langsung saja menatapku, aku yang berdiri di antara tatapan mereka pun menjadi sangat malu, bagaikan aku ini seorang artis saja yang penuh sorotan dan tatapan penggemar."Eheeemm, pengantin baru sudah mulai masuk kerja nih?" goda salah satu rekan kerjaku yang bernama Bu Yulistya,"Iya, nih, apa jangan-jangan maksain kerja nih," sahut Pak Nawawi dosen paling Killer di sini, tetapi kali ini malah bisa bercanda."Nandini, kamu minta perpanjang cuti kerja juga pasti dibolehin kok, mengingat pasti lagi asyik-asyiknya menikmati b

  • Kemilau Senja    Gagal Ngambek

    "Jika kau akan pergi, mengapa kau datang, jika aku mencintaimu apakah itu salahku?"***Keesokan harinya, aku sengaja tidak ke luar kamar terlebih dahulu, hari ini aku bersiap untuk mengajar, aku sudah rindu dengan para mahasiswi, aku berangkat kerja akan tetap meminta tolong Mas Aditia untuk mengantar.Keegoisan Mas Nando sungguh tidak wajar, dia terlalu posesif, tak seharusnya dia cemburu dengan Mas Aditia, dia tidak mencintaiku kenapa dia harus cemburu? Aneh bukan?Aku masih menunggu di kamar, aku tidak akan keluar dari kamar sebelum Mas Nando berangkat kerja. Aku malas untuk membahas hal yang sama, yang bisa membuat moodku hilang, aku harus semangat lagi untuk mengajar, harus fokus. Jangan karena masalah ini membuatku jadi sulit berkonsentrasi penuh pada pekerjaanku. Aku harus kembali bersemangat, demi masa depanku dan kebahagiaanku sendiri. Apa aku egois? Aku rasa tidak.Terdengar suara langkah kaki seperti sedang berjalan ke arah

  • Kemilau Senja    Mas Nando Egois

    Belum sempat aku masuk ke rumah, Mas Nando tiba-tiba menghampiriku di luar yang masih ngobrol dengan Mas Aditia."Nandini, kamu sudah pulang sayang?" ucapnya sembari merangkul pundakku."Iya sudah kok, Mas.""Eh lo rupanya, Dit?" tanya Mas Nando yang kaget melihat Mas Aditia yang mengantarku pulang."Iya, Mas Nando," jawab Mas Aditia sembari membuka mobilnya lalu ke luar dari mobil."Nandini, kamu kok diantar pulang sama nih anak?" tanya Mas Nando sembari menatapku sinis, sepertinya dia marah."Iya, Mas. Mas Aditia ini kan sopir grab car," jawabku sembari tetap tersenyum padanya."Oh jadi lo sekarang jadi sopir grab car, Dit?" tanya Mas Nando pada Mas Aditia.Aku heran, mereka 'kan tetangga, Mas Aditia aja kenal baik, bahkan tahu semua tentang Mas Nando, tetapi Mas Nando malah tidak tahu kalau Mas Aditia kerjanya jadi sopir grab car, kan aneh aja gitu."Iya, Mas," jawab Mas Aditia singkat dan eksresinya agak gugup.

  • Kemilau Senja    Belanja ke Pasar

    Diteras kulihat Mas Aditia tengah duduk di kursi yang semalam dia tempati buat tidur."Assalamualaikum Mbak Nandini.""Wa'alaikumussalam warahmatullah. Sudah sedari tadi di sini ya, Mas?""Barusan kok, Mbak. Oh ya, ini bubur ayamnya, saya belikan dua, barangkali Mba Nandini suka nanti bisa nambah lagi.""Makasih ya, Mas, jadi ngerepotin," ucapku dengan lembut"Iya sama-sama* Mbak, nggak ngrepotin kok.""Mas Aditia nanti bisa antar saya ke pasar sebentar untuk membeli keperluan memasak, sudah habis semua.""Bisa kok, Mbak, sekarang?""Saya mau sarapan dulu, Mas, nanti saya hubungi kalau sudah siap berangkat""Oh baik, Mbak. Saya permisi pulang ya, mau sarapan juga sekalian mau cuci mobil dulu, " ujar Mas Aditia yg pamit pulang."Iya, Mas. Hati-hati, sekali lagi makasih ya, buburnya.""Iya dihabiskan ya!"Aku mengangguk."Ya sudah, Mbak. Saya pulang dulu. Assalamualaikum.

  • Kemilau Senja    Perhatian Mas Aditia

    Pagi yang cerah, aku Nandini, aku akan membuat suamiku sadar betapa berartinya diriku."Aku akan membuat kamu lupa dengan masa lalu kamu yang pahit itu Mas Nando," gumamku dalam hati."Astagfirullah, aku sampai lupa, bukankah tadi malam Mas Aditia telah menolongku, dan tidur di teras," gerutuku.Aku pun bergegas ke luar rumah untuk melihat apakah Mas aditia masih berada di sana ataukah sudah kembali ke indekos.Aku ke luar rumah, tidak ada siapa pun di sana, bantal dan selimut masih ada di kursi, lalu di mana Mas Aditia?"Mbak Nandini sudah bangun?" tanya Mas aditia menghampiriku."Iya, sudah sejak Subuh tadi, Mas, Mas Aditia dari mana?""Oh ini loh, Mbak, tadi itu saya pulang dulu, untuk sholat Subuh di masjid, karena saya masih ngantuk ketiduran deh di kamar indekos, bangun tidur saya inget, kalau saya pulang tadi belum pamit sama Mbak Nandini, saya berpikir pasti Mbak Nandini nyariin, makanya saya ke sini lagi Mbak," ujar Mas

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status