Share

Perubahan Sikap Mas Nando

Sampai pada suatu pagi, dimana langit cerah, matahari pun menampakkan senyumnya.

Aku yang duduk di tepi ranjang masih terasa enggan untuk keluar kamar. malas sekali rasanya kalau aku harus bertemu dengan Mas Nando pagi ini, membuat moodku yang tadinya sudah terkondisikan, bisa membuat mood kembali hancur. 

Terdengar suara Bi Inah yang mengetuk pintu dan memanggilku untuk sarapan pagi, aku pun masih enggan membuka pintu itu, pasti di bawah sana ada Mas Nando yang tengah menungguku, kekesalanku saja belum hilang. aku harus tenangin dulu hatiku. baru siap menemuinya.

Terpaksa aku hiraukan panggilan dari Bi Inah. Namun, aku tetap berbicara dengannya.

"Iya, Bi, Nandini lagi nggak pengen keluar, nanti saja, bilang aja ke Mas Nando kalau Nandini masih males makan," ujarku masih di dalam kamar tanpa membukakan pintu.

"Jangan begitu, Mbak Nandini harus makan walaupun sedikit, 'kan Mbak Nandini sejak kemarin siang belum makan, nanti bisa sakit perutnya, itu sudah ditunggu sama Mas Nando, kasian dari semalam Mas Nando tidur di depan kamar Mbak Nandini," ujar Bi Inah mencoba membujukku untuk keluar kamar. 

Akan tetapi yang membuat hatiku luluh saat Bi Inah mengatakan kalau Mas Nando tadi malam tidur di depan kamar ini. Benarkah begitu, aku pun langsung bergegas membukakan pintu kamar, agar Bi Inah bisa masuk. Aku ingin tahu informasi mengenai Mas Nando tadi malam.

"Alhamdulillah akhirnya Mbak Nandini mau keluar juga," ucap Bi Inah sembari melempar senyum di hadapanku.

"Bi Inah masuk dulu deh ya." Aku menyuruh Bi Inah untuk masuk ke kamarku dan bergegas kututup lagi pintu kamar, jangan sampai Mas Nando tahu hal ini, bisa marah lagi nanti dia.

"Ada apa ya Mba, kok Bibi disuruh masuk?" tanya Bi Inah penasaran.

"Apa benar yang Bi Inah katakan barusan, kalau Mas Nando tadi malam tidur di depan kamar ini?" tanyaku penasaran, apa benar Mas Nando lakukan itu, kalau memang benar, sungguh tega aku membiarkan suamiku tidur di lantai.

"Iya Mbak Dini, bener kok, Bi Inah melihat sendiri, tadi pagi 'kan Bi Inah mau nyapu dan ngepel lantai depan kamar Mbak Nandini, Bi Inah kaget melihat Mas Nando tidur di dekat tembok beralaskan selimut dan bantalnya pun Mas Nando bawa ke situ." 

"Mas Nando masih terlelap tidur, jadi Bi Inah tidak berani membangunkannya, lalu Bi Inah mengambil kesimpulan kalau Mas Nando semalam tidur di lantai depan situ Mba," ujar Bi Inah sembari menunjuk ke arah luar kamarku di sebelah tembok, tempat di mana Mas Nando menghabiskan malamnya kemarin.

Terasa deg di hati mendengar informasi dari Bi Inah, Mas Nando itu sebenarnya lelaki yang seperti apa? Kadang dia baik, kadang ngeselin bikin sakit hati, tapi kalau dia telah berbuat seperti itu hatiku pun menjadi luluh, aku merasa kasihan dengan suamiku, pasti Mas Nando tadi malam kedinginan, dia pasti tidak terbiasa tidur di lantai. bagaimana kalau dia sampai masuk angin, ini semua salahku. kenapa aku tadi malam sangat egois tidak membukakan pintu kamar hanya karena ingin agar Mas Nando memahami rasa sakit di hatiku. Kalau jadinya begini itu sama saja aku seperti Mas Nando, kesalahan memang tidak bisa dibalas dengan kesalahan. Aku pun menyesal telah menuruti egoku hanya karena merasa cemburu terhadap kedekatan suamiku dengan perempuan lain. Api cemburu pun telah mempengaruhiku, seharusnya aku tidak seperti ini.

"Mas Nando." Aku pun bergegas keluar kamar dan lari menuju ruang makan, kudapati Mas Nando sedang menikmati makanannya. dia mendengar suaraku memanggil namanya pun langsung menatapku dengan pandangan yang serius. Kini aku sudah ada di depan matanya.

"Nandini, akhirnya kamu mau keluar kamar juga, pengantin baru itu nggak baik berada di kamar terus, sampai lupa makan begitu," ujar Mas Nando sembari langsung memasukkan roti ke mulutnya.

"Mas Nando," ucapku dengan nada sedih.

"Iya, kamu keluar kamar untuk makan kan? Duduk disini!" jawab Mas Nando lalu menyuruhku duduk.

"Ini cuman ada roti tawar sama selai aja, nanti kalau kamu masih lapar, kamu bilang aja ke Bi Inah, biar Bi Inah masakin makanan buat kamu," ujar Mas Nando sembari melirik ke arahku. 

"Mas, maafin Nandini, ya," ucapku dengan lembut.

"Nandini, seharusnya saya yang meminta maaf, kamu nggak salah, yang salah itu saya, karena tidak bisa menghargai perasaan kamu," ucap Mas Nando dengan lembut dengan sesekali tersenyum.

"Tapi, Nandini juga salah, Mas, tidak seharusnya Nandini cemburu dan menuruti ego Nandini dengan mengurung diri di kamar," ucapku dengan lembut, kutatap lekat suamiku.

"Sudah hal ini tidak perlu dibahas lagi, nanti malah bikin mood kamu hilang lagi, kamu makan dulu, apa mau saya suapin?" ujar Mas Nando yang menawarkan diri untuk menyuapiku.

Aku pun tertunduk malu, ternyata sungguhan, Mas Nando pun mencoba menyuapi aku. Sudah seperti anak kecil saja aku ini, betapa malunya aku di hadapan suamiku. Perlakuan Mas Nando pagi ini sangat manis.

"Terima kasih, Mas," ucapku dengan lembut sembari melempar senyum semringah kearahnya.

"Nah gitu dong senyum, kamu itu kalau lagi senyum terlihat sangat manis," ucap Mas Nando berusaha menggodaku.

"Apa sih Mas Nando ini, masih pagi udah ngegombal," ujarku dengan tertunduk malu.

"Siapa yang gombalin kamu, saya itu berkata jujur dan juga tidak sedang berakting, ini sungguhan sayang," ucap Mas Nando yang mencoba meyakinkanku bahwa perlakuan manisnya kepadaku pagi ini ada sungguhan bukan sekadar aktingnya.

Aku tersentak kaget mendengar pengakuan itu, tapi mencoba untuk tetap terlihat tenang, aku tidak ingin besar kepala lagi seperti kemarin, karena sikap dan perilaku Mas Nando terhadapku bisa berubah-ubah, ya mungkin disesuaikan dengan kondisi hatinya.

"Mas, terima kasih ya, maafin Nandini yang tadi malam membiarkan Mas Nando tidur di depan kamar yang Nandini tempati, karena memang Nandini tidak tau kalau Mas Nando masih di depan pintu. Nandini pikir Mas Nando sudah beranjak ke kamarnya Mas Nando sendiri," ucapku meminta maaf.

"Iya, tidak apa-apa. Sudah jangan kamu pikirkan hal itu, saya juga tidak masalah kok kalau harus tidur di lantai, saya cuma memastikan kamu baik-baik saja di dalam kamar. Saya khawatir sekali sama kamu, hingga kekhawatiran itu membuat saya tidak bisa tidur, menyesali semua perbuatan saya kemarin, saya senang kamu telah memaafkan saya dan mau makan lagi, saya takut kamu sakit, Nandini. Maafkan kesalahan saya ya, saya tidak akan mengulanginya lagi," ujar Mas Nando menjelaskan.

"Mas Nando kenapa harus tidur di lantai? Nandini baik-baik saja kok, cuman hati Nandini saja yang lagi tidak baik," ucapku sembari menatap suamiku, merasa terharu dengan semua perlakuannya, dia tidak harus melakukan itu.

"Sudah jangan membahas hal itu lagi, nanti malah pagi kita ini jadi termehek-mehek," ucap Mas Nando sembari tersenyum dengan sangat manis.

"Oh ya, Nandini, hari ini saya sudah mulai masuk kerja. saya pulang kerjanya malam, kalau kamu perlu apa pun, kamu jangan sungkan untuk bilang ke Bi Inah ya, kamu jaga diri baik-baik. hari ini saya tidak lembur, mungkin selesai sholat Isya nanti saya sudah pulang," ujar Mas Nando pamit berangkat bekerja.

"Iya, Mas, Nandini juga minta izin, nanti Nandini akan pergi menemui sahabat Nandini," ucapku.

"Annisa ya?" tanya Mas Nando yang memang dia telah mengenal Annisa, kebetulan ayah angkat Annisa adalah arsitektur di Perusahan milik keluarga Mas Nando.

"Iya, Mas," jawabku singkat, tetapi  dengan senyuman yang sangat manis.

"Iya, kamu hati-hati, apa mau diantar?" tanya Mas Nando menawarkan diri untuk mengantarku, tapi aku tidak ingin mengganggu jam kerjanya.

"Tidak perlu, Mas, nanti Nandini naik Grab saja, Mas Nando sebentar lagi harus berangkat kerja, lagian Nandini nanti keluar agak siangan kok," ucapku yang menolak untuk diantar, aku tidak ingin merepotkan suamiku.

"Ya sudah, kamu hati-hati ya, Nandini, aku pamit berangkat kerja dulu, jaga diri kamu baik-baik, jangan sedih lagi," ucap Mas Nando sembari beranjak dari tempat duduknya dan segera melangkahkan kakinya untuk keluar rumah. Aku pun menghentikan langkahnya.

"Mas Nando."

"Iya ada apa lagi, Nandini?" tanya Mas Nando penasaran.

"Aku salim." ucapku dengan lembut sembari mendekati suamiku.

"Oh iya lupa, maaf ya belum terbiasa," sahut Mas Nando sembari menyodorkan tangannya. 

Dengan sigap aku pun langsung menerima tangannya dan mencium punggung tangan suamiku, Mas Nando pun dengan sigapnya langsung mencium keningku.

Deg ...  hatiku terasa berdebar-debar. Ya begitulah yang kurasakan di kehidupan rumah tangga yang baru saja kujalani ini, terkadang aku merasa senang, merasakan hatiku bergejolak akan cinta yang aku rasakan, terkadang juga hati ini sangat terasa sakit. Entahlah kenapa sikap suamiku sering berubah begini. Aku mencoba mengambil hikmahnya saja, aku tidak akan menuruti egoku yang bisa membuat Mas Nando menjauhiku, aku menginginkan suamiku.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Andi Adi Putra
tambah lagi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status