Share

Menahan Lapar Demi Harga Diri

"Aku kangen sama kamu Nis."

"Iya sama Kei, aku juga udah ngerasa kangen aja nih sama kamu, bisa nggak kalau kita besok ketemu?" ujar Annisa mengajakku ketemuan. Ya, mungkin dengan bertemu Annisa bisa membuatku kembali bersemangat.

"Ketemu di mana Nis?" tanyaku.

"Ya, di tempat biasa aja, kamu bisa 'kan. Mas Nando tidak mengekang kamu 'kan Nandini?" ucap Annisa yang khawatir Mas Aldo melarangku pergi bertemu Annisa.

"Tidak kok, Nis. Mas Nando tidak akan melarangku untuk bertemu dengan siapa pun, apalagi 'kan dia tau kalau kamu sahabat terbaikku, ya pasti dizinkan," ujarku mencoba menjelaskan, agar Annisa tidak curiga dengan Mas Nando.

"Bagus deh kalau gitu, berarti kita bisa ketemu kapan aja dong ya," ucap Annisa yang kelihatan sangat gembira, aku dan Annisa akan segera bertemu lagi.

"Iya Nis, itu pasti," ucapku dengan lembut.

"Oke deh, Nandini, besok aku tunggu kamu di tempat biasa ya," ujar Annisa yang mengajakku bertemu di resto seefood tempat makan favorit kami dulu waktu masih kuliah, kami sering bertemu di resto itu untuk sekadar melepas rindu atau sekadar ingin mencoba menu terbaru di restoran yang cukup terkenal itu.

"Iya Nis, besok juga sekalian aku mau ke rumah ayah angkatku."

"Ciye udah rindu nih sama Bokap dan Nyokap?" ujar Annisa yang kedengaran kalau dia lagi seneng banget.

"Iya Nis, kamu tau sendiri kalau aku nggak bisa lama-lama jauh dari keluarga angkatku, apalagi kemarin aku belum sempat berpamitan sama adik-adikku, pasti mereka sekarang ini ngerasa kesel banget sama aku," ujarku.

"Iya, Nandini, pasti mereka semua juga sudah mulai kangen sama kamu, ya meski kamu berada di rumah suamimu baru sehari sih, tapi bagi mereka mungkin serasa berhari-hari gak ketemu kamu," ucap Annisa, membuatku ingin sekali segera bertemu dengannya, ingin sekali aku menangis di bahunya. ya terkadang dulu memang aku sering melakukan itu, menangis tersedu di bahu Annisa.

"Iya Nis, kamu benar," ucapku dengan lembut. Namun, terganggu oleh suara ketukanan pintu di kamarku.

"Nis, nanti kita lanjut lagi ya, sepertinya Mas Nando memanggilku." ujarku pada Annisa.

"Iya, Nandini, jadi istri yang baik dan nurut ya," ucap Annisa menasihatiku.

"Iya Nis, makasih ya nasihatnya. udah dulu ya, Wassalamu'alaikum," ujarku sembari menoleh ke arah pintu kamar yang sedang diketuk oleh Mas Nando.

"Iya, Nandini. Wa'alaikumsalam wr.wb," setelah Annisa menjawab salam penutup obrolan kami, aku pun segera mematikan teleponnya.

"Nandini, kamu buka dong pintu kamarnya," ujar Mas Nando sembari terus saja mengetuk pintu kamarku.

"Iya Mas, sebentar." Aku pun mengambil hijab dan mengenakannya."

"Nandini, kamu gak apa-apa 'kan?" tanya Mas Nando yang melihat mataku agak sembab.

"Eemm, e-enggak apa-apa kok, Mas," ucapku dengan agak terbata dan dengan suara yang agak serak.

"Beneran nggak papa, apa kamu lagi batuk, kok suara kamu agak serak gitu?" tanya Mas Nando penasaran dengan keadaanku, sepertinya dia tidak merasa bersalah sedikit pun, jadi tidak perlu aku menjelaskan.

"Iya Mas, Nandini baik-baik saja kok, ada apa ya, Mas?"

"Kamu sudah makan, pasti belum 'kan? makan dulu yuk?" tanya Mas Nando yg berusaha mengajakku makan.

"Belum Mas, tapi Nandini lagi nggak pengen makan," ucapku menolak ajakannya dengan lembut.

"Loh bukannya tadi kamu ingin makan, barusan Bi Inah yang bilang, kalau tadi sore kamu mau ambil makanan tapi nggak jadi, malah balik lagi ke kamar, jangan gitu Nandini, kamu harus makan, sedari siang kamu belum makan sama sekali, saya tidak ingin kamu sakit, nanti orang tua kamu bisa berpikir negatif terhadap saya. Apa kamu ingin hal itu terjadi?" ujar Mas Nando memaksa.

"Ya bukan begitu, Mas," ucapku dengan pandangan menunduk.

"Kamu makan ya, apa kamu mau makan di luar, saya bersedia anterin kamu, asalkan kamu mau makan," ujar Mas Nando.

Orang aneh tadi bersikap cuek dan pamer kemesraan dengan perempuan lain, sekarang bersikap sok manis. aktingnya sungguh bagus dan profesional.

"Nggak perlu, Mas. Nandini nggak pernah makan di luar rumah," ucapku dengan nada penolakan. yang semakin membuat Mas Nando kesal saat harus terus membujukku untuk makan.

"Nandini, kamu ini hanya disuruh makan saja kok susah banget sih, kamu ingin keluarga kamu itu berpikiran buruk tentang saya, atau inikah balasan kamu terhadap saya atas apa yang  saya lakukan ke kamu?" Mas Nando pun mulai berkata kasar lagi terhadapku.

Aku hanya terdiam, dan langsung menutup pintu kamar tanpa menghiraukannya lagi. sudah cukup sakit hatiku, aku tidak ingin lagi mendengar perkataannya yang kasar itu terhadapku, tadi saja hatiku sudah mulai agak tenang karena Annisa meneleponku, sekarang malah dibuatnya sakit lagi.

"Nandini, kamu jangan keras kepala seperti ini, kita perlu bicara," kata Mas Nando masih saja ingin mengajakku bicara.

"Mau bicara apa lagi Mas, apa Mas Nando ingin memberitahuku kalau Mas Nando bahagia bersama perempuan itu?" ucapku dengan kesal.

Aku tidak peduli lagi entah dia akan marah atau bahkan bisa saja dia mendobrak pintu kamar ini, hatiku sudah sangat sakit, aku sudah tidak memperdulikan perasaanya lagi, toh dia juga tidak bisa menghargai perasaanku, untuk apa aku harus terus mengerti, itu hanya akan membuatku semakin terlihat bodoh.

"Nandini, apa kamu tadi melihatku bersama Aleesha?" tanya Mas Nando memastikan.

"Iya Mas, Nandini lihat apa saja yang Mas Nando lakukan dengan perempuan itu, apa Mas Nando belum puas menyakiti hati Nandini, sampai harus berkata kasar lagi, apa salah Nandini Mas? Apa Nandini  ini salah jika Nandini ingin membalas semua kebaikan orang tua angkat Nandini dengan menyetujui pernikahan ini, kalau tindakan Nandini ini salah, Mas Nando bilang. Jelaskan, dilihat dari segi mana kesalahan Nandini itu?" ucapku dengan kesal, air mata ini tak dapat lagi kutahan, dan terjatuh begitu saja.

Mas Nando terdiam, aku juga masih sangat kesal, aku tidak ingin bertengkar dengannya lagi, aku beranjak duduk di tepi kasur, sembari mengusap air mataku, hingga terdengar Mas Nando mulai berbicara lagi.

"Nandini, maafkan saya, tidak seharusnya saya tadi mengajak Aleesha ke sini, saya harusnya paham perasaan kamu, tapi saya telah menyakiti kamu, maafkan saya, Dini.  Kamu buka dulu pintunya kita bicara!" ujar Mas Nando ingin agar aku membukakan pintu kamar yang tengah aku kunci.

"Sudahlah Mas, lebih baik kita saling  introspeksi diri dulu, Nandini malas kalau harus berdebat lagi dengan Mas Nando, Nandini tidak bisa terus mendengar perkataan Mas Nando yang kasar itu, perkataan Mas Nando sangat menyakiti hati Nandini," ucapku dengan lembut, tetapi masih merasa sedikit kesal.

"Saya tidak akan berkata kasar lagi, saya akan berusaha untuk bersikap lembut ke kamu, malah saya nggak bisa kalau lihat kamu tersakiti oleh perilaku saya tadi, Nandini. Buka pintunya!" ujarnya yang sedari tadi terus saja mengetuk pintu kamar dengan keras. Berharap aku akan membukanya, tapi salah, aku tidak segampang itu lagi untuk luluh dengan rayuannya yang semakin membuatku kesal.

"Nandini, buka pintunya. maafin saya, kamu harus makan, Nandini! Saya tidak ingin kamu sakit karena tidak mau makan," ujarnya sembari terus mengetuk pintu kamarku.

Aku pun beranjak naik ke atas kasur, membenamkan kepalaku di atas bantal, aku tidak sanggup jika terus melihat mereka bersama. Namun, aku juga tidak tega melihat sikap Mas Nando yang mengkhawatirkanku. Hati nurani dan egoku seakan mengajak perang. Aku bingung apa yang harus aku lakukan. Perutku juga terasa lapar, aku ingin makan, tapi untuk saat ini aku tidak ingin bertemu dengan Mas Nando.

Malam ini aku harus menahan lapar, itu juga sebagai bukti bahwa aku sangat tidak menyukai perilaku Mas Nando. Ingin rasanya diriku ini memberinya pelajaran berharga yang akan selalu ia ingat. Biar tidak seenaknya saja bertindak semaunya, tanpa peduli perasaan orang lain yang merasa sakit hati karena ulahnya. Bukan hanya aku, mungkin jika keluarga Mas Nando mengetahui hal ini, pasti mereka juga akan sangat kecewa.

Aku pun tertidur lelap, sembari menahan lapar, aku cukup mampu menahan lapar seharian dan kali ini aku lakukan itu, demi mengembalikan harga diriku. aku tidak ingin Mas Nando nantinya bisa bertindak sesuka hatinya melebihi apa yang dilakukannya hari ini. Aku harus bisa membuatnya menyesal atas apa yang dia perbuat tadi.

----------------

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status