Pagi ini aku terbangun dari tidur dengan badan yang terasa sedikit lebih lemas karena tidurku yang kurang nyenyak semalam. Sebenarnya aku masih enggan untuk beranjak dari kasur, masih ingin melanjutkan tidur kembali sampai siang nanti, namun mengingat jika jam 9 pagi nanti aku harus segera pulang ke rumah orang tuaku di ibu kota, jadi mau tidak mau aku harus segera membersihkan diriku ini agar menjadi segar kembali.
Air mandi yang dingin memang sukses membuat mata dan badanku menjadi lebih segar. Tidak butuh waktu lama (karena sudah di kejar oleh waktu), aku segera menyelesaikan ritual mandiku hanya dalam waktu 10 menit. Selesai mandi dan berpakaian, aku lalu keluar dari kamar dan menuju ke ruang makan untuk sarapan. Hanya terlihat kakek dan Mas Hanif saja yang sedang sarapan di meja makan. Sementara keberadaan nenek saat ku tanyakan kepada kakek, ternyata sedang pergi ke luar desa untuk menemui kerabatnya karena ada urusan yang penting.
"Dek, jadi berangkat habis ini?" Tanya Mas Hanif.
"Jadi mas, selesai sarapan aku langsung masukin tas ke mobil terus kita berangkat."
"Kamu mau di kota berapa lama Nif?" Tanya kakek ke Mas Hanif.
"Sehari doang kek, besok juga udah pulang." Jawab Mas Hanif.
Setelah semua selesai sarapan. Aku langsung mengambil barang-barangku untuk ku taruh ke dalam mobil Mas Hanif. Aku lalu mencari Si Mbok dan Pak Slamet untuk berpamitan. Selesai berpamitan ke mereka, aku segera menghampiri kakek dan Mas Hanif yang sudah menungguku di teras rumah. "Hati-hati di jalan nduk. Salam buat mama papamu. Besok kerjanya yang benar, tugas dari kantor benar-benar di kerjakan dengan sebaik mungkin." Nasihat kakek kepadaku sebelum aku pergi dari rumahnya.
"Iya kek, terima kasih. Oh ya kek, nenek masih lama ya perginya? Sarah mau pamit sekarang nih biar ga kemaleman sampai rumah."
"Kamu berangkat sekarang aja ga usah nunggu nenek. Gak tau nenekmu pulang jam berapa tadi kakek ga tanya. Nanti kakek yang pamitin ke nenek."
"Hmm, yaudah kek kalau gitu Sarah pamit sekarang ya. Assalamualaikum kek." Aku lalu mencium punggung tangan kakek dan segera masuk ke dalam mobil. Mas Hanif sudah siap di balik kemudi mobilnya. Tidak lama kemudian, kami pun meninggalkan halaman rumah kakek.
Perjalanan dari desa tempat tinggal kakek ke rumahku di ibu kota dengan mengendarai mobil memang membutuhkan waktu yang lumayan panjang. Untung saja, ini belum masuk akhir pekan jadi jalanan bisa terbebas dari kemacetan. Sepanjang perjalanan kami isi dengan mengobrol dan mendengarkan lagu yang diputar di radio mobil.
"Gimana mas, udah dapet petunjuk belum sama masalah yang kita obrolin kemarin?" Tanyaku sambil membuka obrolan ke Mas Hanif.
"Belum dapet petunjuk apa-apa dek. Semuanya buntu."
"Hfft, masalah suara misterius belum selesai, sekarang ada lagi masalah mimpi aneh. Ada apa ya mas sebenarnya?"
"Hmm, kamu tau ga kenapa mas mau ikut kamu ke kota sekarang?"
"Gak tau, Mas Hanif kan belum cerita apa-apa ke Sarah."
"Hahaha, emang sengaja mas belum mau cerita. Jadi, mas itu dari kemarin mau janji ketemuan sama temennya mas. Rumahnya ga jauh dari tempatmu."
"Oh ya? Siapa mas? Tetangga Sarah maksudnya?"
"Bukan di daerah rumahmu. Tapi ga jauh dari sana, beda nama jalan dari tempatmu."
"Emang temennya Mas Hanif kerjanya apa sampai Mas Hanif minta tolong ke dia? Dukun?"
"Bukan, dia pekerja kantoran biasa tapi sedikit ngerti sama hal-hal gaib gitu."
Aku mendengarkan penjelasan dari Mas Hanif tentang temannya tersebut. Aku masih tak habis pikir, mengapa masalah seperti ini (yang menjurus ke masalah gaib seperti maksud Mas Hanif), menjadi semakin pelik sampai-sampai harus meminta bantuan kepada orang yang mempunyai kemampuan khusus untuk membantu mengatasi masalah tersebut.
"Sarah mau ikut ke rumah temennya mas boleh ga?" Tanyaku kepada Mas Hanif.
"Boleh kalau kamu ga kecapekan." Pembicaraan di dalam mobil pun berhenti sampai di sini. Di sisa waktu perjalanan ku habiskan hanya dengan memejamkan mata. Tidak sampai tertidur pulas, namun cukup untuk membuat mataku beristirahat dengan nyaman. Sesekali kami mampir ke SPBU untuk mampir ke wc umum dan membeli beberapa cemilan di minimarket yang ada di sana.
Tak terasa sebentar lagi kami akan sampai di kota tempatku tinggal. Kota yang terkenal tidak pernah "tidur" karena selalu saja ada aktivitas dari orang-orang yang bekerja keras demi memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Kurang lebih 1 jam lagi kami akan sampai di rumah orang tuaku. Kulihat Mas Hanif masih fokus menyetir mobilnya. Aku lalu memainkan handphoneku sambil mengecek beberapa email kerjaan. Saat sedang melihat handphone, tiba-tiba saja Mas Hanif menginjak rem mobil secara mendadak.
Ciiitttttttttt…
"Astaghfirullah! Kenapa mas?" Tanyaku dengan terkejut. Tak kulihat ada sesuatu hal yang mencurigakan dari luar mobil. Namun, terlihat sekali ekspresi terkejut di wajah Mas Hanif.
"Tadi mas lihat ada perempuan berdiri di tengah jalan, kepalanya berdarah-darah gitu." Jawab Mas Hanif masih dengan ekspresi yang sama.
"Sarah ga lihat ada orang di situ mas. Mas Hanif jangan nakutin Sarah deh."
"Beneran Sar, tadi jelas banget ada perempuan di situ makanya mas langsung rem mendadak. Tapi tiba-tiba kok ga ada ya? Kemana perginya?"
"Halusinasi mas aja kali, Mas Hanif kecapean nyetir. Yaudah sekarang lanjut jalan lagi mas, jangan lupa baca Bismillah."
Dengan mengucapkan Basmalah, Mas Hanif mulai menyetir kembali sambil sesekali melirik ke arah kanan dan kiri seolah-olah sedang mencari sesuatu.
Tanpa disadari, akupun ikut merasakan hawa yang cukup membuat bulu di sekujur tubuhku merinding. Entah mengapa, tiba-tiba aku merasakan bahwa ada sesuatu yang sedang mengamati kami dari kejauhan.
Tidak lama kemudian akhirnya kami sampai dengan selamat di rumah orang tuaku. Hanya mama yang menyambut kedatangan kami karena papa dan kakakku masih berada di kantornya masing-masing. Aku merasa sangat lelah karena telah menempuh perjalanan yang panjang, begitupun dengan Mas Hanif.
Mama langsung menyuruh kami untuk makan sore dan setelah itu beristirahat di dalam kamar. Mas Hanif menempati kamar tamu yang berada di sebelah kamarku.
Tidak lama setelah makan sore, aku segera masuk ke dalam kamar untuk membersihkan tubuhku yang sudah terasa sangat lengket karena keringat. Ku bongkar isi koperku yang tidak terlalu besar ini untuk mengeluarkan pakaian bersih yang akan aku pakai setelah mandi.
Aku lalu masuk ke dalam kamar mandi di dalam kamarku dan langsung menyalakan shower. Air dari pancuran shower terasa sangat segar membasahi badanku. Aku menyabuni badanku sekaligus memberi shampo pada rambut. Sedang asyiknya membersihkan tubuh, tanpa sengaja aku melihat pantulan seorang perempuan di dalam kamar mandi yang sedang melihatku dengan tatapan tajam sambil tersenyum menyeringai.
Kemala terlihat begitu mengenaskan. Duduk di lantai kamar dengan pandangan mata yang kosong. “Bu,” sekali lagi Anita memanggil nama Kemala, bermaksud untuk menanyakan keadaannya, namun tak ada jawaban apapun yang keluar dari mulut Kemala.Dedi pun akhirnya menghampiri Kemala, berjalan dengan perlahan-lahan karena takut terkena pecahan kaca dari meja rias. Dedi kini berjongkok di hadapan Kemala dan bertanya, “kamu kenapa lagi?”Memang terkesan kasar saat seorang suami menanyakan keadaan istrinya seperti itu, tapi memang begitulah sikap Dedi sehari-hari kepada Kemala, tidak pernah basa basi dan langsung kepada intinya.Mendengar suara Dedi, secara perlahan Kemala mulai menunjukkan reaksinya. Kemala menatap wajah suaminya terlebih dahulu, dan tak lama kemudian tiba-tiba saja dia menangis sendu sambil mengangkat jari telunjuknya ke arah meja rias.“Tadi Asih ada di situ, mas.”“Asih? Siapa Asih?” terdenga
“Sarah?” Andre terkejut begitu mengetahui bahwa di belakangnya telah ada sosok Sarah, kekasihnya. Dia pun langsung berjalan menghampiri Sarah. “kamu udah lama di sini? Kenapa gak ngabarin aku?” Andre berusaha tetap terlihat tenang di hadapan Sarah walaupun sebenarnya di dalam hatinya dia khawatir jika Sarah akan berfikir yang tidak-tidak mengenai dirinya yang sedang bersama wanita lain.“Aku udah dari tadi ada di sini, maksudnya mau ngasih kamu suprise. Ngomong-ngomong dia siapa, Ndre?” tanya Sarah.“Ah, iya sebentar aku kenalin dulu. Anggun, kesini!”Anggun berjalan menuju Sarah dan Andre dengan langkahnya yang di buat seanggun mungkin. Dengan perasaan yang tidak menentu, dia akhirnya berhadapan langsung dengan Sarah setelah selama ini dia hanya mencari tahu sosok sarah –gadis yang berhasil mengalihkan perasaan Andre darinya- lewat media sosial.“Anggun, kenalin ini pacarku Sarah. Sarah, ini Ang
“Sarah?” Andre terkejut begitu mengetahui bahwa di belakangnya telah ada sosok Sarah, kekasihnya. Dia pun langsung berjalan menghampiri Sarah. “kamu udah lama di sini? Kenapa gak ngabarin aku?” Andre berusaha tetap terlihat tenang di hadapan Sarah walaupun sebenarnya di dalam hatinya dia khawatir jika Sarah akan berfikir yang tidak-tidak mengenai dirinya yang sedang bersama wanita lain.“Aku udah dari tadi ada di sini, maksudnya mau ngasih kamu suprise. Ngomong-ngomong dia siapa, Ndre?” tanya Sarah.“Ah, iya sebentar aku kenalin dulu. Anggun, kesini!”Anggun berjalan menuju Sarah dan Andre dengan langkahnya yang di buat seanggun mungkin. Dengan perasaan yang tidak menentu, dia akhirnya berhadapan langsung dengan Sarah setelah selama ini dia hanya mencari tahu sosok sarah –gadis yang berhasil mengalihkan perasaan Andre darinya- lewat media sosial.“Anggun, kenalin ini pacarku Sarah. Sarah, ini Ang
Siang itu udara terasa sangat panas, sepanas hati seorang laki-laki setengah baya yang sedang berdiri di jendela menatap hamparan kebun buah yang mengelilingi rumah mungilnya yang berada di tengah-tengah perkebunan.Perawakannya tinggi besar dengan wajah yang masih bisa dibilang awet muda untuk usianya saat ini. Lelaki tua itu bernama Anton, sosok yang mendatangi Rumah Kemala secara tiba-tiba dan mengancam akan menyebarkan rahasia Kemala kepada Dedi.“Kamu terlalu meremehkanku, Kemala. Lihat saja, aku akan menuntut kembali apapun yang sudah menjadi hakku, bahkan jika itu harus menyingkirkan dirimu dan membuat diriku masuk ke dalam penjara!” dengan tersenyum smirk, Anton membalikkan tubuhnya dan duduk di kursi tua kesayangannya. Tak lupa dia menyalakan televisi tabung untuk sekedar melihat-lihat berita yang sedang ramai di perbincangkan oleh masyarakat saat ini.“Ayah?” terdengar suara seorang wanita yang memanggil Anton dengan sebut
“Ampuuunnnnn, maafkan aku Asih! Jangan ganggu aku lagi!”“Kau harus merasakan pembalasanku, dasar wanita biadab! Ha ha ha ha.”“Tidak! Kau sudah mati, Asih! Kau tidak akan bisa menyentuhku!”“Ha ha ha ha, kau akan segera merasakan pembalasan keji dariku!”“Tidaaaakkk! Tolooooong!”“Nek, nenek bangun, nek!” Terdengar suara Evan yang berusaha membangunkan neneknya dari mimpi buruk yang sedang menimpanya.“Hah? Aku di mana?” Tanya Nenek Kemala.“Nenek ada di dalam kamar nenek.”“Syukurlah. Nenek pikir setan itu sudah membawa nenek pergi jauh.”“Setan apa nek? Nenek mimpi apa sampai teriak-teriak histeris gitu?”“Nenek mimpi seram, Van. Ada perempuan jahat yang mau melukai nenek, bahkan mau membunuh nenek, nenek takut sekali, huhuhu,” kata Kemala dengan menunjukkan ekspresi yang sangat ke
Aku sedikit terkejut saat menyentuhnya dan bertanya apakah beliau sedang sakit? Tapi tidak ada tanggapan sama sekali dari mama. Malah mama langsung meninggalkanku begitu saja dan berjalan cepat menuju kamarnya lalu menutup pintu dengan sedikit membanting.Aku terkejut karena tidak biasanya mama bersikap seperti itu, selama ini mama terkenal sebagai wanita yang lemah lembut hatinya. Aku memutuskan untuk mendiaminya terlebih dahulu karena kupikir mama sedang ada masalah dan belum mau masalahnya itu di ketahui oleh anaknya, maka saat itu aku langsung menuju kamarku dan mengistirahatkan tubuhku sampai akhirnya aku tertidur lumayan lama dan terbangun menjelang magrib seperti saat ini.“Pa? Papa?”, teriakku memanggil papa. Rasa takut sudah mulai menyerangku saat ini.“Mas Evan? Mas Ivan?”, kali ini gantian aku meneriakkan dua nama kakak kembarku itu.Tetap tidak terdengar satupun sautan atau jawaban dari anggota keluargaku di rumah ini.
Bagas mendengarkan cerita Hanif sambil sesekali mengangguk-anggukkan kepalanya.“Gue akhirnya masuk ke dalam rumah, tapi gue berhenti dulu di dapur buat ambil minum. Nah, ini yang bagian epic nya, Si Mbok tiba-tiba dateng dari arah dalem rumah dong dan dia manggil gue, nyuruh supaya gue ke depan rumah buat kumpul sama yang lainnya. Gila gak tuh? Padahal baru aja Mbok itu nyamperin gue ke gudang dan dan dia yang bilang mau nutup pintu gudangnya! Gue bener-bener syok, langsung nengok ke arah gudang dan pintunya emang udah ke kunci lagi. Gue sampai nanyain makanan kesukaan gue buat mastiin kalau yang di depan gue Si Mbok yang asli.”Hanif akhirnya menyelesaikan ceritanya yang lumayan panjang itu dan Bagas memberikan sebuah pernyataan singkat yang cukup membuat Hanif terkejut.“Yang duduk di ayunan tadi, itu makhluk halus yang menyerupai Si Mbok di gudang.”“Hah? Serius lo?”“Iya, dia baik tau mau ngel
“Saya ceritain tapi jangan bilang siapa-siapa dulu ya, Mbok.”Hanif kemudian menceritakan kejadian yang baru saja dia alami tadi ke Si Mbok. Mbok yang mendengar ceritanya pun bergidik ngeri, antara percaya tidak percaya dengan pengalaman mistis yang di alami oleh Hanif.“Hii, beneran itu mas? Mbok jadi merinding ini dengernya,” kata Si Mbok sambil mengelus-ngelus lengan tangannya sendiri.“Beneran, Mbok. Yang bikin Hanif tambah merinding ya, setan lainnya tiba-tiba dateng tapi wujudnya persis Mbok, nyuruh saya pergi dari gudang terus katanya biar dia aja yang nutupin pintu gudangnya. Terus akhirnya saya masuk ke dapur sini ambil minum, lah kok tiba-tiba Mbok dateng lagi dari arah depan rumah dan bilang kalau saya di cariin sama mama di depan. Syok lah saya lihatnya.”“Duh, Mbok kok jadi takut gini ya. Kok itu setan milih menyerupai Mbok sih bukannya yang lain aja yang lebih mudaan sedikit?”“Lah
Tring… tring…Terdengar bunyi pesan masuk dari handphone yang sedang Hanif pegang. Dia segera membuka pesan tersebut dan ternyata itu berasal dari Bagas, teman yang disebutnya sebagai titisan indigo.Bagas: Weiiii, diem-diem aja gak ada kabar, bro!Hanif tersenyum membaca pesan itu, dan dia pun membalas.Hanif: Weiiii, bro! Di rumah aja ini, masih belum tenang ninggalin nenek gue.Ddrttt… ddrttt… ddrttt…Getaran handphone milik Hanif menandakan bahwa ada seseorang yang sedang menghubunginya saat ini. Hanif segera mengambil handphone dan menatap layar nya sekilas, terlihat nama "Bagas" sebagai penanda manusia yang sedang melakukan panggilan dengan nya."Hallo, Gas?" Sapa Hanif begitu menangkat teleponnya.Assalamualaikum, Nif. Gimana masih di kampung?"Masih ini,