Home / Horor / Kenangan Rindu / Mulai Menunjukkan Aktivitas

Share

Mulai Menunjukkan Aktivitas

Author: Asparamitha
last update Last Updated: 2021-10-07 09:43:18

"Aaaaaaaa!!! Mama tolong!!!"

Aku sangat terkejut sampai tidak menyadari bahwa aku telah meneriaki mamaku dengan sedikit histeris. Cepat-cepat aku menyelesaikan mandiku tanpa mempedulikan sisa-sisa sabun di tubuh sudah hilang atau belum.

Aku langsung keluar dari kamar mandi dengan badan yang hanya tertutupi oleh handuk. Sementara di luar kamar terdengar suara mama dan Mas Hanif yang menggedor pintu kamarku dengan panik.

Aku segera membuka kunci pintu dan langsung memeluk mama dengan erat. Seluruh badanku bergetar hebat, kakiku terasa lemas seperti tidak bertulang. Sambil di peluk mama, aku di bawa ke kursi kerjaku yang ada di dalam kamar. Mas Hanif memberikanku segelas minuman agar aku merasa lebih tenang.

"Kamu kenapa sayang? Kok teriak-teriak?" Tanya mama.

"Sarah lihat ada perempuan di kamar mandi mah. Dia liatin sarah sambil senyum yang serem gitu." Jawabku lemas. Mas Hanif tanpa bertanya lagi langsung beranjak ke dalam kamar mandiku untuk mengecek keadaan. 

Dari dalam kamar mandi Mas Hanif berkata, "ga ada siapa-siapa disini Sar." Aku tidak memberi reaksi apapun atas ucapannya karena masih terkejut dengan kejadian barusan. Mas Hanif pun kembali menghampiriku yang sedang terduduk di kursi.

"Ga ada siapa-siapa di dalam nak. Mas mu sudah periksa barusan." Kata mama sambil mengusap-usap lembut punggungku.

Aku sudah sedikit merasa tenang karena ditemani oleh mereka berdua. Melihat aku yang belum mengenakan pakaian, maka Mas Hanif segera keluar dari kamar setelah memastikan keadaanku yang sudah baik-baik saja.

Kini hanya mama dan aku saja yang berada di kamar. Mama masih mengelus-elus punggungku dan mengingatkanku untuk segera mengenakan pakaian.

"Pakaiannya masih di kamar mandi ma. Sarah takut ambilnya." Ah sudahlah, dalam sekejap image pemberaniku di hadapan mama runtuh seketika.

Mama segera beranjak ke dalam kamar mandi untuk mengambil pakaianku dan memberikannya kepadaku. Dengan masih di temani mama, aku mangenakan pakaian dan kemudian mengepel lantai kamarku yang basah karena aku keluar terburu-buru dari kamar mandi tadi.

Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Aku minta izin ke mama agar diperbolehkan untuk menumpang istirahat sebentar di kamar mama dan papa. Jujur saja, masih tersisa sedikit rasa takut akibat peristiwa tadi. Mama mengizinkan dan mempersilahkan aku untuk menumpang istirahat di kamarnya. 

Aku pun beranjak ke kamar kedua orang tuaku dengan masih di antar mama, "ma, nanti jam stengah 6 sore bangunin Sarah ya soalnya habis magrib Sarah mau ikut Mas Hanif ke rumah temennya." 

"Iya." Mama lalu keluar dari kamar dan menuju dapur untuk menyiapkannya makan malam. Sementara di tempat aku menumpang istirahat, aku melihat keseluruhan isi kamar dan mengamatinya hingga tanpa terasa aku pun mulai tertidur dengan nyenyak.

        ********

"Sarah ayo bangun!" Aku tersentak dari tidur karena merasa ada seseorang yang membangunkanku dengan cara yang lumayan kasar. Aku merasakan pipiku seperti ada yang baru saja menamparnya, namun tak kulihat ada satu orang pun yang berada di dalam kamar bersamaku.

Kulihat jam yang menempel di dinding, ternyata sudah menunjukkan pukul 5.30 yang berarti sudah saatnya aku terbangun dari tidur. Aku masih mencoba untuk berpikir positif jika yang membangunkan aku barusan adalah suara mama yang berasal dari luar kamar, sementara bekas tamparan di pipi yang kurasakan ini berasal dari tanganku sendiri dengan kata lain adalah aku sedang sedikit mengigau. Perlahan mulai muncul kembali sifat diriku yang melihat segala sesuatu dengan logika. 

Tidak lama kemudian aku beranjak dari tempat tidur dan segera keluar dari kamar mama. Aku menuju ke ruang keluarga untuk ikut berkumpul dengan yang lainnya. Sesampainya di sana sudah ku lihat papa dan kakakku yang sedang santai sambil menonton televisi.

"Pah, kak, Mas Hanif kemana?" Tanyaku kepada mereka. Dengan kompak mereka melihat kearahku secara bersamaan.

"Loh, kamu udah bangun dek?" Sapa kakakku yang justru tidak menjawab pertanyaanku.

"Iya barusan, Mas Hanif kemana?" Tanyaku kembali.

"Keluar sebentar katanya, paling ke minimarket depan." Jawab ayah sambil menepuk-nepuk sofa di sebelahnya yang artinya menyuruh diriku untuk duduk di sampingnya.

Aku lalu menghampiri ayah dan duduk sambil menaruh kepalaku di pundaknya. Aku memang akan berubah menjadi anak yang sangat manja jika sedang bersama ayah karena aku menjadi satu-satunya anak perempuan di keluarga ini dan kebetulan aku menjadi anak bungsu dari tiga bersaudara.

"Loh nak, kamu udah bangun? Baru aja mama mau ke kamar bangunin kamu tidur." Kata mamaku yang tiba-tiba saja muncul dari arah daput.

Aku terkejut mendengar ucapan mama sehingga akupun bertanya, "loh,bukannya mama tadi bangunin Sarah dari depan kamar?"

"Ga, dari tadi mama di dapur, ini baru selesai masak." Aku terdiam sesaat sambil memikirkan hal aneh yang terjadi saat di kamar orang tuaku tadi. Setelah di pikir-pikir memang benar jika yang membangunkan ku tadi bukan mama. Mama tidak pernah memanggilku hanya dengan sebutan nama, selalu dengan panggilan "sayang" atau "dek", sementara yang tadi membangunkanku hanya memanggilku dengan panggilan nama dan intonasi suara yang seperti orang sedang marah. Dan juga dari suaranya, suara mama terdengar lembut dan halus, sementara suara tadi yang ada di kamar terndengar serak dan agak berat. Hiiiii, sungguh saat ini tiba-tiba saja sekujur badanku menjadi merinding kembali.

Tidak lama berselang, Mas Hanif sudah sampai di rumah dan ikut berkumpul dengan keluargaku di ruang tv. 

"Dek, habis magrib jalan ya." Mas Hanif mengingatkan ku kembali bahwa hari ini kami berdua akan bertemu dengan temannya yang mempunyai kemampuan lebih untuk menceritakan permasalahan kami baru-baru ini.

"Iya mas." Jawabku sambil melihat ke arah televisi. 

"Kalian mau kemana? Aku ikut dong!" Ucap Kakakku yang bernama Evan menimpali obrolanku dengan Mas Hanif. 

"Boleh, ikut aja ayok ke rumah temenku di deket sini."

"Makan dulu baru boleh pergi!" Perintah mamaku tanpa basa-basi.

"Oke bos!" Jawab kami bertiga serentak.

Singkat cerita, waktu makan malam pun telah kami lewati dan sekarang aku, Mas Hanif, serta Mas Evan sudah berada di dalam mobil dengan Mas Evan yang bertindak sebagai pengemudinya.

Perjalanan tidak membutuhkan waktu yang lama karena jaraknya yang berdekatan dengan rumahku. Sesampainya disana, sudah terlihat temannya Mas Hanif yang berdiri di tengah-tengah halaman rumahnya dengan posisi seperti sedang menghadang mobil kami. Setelah mobil berhenti sempurna, kami pun segera turun dan hendak menyalami teman Mas Hanif itu.

Namun, baru saja kami berjalan sebanyak dua langkah, tiba-tiba temannya Mas Hanif itu berteriak, "Berhenti kalian di situ!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kenangan Rindu   Drama Percintaan

    Kemala terlihat begitu mengenaskan. Duduk di lantai kamar dengan pandangan mata yang kosong. “Bu,” sekali lagi Anita memanggil nama Kemala, bermaksud untuk menanyakan keadaannya, namun tak ada jawaban apapun yang keluar dari mulut Kemala.Dedi pun akhirnya menghampiri Kemala, berjalan dengan perlahan-lahan karena takut terkena pecahan kaca dari meja rias. Dedi kini berjongkok di hadapan Kemala dan bertanya, “kamu kenapa lagi?”Memang terkesan kasar saat seorang suami menanyakan keadaan istrinya seperti itu, tapi memang begitulah sikap Dedi sehari-hari kepada Kemala, tidak pernah basa basi dan langsung kepada intinya.Mendengar suara Dedi, secara perlahan Kemala mulai menunjukkan reaksinya. Kemala menatap wajah suaminya terlebih dahulu, dan tak lama kemudian tiba-tiba saja dia menangis sendu sambil mengangkat jari telunjuknya ke arah meja rias.“Tadi Asih ada di situ, mas.”“Asih? Siapa Asih?” terdenga

  • Kenangan Rindu   Teka-Teki

    “Sarah?” Andre terkejut begitu mengetahui bahwa di belakangnya telah ada sosok Sarah, kekasihnya. Dia pun langsung berjalan menghampiri Sarah. “kamu udah lama di sini? Kenapa gak ngabarin aku?” Andre berusaha tetap terlihat tenang di hadapan Sarah walaupun sebenarnya di dalam hatinya dia khawatir jika Sarah akan berfikir yang tidak-tidak mengenai dirinya yang sedang bersama wanita lain.“Aku udah dari tadi ada di sini, maksudnya mau ngasih kamu suprise. Ngomong-ngomong dia siapa, Ndre?” tanya Sarah.“Ah, iya sebentar aku kenalin dulu. Anggun, kesini!”Anggun berjalan menuju Sarah dan Andre dengan langkahnya yang di buat seanggun mungkin. Dengan perasaan yang tidak menentu, dia akhirnya berhadapan langsung dengan Sarah setelah selama ini dia hanya mencari tahu sosok sarah –gadis yang berhasil mengalihkan perasaan Andre darinya- lewat media sosial.“Anggun, kenalin ini pacarku Sarah. Sarah, ini Ang

  • Kenangan Rindu   Teka Teki

    “Sarah?” Andre terkejut begitu mengetahui bahwa di belakangnya telah ada sosok Sarah, kekasihnya. Dia pun langsung berjalan menghampiri Sarah. “kamu udah lama di sini? Kenapa gak ngabarin aku?” Andre berusaha tetap terlihat tenang di hadapan Sarah walaupun sebenarnya di dalam hatinya dia khawatir jika Sarah akan berfikir yang tidak-tidak mengenai dirinya yang sedang bersama wanita lain.“Aku udah dari tadi ada di sini, maksudnya mau ngasih kamu suprise. Ngomong-ngomong dia siapa, Ndre?” tanya Sarah.“Ah, iya sebentar aku kenalin dulu. Anggun, kesini!”Anggun berjalan menuju Sarah dan Andre dengan langkahnya yang di buat seanggun mungkin. Dengan perasaan yang tidak menentu, dia akhirnya berhadapan langsung dengan Sarah setelah selama ini dia hanya mencari tahu sosok sarah –gadis yang berhasil mengalihkan perasaan Andre darinya- lewat media sosial.“Anggun, kenalin ini pacarku Sarah. Sarah, ini Ang

  • Kenangan Rindu   Kenyataan di Depan Mata

    Siang itu udara terasa sangat panas, sepanas hati seorang laki-laki setengah baya yang sedang berdiri di jendela menatap hamparan kebun buah yang mengelilingi rumah mungilnya yang berada di tengah-tengah perkebunan.Perawakannya tinggi besar dengan wajah yang masih bisa dibilang awet muda untuk usianya saat ini. Lelaki tua itu bernama Anton, sosok yang mendatangi Rumah Kemala secara tiba-tiba dan mengancam akan menyebarkan rahasia Kemala kepada Dedi.“Kamu terlalu meremehkanku, Kemala. Lihat saja, aku akan menuntut kembali apapun yang sudah menjadi hakku, bahkan jika itu harus menyingkirkan dirimu dan membuat diriku masuk ke dalam penjara!” dengan tersenyum smirk, Anton membalikkan tubuhnya dan duduk di kursi tua kesayangannya. Tak lupa dia menyalakan televisi tabung untuk sekedar melihat-lihat berita yang sedang ramai di perbincangkan oleh masyarakat saat ini.“Ayah?” terdengar suara seorang wanita yang memanggil Anton dengan sebut

  • Kenangan Rindu   Mulai Tersudutkan

    “Ampuuunnnnn, maafkan aku Asih! Jangan ganggu aku lagi!”“Kau harus merasakan pembalasanku, dasar wanita biadab! Ha ha ha ha.”“Tidak! Kau sudah mati, Asih! Kau tidak akan bisa menyentuhku!”“Ha ha ha ha, kau akan segera merasakan pembalasan keji dariku!”“Tidaaaakkk! Tolooooong!”“Nek, nenek bangun, nek!” Terdengar suara Evan yang berusaha membangunkan neneknya dari mimpi buruk yang sedang menimpanya.“Hah? Aku di mana?” Tanya Nenek Kemala.“Nenek ada di dalam kamar nenek.”“Syukurlah. Nenek pikir setan itu sudah membawa nenek pergi jauh.”“Setan apa nek? Nenek mimpi apa sampai teriak-teriak histeris gitu?”“Nenek mimpi seram, Van. Ada perempuan jahat yang mau melukai nenek, bahkan mau membunuh nenek, nenek takut sekali, huhuhu,” kata Kemala dengan menunjukkan ekspresi yang sangat ke

  • Kenangan Rindu   Sendiri di Rumah

    Aku sedikit terkejut saat menyentuhnya dan bertanya apakah beliau sedang sakit? Tapi tidak ada tanggapan sama sekali dari mama. Malah mama langsung meninggalkanku begitu saja dan berjalan cepat menuju kamarnya lalu menutup pintu dengan sedikit membanting.Aku terkejut karena tidak biasanya mama bersikap seperti itu, selama ini mama terkenal sebagai wanita yang lemah lembut hatinya. Aku memutuskan untuk mendiaminya terlebih dahulu karena kupikir mama sedang ada masalah dan belum mau masalahnya itu di ketahui oleh anaknya, maka saat itu aku langsung menuju kamarku dan mengistirahatkan tubuhku sampai akhirnya aku tertidur lumayan lama dan terbangun menjelang magrib seperti saat ini.“Pa? Papa?”, teriakku memanggil papa. Rasa takut sudah mulai menyerangku saat ini.“Mas Evan? Mas Ivan?”, kali ini gantian aku meneriakkan dua nama kakak kembarku itu.Tetap tidak terdengar satupun sautan atau jawaban dari anggota keluargaku di rumah ini.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status