Share

Kenapa Dia?!

Penulis: Rizkia
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-22 14:16:41

Kau menyuruhku untuk melupakanmu?

***

Nahla berjalan tergesa-gesa menelusuri koridor kelas. Ia tidak memerhatikan jalan hingga menabrak seseorang.

"Nahla!"

"Eh, maaf," gumam Nahla menunduk. 

Orang yang ditabrak Nahla berdehem dan menyodorkan buku berwarna hitam ke hadapannya. "Mau cari ini, kan?" tanya Gilang membuat Nahla langsung mengambil buku tersebut.

"Makasi," ujarnya langsung pergi setelah mengambil buku itu dari genggaman Gilang.

"Kita ada masalah?" tanya Gilang sedikit berteriak, untuk saja sekolah masih sepi.

Teriakan Gilang membuat Nahla menghentikan langkahnya. Ia menghela napas dan memilih segera pergi menuju kelasnya yang berada di lantai dua. 

Gilang menghela napas gusar. "Oke," gumamnya, dia memilih menyusul Nahla ke lantai dua. 

Syifa melirik Nahla yang barusan datang. "Tumben telat," celetuknya membuat Nahla menghela napas. 

"Mood gue lagi hancur, jan mulai deh," desis Nahla meletakan bukunya dengan kasar di atas meja.

"Heum. Macan bad mood," gumam Syifa sambil menyelongoh pergi.

Nahla melirik Syifa begitu saja, kemudian ia merebahkan kepalanya ke meja dengan bantalan buku. Baru saja matanya mau terpejam suara seseorang memaksanya kembali membuka matanya melihat siapa yang berdiri di sudut mejanya.

"Ikut gue!" ujarnya menatap Nahla datar. Dengan malas Nahla bangkit dan membututi Gilang dari belakang. 

Gilang membawa Nahla ke rooftop, terpampang jelas pemandangan luar dari lantai empat itu. 

"Ngapain?" tanya Nahla bersuara tanpa menoleh ke Gilang yang berdiri disampingnya.

"Gue ada salah sama lo?" tanya Gilang balik. Nahla hanya diam nampak berfikir. "Nggak."

"Jan bahas," desis Nahla membuat Gilang bungkam. 

"Jan pergi," cegah Gilang. Nahla menatap Gilang heran. 

"Why?" tanyanya menatap Gilang. Gilang menggeleng, membuat Nahla mengerutu kesal. 

"Kita bukan anak kecil lagi, yang harus selalu dipahami," ucap Nahla menatap datar. 

"Gue cuman sendiri," gumamnya menatap kosong ke depan. 

"Trus hubungannya?" tanya Nahla beralih berdiri di belakang pagar.

"Nggak ada yang bisa memahami gue, hanya lo," ujarnya menatap Nahla berharap.

"Jika gue katakan, lo bakal percaya? Di rasa nggak." Nahla mengerutuh sebal lagi-lagi perasaannya tidak karuan kembali, setelah mood-nya hancur lembur pagi ini.

"Maksud lo?" tanyanya bingung.

"Belajar memahami diri sendiri, itu lebih dari cukup dari pada menunggu orang yang bakal memahami lo, sama saja lo bergantung sama dia," jelas Nahla. Gilang terdiam mencerna apa yang barusan dikatakan Nahla. 

Nahla menarik senyum sinis di ujung bibirnya, kata itu bukan hanya ditujukan untuk Gilang tapi juga dirinya. 

Ia merasa 'tak ada lagi kata yang harus ia katakan. Nahla memilih pergi dari rooftop sebelum bell masuk berbunyi.

Gilang mengacak rambutnya, sekarang dia 'tak tau harus ngapain, selain Nahla yang bisa membantunya. Dia menatap ke bawah gedung, pandangan kosong berharap ada keberuntungan yang akan menghampirinya saat ini, sekalipun keberuntungannya itu dia mati.

***

"Nahla, La!" teriak Rendi membuat langkah Nahla berhenti. 

Nahla menoleh ke belakang dan mendapati Rendi yang tengah berlari kecil ke arahnya. "Kenapa?" tanya Nahla menatah heran.

"Lihat Gilang?" tanyanya dengan nafas yang tersendat-sendat.

"Gilang?" Nahla menjerit bingung, apa jangan-jangan. 

"Rooftop," ujar Nahla langsung berjalam berlawanan arah dan dibututi Rendi dari belakang. 

"Dia kenapa lagi," desis Nahla membuat Rendi yang sudah menyamakan langkahnya menggeleng.

"Nahla," cegah Syifa menghadang mereka berdua.

"Apa lagi sih Fa?" tanya Nahla membuat Syifa menggeleng kecil.

"Temanin gue," ujarnya melirik ke kanan dan ke kiri memerhatikan sesuatu. Nahla ikut melirik arah pandangan Syifa. 

"Udah deh Fa, ntar aja urusan lo. Ini lebih penting," desak Rendi. 

"Emang kalian mau kemana?" Syifa memicingkan matanya menatap mereka berdua curiga. 

"Nggak, Nahla ikut gue dulu. Penting," tekannya menatap Rendi sinis. 

"Alah ngerumpi pasti, awas kami mau jalan." Rendi sengaja mendorong tubuh Syifa ke tepi supaya memberi jalan untuknya dan Nahla.

Tarikan baju dari belakang membuat langkah Rendi terhenti. "Apa lagi sih Fa," ujar Rendi 'tak sengaja menaikan suaranya.

"Lo bentak gue?" Syifa memicingkan matanya menatap Rendi. Karena tidak sengaja Remdi memilih meminta maaf dari pada terus mendengar ocehan Syifa seperti burung beo. 

Nahla yang melihat perdebatan dua makhluk yang ada di depannya menghela napas. "Kapan perginya kalau begini?" tanyanya dengan mimik wajah datar.

"Nggak, lo nggak boleh ikut dia. Titik," cegah Syifa melirik Rendi. 

"Emang mau kemana sih lo?" tanya Nahla menghela napas, sekarang ia harus ikut siapa. 

"Perpustakaan, Kak Radit nunggu kita," ujar Syifa membuat Nahla mengangguk.

"Tapi, ntar. Gue ada urusan sama Rendi," ujar Nahla membuat Rendi mencibir Syifa.

"Nggak bisa gitu dong," cegahnya lagi.

"Ngeyel amat jadi cewek," gerutu Rendi dan menarik tangan Syifa supaya mengikuti mereka.

"Eh, main tarik. Kemana?" Brontak Syifa melepaskan tangan Rendi dari pergelangan tangannya. 

"Ikut aja, cepat," desis Rendi. Syifa melirik Rendi tajam, tapi dia tetap mengikuti langkah mereka sampai tiba di rooftop. 

"Buset, ngapain di sini?" tanyanya bingung menatap lantai paling atas gedung tersebut sepi  eh ralat kosong.

"Gilang!" panggil Rendi menatap sekitar tapi tidak menemukannya. 

"Nyari Gilang?" tanya Syifa ikut menyari-nyari di sekitar. Padahal tempat ini luas tapi nggak kelihatan batang hidungnya Gilang.

"Dia kenapa sih, woi Gilang lo di mana," dumel Syifa berteriak. Hingga tumpukan kardus yang ada di dekat pagar berjatuhkan ke bawah.

"Astaga," pekik Syifa terkejut hingga Rendi dan Nahla menghampirinya.

"Ada ap—"

______________________________________________________________________

    

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kenapa Aku Harus Peduli?   Caraku Tentu Berbeda

    Nahla tersenyum rasa lega menyerudup ke hatinya. Ia melihat jam dipergelangan tangan yang sudah menunjukan pukul tujuh malam.Namun, ada satu hal lagi yang menganjal dipikirannya. "Anin," gumamnya.Ia menghela napas gusar kenapa sepulang dari rumah sakit ia tidak langsung ke rumah neneknya. Nahla bangkit dari kursi tak lupa menghambiskan segelas susu yang sebelumnya sudah ia buat.Kepalanya masih pusing karena efek donor darah. Nahla mengambil tas kecilnya dan segera pamit untuk pergi kembali.Namun ..."Nahla." Suara barinto mengagetkan Nahla."Mau kemana?" tanya Ayah menatap Nahla.Nahla menoleh ia tersenyum kecil. "Ke mini market depan." Bohongnya."Boleh Ayah berbicara sebentar," pinta Ayah menatap Nahla.Nahla melirik jam tangannya kemudian melirik ayahnya. "Eum, sebentar," gumam Nahla. Ayah mengangguk senang, lalu mengajak Nahla untuk pergi ke taman depan.Langit yang cerah ditaburi bintang

  • Kenapa Aku Harus Peduli?   Bahagia

    Nahla menatap teman-temannya dengan cengengesan. Tatapan datar dari Syifa menohok membuat siempu cuman tersenyum. "Ceroboh lagi," dengkus Syifa mendekat. "Untung lo nggak apa-apa," lanjut Syifa mengambil panci yang jatuh ke lantai hingga menimbulkan suara gadung. "Lo nggak apa-apa Karin?" tanya Syifa menatap adik angkatannya itu hanya diam dengan wajah pucat. Dia menggeleng, helaan napasnya membuat Nahla rasa bersalah dan melirik Syifa agar membawanya ke dalam. Nahla kembali mengisi panci dengan air kram. Lalu menghidupkan kompor. Tak lama secangkir teh hangat sudah siap untuk diminum, Nahla membawa ke depan. Ia meletakan di atas meja sambil menatap Karin. "Maaf ya bikin kamu kaget," ujar Nahla. Karin tersenyum tipis lalu menggeleng kecil. "Nggak kok Kak," jawabnya. Syifa menyolek lengan Nahla. "Kamu butuh istirahat, kami temanin ya," ujar Syifa. Karin mengangguk lemah dan bangkit dibantu Nahla. Me

  • Kenapa Aku Harus Peduli?   Ceroboh

    "Nahla!" pekik Syifa lagi-lagi membuat yang lain terkejut."Kenapa sih La," dengkus Nahla yang tepat berdiri di sebelahnya."Jari lo berdarah," gerutunya melihat jari Nahla berdarah karena teriris pisau.Nahla berkelik kesal. "Nggak usah heboh juga kali, luka kecil," gerutunya mengambil tisu di atas meja makan dan menyeka lukanya dengan tisu."Nah, dah siap. Yuk bawa keluar," ujar Nahla membawa nampann berisi rempah-rempah. Mereka akan bikin bakar-bakaran di depan.Setibanya di depan Nahla langsung melatakan nampan di atas meja. "Fa, lo teriak kenapa lagi sih?" tanya salah satu teman mereka."Eh, masak sih. Emang iya?" tanya Syifa balik."Benaran deh Fa," katanya membenarkan. Syifa menggeleng, membantah apa yang mereka ucapan."Salah dengar kalian kali," bantah Syifa mengolesi jagung dengan saus.

  • Kenapa Aku Harus Peduli?   Peringatan Hantu Centil

    Syifa hanya diam berdiri dengan pandangan kosong. Pintu kamar yang terbuka lebar dengan hawa yang mencakam."Fa, ke bawah yuk," ajak Nahla datang dari luar. Namun, karena energi negatif yang menyambutnya membuatnya menatap aneh. "Fa!" tegur Nahla, tapi Syifa hanya diam bergeming.Terpaksa Nahla menyeret tubuh kaku Syifa ke depan. "Astaga lo berat amat sih," gerutu Nahla menuntu jalan.Syifa menatap Nahla tajam. Tangan yang sebelumnya memegang tangannya dicengkram kuat oleh Syifa sampai kukunya memutih."Fa!" Tak apa selain tatapan tajam Syifa. Hingga senyum menyeramkan terbentuk di bibir Syifa.Nahla memutar bola mata malas. "Siapapun kamu tolonglah keluar dari tubuh teman saya," ujar Nahla.Syifa menggeleng. "Nggak mau," cicitnya. Dia melepaskan tangannya dari tangan Nahla kemudian berlalu begitu saja."

  • Kenapa Aku Harus Peduli?   Kecelakaan

    Nahla terkejut bukan main. Ia membuka matanya dengan paksa lalu menoleh ke samping. Ilham juga sama dengan dirinya."Ada apa?" cicitnya.Ilham menggeleng, dia menoleh ke belakang di mana Syifa berdiri. Wajah pucat dan keringat membanjiri pipinya.Nahla ikut menoleh ke belakang, menatap bingung ke arah Syifa."Ada apa?" tanyanya lagi bangkit."Lo duduk aja di sana!" sentaknya membuat Nahla terkejut. Ada apa dengan Syifa?"Lo kenapa sih?" Nahla tidak mendengarkan perkataan Syifa ia perlahan melangkah ke arahnya."Stop!" teriakan Syifa mengagetkan seisi bis dan ditambah bis yang mereka tumpangi mengrem mendadak.Syifa membekap kedua telingannya. Dia menggeleng kuat."Ada apa Pak?" tanya Nahla menoleh ke belakang."Ada anjing lewat," ujarnya kembali menjalankan bis.Nahla mengangguk. Dengan cepat ia memengang kedua tangan Syifa. "Tenangin diri lo," bisik Nahla."Kak, pinda

  • Kenapa Aku Harus Peduli?   Di bawah Langit Malam

    Jam menunjukkan pukul 23.46 akhirnya mereka sampai juga ke tempat tujuan yang memakan waktu yang cukup lama."Yah, ndak jadi challenge," gerutu Syifa turun dari bis sambil menenteng ranselnya."Dah malem," ujar Syafir dengan wajah mengantuk. Dia berjalan lunglai memasuki vila tempat mereka menginap.Ilham masuk terakhir ke dalam vila, takut teman-temannya masih ada berkeliaran di luar."La," panggilnya menatap Nahla masih duduk di teras.Ia memilih menghampiri Nahla yang berselonjoran kaki. Terlihat ranselnya masih ada di sampingnya berarti dia belum masuk sama sekali."Capek ya?" tanyanya. Nahla mengangguk, gimana tidak capek sekitar 10 jam mereka hanya duduk di dalam bis yang berjalan."Ternyata di sini nggak sedingin yang dibayangin," gumam Nahla, masih tetap panas walau di sini puncak.Ilham mengangguk mem

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status