Salsa mengernyit mendengar ucapan pelan Hana yang terdengar menyebut nama Oliver. "Oliver? Bukannya itu nama cowok aplikasi itu? Mana? Di mana dia?" Salsa langsung bersemangat mencari keberadaan Oliver, dan mengikut arah pandang Hana.Hana menunjuk pada objek yang dia maksud, sambil terus menatapnya tanpa berkedip. "Itu, yang pake baju merah, dia ngapain disana? Apa itu keluarganya?"Salsa menyipitkan mata, mengamati pria bernama Oliver itu dan beberapa orang yang terlihat seperti keluarga. Tapi Salsa tidak yakin bahwa mereka merupakan keluarga Oliver."Meskipun mereka kelihatan seperti sebuah keluarga tapi aku nggak yakin kalau itu keluarga Oliver, Han. Jelas-jelas mereka berbeda. Mereka keliatan seperti orang bule tapi Oliver bukan bule." Salsa memberikan pendapat sesuai pengamatannya.Hana menganggukkan kepala sambil masih terus memandang ke arah dimana Oliver seperti begitu akrab dengan keluarga tersebut. Hana setuju dengan pendapat Salsa.Hana merogoh tas kecilnya dan meraih pons
Oliver menatap Hana penuh arti. Mendengar pertanyaan Hana, Oliver jadi berpikir untuk sekedar mengetes ketulusan gadis itu.'Dia bilang mau memanfaatkan aku, kan? Gimana kalau aku tes dia sedikit?' Batin Oliver berbicara."Kamu nggak bisa punya pasangan miskin, ya?" tanya Oliver yang cukup mampu membuat Hana kebingungan harus menjawab apa. Apakah kentara sekali bahwa ia sangat menghindari pria miskin?Sebenarnya bukan tanpa alasan, Hana menghindari pria miskin karena melihat dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, mereka hanya ingin memanfaatkan kekayaan orang tua Hana saja. Sedangkan yang tidak miskin hanya mengincar tubuh Hana saja. Karena itulah Hana sangat pemilih sekarang.Hana mengalihkan pandangan ke sembarang arah ketika berkata, "Bukan nggak bisa, tapi nggak terbiasa. Nggak papa cowok itu miskin asalkan dia bisa mencukupi kebutuhanku yang nggak sedikit." Hana menghindari berserobok tatap dengan pemuda di hadapannya."Jadi, apa masalahmu, sampai kamu mengajakku bertemu mendadak
Oliver melangkah cepat memasuki area penginapan di sisi utara, berbeda dengan penginapan Salsa yang berada di sisi selatan.Seorang pria paruh baya langsung menyambut Oliver. Wajahnya menggambarkan perasaan pria itu bahwa sebenarnya ia sedang tidak tenang."Bapak tidak menghubungi Mas Oliver?" tanya pria paruh baya itu sambil membimbing langkah Oliver menuju ruangannya."Nggak, Pak. Apa Papa menghubungi Bapak? Papa bilang apa?" tanya Oliver berbondong, dan sedikit tidak sabar menunggu jawaban dari pria dihadapannya."Bapak curiga Mas Oliver ada disini, Mas."Oliver mengusap wajahnya dengan sedikit kasar. "Bapak udah mengepak barang saya, kan?""Sudah, Mas, sudah saya masukkan ke gudang, seperti perintah Mas Oliver."Oliver mengangguk. "Terima kasih banyak, Pak."Mereka terdiam sesaat, menciptakan keheningan di ruangan tersebut."Gimana ceritanya, Papa bisa tau saya disini, Pak?""Bapak memeriksa tiket keberangkatan Mas Oliver. Meskipun tujuannya tidak di kota ini, tapi pemberhentian M
Hana menggeliat ketika dirinya merasa kedinginan akibat selimut yang tadinya menutup hingga pundaknya, kini hanya menutup sampai bagian perutnya saja. Hal itu karena Salsa terlalu menguasai selimut tersebut.Hana berdecak pelan, sambil menarik pelan selimut itu dan mengambil bagian lebih lebar tanpa membuat Salsa kedinginan.Ketika Hana hendak kembali memejamkan mata, sialnya ada panggilan alami yang mengharuskannya untuk bangun dan pergi ke kamar mandi. Ya, hawa dingin membuatnya ingin buang air kecil.Dengan enggan Hana melangkah menuju kamar mandi. Ia enggak karena ia sebenarnya tidak ingin menyentuh air di hawa yang begitu dingin itu, namun mau bagaimana lagi? Mau tidak mau Hana harus bersentuhan dengan air, bukan?Hana melakukan kegiatannya dengan cepat. Keluar dari kamar mandi, kedua tangan Hana sibuk menggosok lengannya untuk mengurangi rasa dingin. Dan saat ia hendak kembali ke kamar, Hana mendengar ada sesuatu yang cukup berisik berasal dari samping tempat tinggal mereka. Han
"Aaaaaa!""Aaaaaa!"Keributan membahana di pagi hari. Baik Salsa maupun Oliver sama-sama berteriak ketika keduanya saling bertemu secara tidak sengaja, ketika yang satu baru saja keluar dari kamar mandi dan yang satu hendak masuk ke dalam kamar mandi.Dari arah kamar, Hana berlari keluar untuk mencari tahu apa yang terjadi di sana."Kamu ngapain teriak-teriak!" Oliver membentak Salsa."Kamu yang ngapain teriak di depanku? Lagian kamu ini siapa? Kenapa ada di penginapanku? Kamu penyusup?" Berbagai macam pertanyaan dilancarkan Salsa, dengan tatapan tajam menyelidik.Oliver memaki dirinya karena lupa bahwa orang yang menyewa penginapan ini adalah teman Hana, dan gadis inilah pasti pemiliknya. Seketika Oliver merutuki kebodohannya yang membentak gadis yang tak dikenali itu.Hana yang melihat Oliver seperti kebingungan hendak berkata apa untuk menjawab semua pertanyaan Salsa, segera mendekat dan menengahi."Sa, tenang dulu, oke? Aku bisa jelasin." Hana datang menyela pembicaraan.Salsa ber
Salsa terdiam seribu bahasa. Kata-kata Oliver benar-benar membuat dirinya kehilangan kosa kata.Tidak habis-habisnya Salsa menggerutu di dalam hati, sembari terus berpikir keras berusaha mendapatkan kata-kata yang bisa untuk mendebat Oliver, namun sialnya Salsa tak mendapatkan sepatah kata pun."Aku nggak pernah memaksa orang lain untuk menganggap aku baik, tapi aku nggak mau orang lain sampai berperasangka buruk tentang aku. Jadi sebaiknya kamu kenali aku dulu, baru kamu boleh memutuskan apa aku baik untuk sahabat kamu, atau sebaliknya." Oliver membuka suara setelah beberapa saat keheningan.Salsa semakin dibuat tak bisa berkata-kata. Dari cara Oliver berbicara, Salsa dapat menilai bahwa Oliver adalah pria yang baik. Rasa tak sukanya pada pemuda itu sedikit luntur, meski belum sepenuhnya hilang."Oke, aku kasih kamu kesempatan. Tapi kalau sampe kamu bikin Hana kecewa, aku akan membuat perhitungan denganmu!" Gengsi untuk mengakui bahwa ia percaya pada Oliver begitu saja, Salsa berkata
"Bapak baru saja pergi, Mas. Mas Oliver ada di mana sekarang?" pak Sugeng menjawab panggilan Oliver."Saya ada di tempat teman, Pak. Kalau beliau udah pergi, Saya akan kesana sekarang," ujar Oliver yang diawasi oleh Hana ketika menelpon.Pak Sugeng membalas seadanya dan setelah itu panggilan berakhir.Oliver beralih menatap Hana yang sejak tadi mengawasinya dalam diam. "Aku pamit, ya? Thanks udah izinin aku tidur disini semalam."Hana menganggukkan kepalanya. "Iya, sebaiknya kamu cepat pergi sebelum Salsa ngamuk lagi. Karena sebenarnya Salsa kurang suka ada orang asing yang berada di tempat pribadinya," balas Hana sambil sesekali melirik ke arah dalam, ke arah kamar.Oliver giliran mengangguk. "Bilangin makasih sama temenmu itu," kata Oliver dan Hana mengangguk lagi."Oh ya, nanti aku hubungi kamu lagi. Nanti aku ada jadwal nganter rombongan turis ke tempat-tempat wisata terdekat. Kamu mau ikut?""Emangnya boleh?" tanya Hana dengan mata berbinar."Boleh, bukannya kamu pengunjung resor
Dalam sekejap saja, semburat merah jambu menghiasi pipi Hana. Wajah merona gadis itu membuat Oliver benar-benar gemas melihatnya.Hana seketika membalikkan tubuhnya, membelakangi Oliver, agar pemuda itu tidak melihat wajahnya yang semerah tomar sekarang. Namun Oliver sudah lebih dulu melihatnya sebelum Hana sadar untuk menghindar.Pacar? Satu kata itu sangat mampu membuat kupu-kupu beterbangan di perutnya, bunga-bunga bermekaran di hatinya. Entahlah, hanya memikirkan menjadi pacar Oliver saja sudah membuat Hana senang, apalagi jika sungguhan?Ini gila! Hana bahkan tidak pernah merasakan sebahagia ini saat ia mengencani pria-pria sebelumnya. Tapi bersama Oliver, yang dikenalnya melalui online dan baru beberapa hari saja, justru bisa membuat Hana sebahagia itu. Hana bahkan hampir tak mempercayai dirinya sendiri, tapi itulah yang terjadi."Pacar apa? Apa kita sudah berpacaran? Sejak kapan?" Hana menyahut demikian, tanpa menatap lawan bicaranya. Hana memilih tetap memunggungi Oliver kare