Setelah berpamitan pada Lena, Gatra tidak membuang waktu. Ia langsung membawa Tania pulang ke apartemen. Ia hanya punya sedikit waktu karena besok akan kembali ke Pulau Kecil.âKenapa nggak bilang dulu kalo kita mau ke apartemen? Aku pikir kita menginap di rumah Mama,â kata Tania memprotes.âNamanya juga kejutan,â jawab Gatra sambil membunyikan klakson, menujukannya pada Lena yang berdiri di ambang pintu melepas kepergian mereka.âDari tadi kejutan mulu.â Tania tidak tahu setelah ini entah kejutan apa lagi yang akan diterimanya.Gatra hanya tersenyum sambil melirik Tania melalui ekor matanya.*Gatra membuka pintu apartemen. Sedangkan Tania berdiri di belakangnya. Ketika daun pintu terbuka aroma ruang kosong yang lama tak berpenghuni langsung menguar.Gatra menyalakan flashlight ponsel sambil mencari saklar yang tertanam di dinding. Agaknya ada yang kurang dari desain apartemen itu. Seharusnya saklar lampu terletak di dekat pintu, sehingga memudahkan penghuninya.Tania yang takut gela
Pengakuan Gatra membuat Tania terdiam. Ia kehilangan kata-kata selama hitungan detik. Pernyataan yang didengarnya dari Gatra tak pelak membuatnya terguncang. âKamu nggak percaya, Ta?â tanya Gatra menyaksikan raut kaku Tania.âHow could?â Tania balas bertanya lirih.âAku nggak tau. Tapi perasaan itu ada. Sejauh apa pun aku pergi, yang tampak di mataku hanya kamu.ââKamu gombalnya makin expert,â balas Tania. Seulas senyum samar terselip di bibirnya.âKalo ceweknya kayak kamu gimana nggak expert?â Seperti biasa Gatra selalu memiliki jawaban untuk membalas Tania.âMemangnya aku kayak gimana?ââHm, kayak gimana ya?â Gatra pura-pura berpikir. âNtar kalo aku jabarin satu demi satu kamu malah kegeeran.ââDih!â Tania mencebik.Dan Gatra sangat menyukai ekspresi Tania. Bagaimana perempuan itu mengerucutkan mulut, bagaimana mata bulatnya membundar. Apa pun yang terlukis di paras manisnya adalah favorit Gatra.Gatra berdiri, lalu menjangkau tangan Tania, menuntunnya untuk berdiri. âYuk, Ta!ââKe
Tania sengaja izin kerja hari ini demi bisa menemani Gatra seharian. Meskipun Gatra tidak meminta, namun Tania melakukannya demi mematuhi kata-kata Audry.âGatra kan cuma sehari di sini, Kak. Apa salahnya Kakak temenin.âDari pada ibunya itu mengomel panjang lebar, Tania terpaksa meluangkan waktunya. Gatra sih senang-senang saja. Gatra memang bukan tipe suami penuntut. Jadi begitu Tania mengatakan akan menemani seharian ini, ia bagai mendapat hujan emas. Setengah hari ini Tania menemani Gatra berurusan. Mulai dari Dinas Kesehatan hingga apotik. Gatra memesan banyak obat-obatan.Waktu menunjukkan pukul satu siang ketika semuanya selesai. Itu artinya mereka hanya punya waktu tiga jam lagi untuk bersama sebelum Gatra berangkat jam empat sore nanti.Gatra tersenyum saat melihat jari manis Tania. Cincin nikahnya sudah kembali tersemat di sana. Tadi pagi saat ke rumah Audry Tania mengambil dan memakainya. Untuk bagian ini Tania melakukannya tanpa suruhan siapa-siapa. Ia melakukan atas kein
âKamu sih, Gat, coba kalo dulu kamu nggak emosi dan buru-buru ambil keputusan.âCeletukan spontan Tania membuat Gatra langsung memandang padanya.âEmosi gimana?â Gatra balik bertanya.âHarusnya dulu kamu nggak usah ikut program segala macam.âGatra tersenyum kecut. Keputusan impulsifnya dulu untuk mengikuti NSS ternyata telah mengubah segalanya, termasuk jalan hidup mereka. Tapi Gatra tidak menyesalinya. Jika dulu ia memilih tetap tinggal di Jakarta belum tentu pada akhirnya hubungan mereka akan membaik seperti sekarang.âMemangnya kenapa kalo dulu aku nggak ikut?â Gatra pura-pura bertanya.âMungkin aku dan kamu nggak akan ada di sini hari ini,â jawab Tania.Saat itu mereka sudah berada di bandara. Beberapa saat lagi Gatra akan berangkat.âKalo aku tetap di Jakarta dan nggak mengambil program itu, belum tentu sekarang kita akan begini,â jawab Gatra bijak sambil mengunci tangan Tania dalam genggamannya. Jika mereka masih berada dalam kota yang sama belum tentu keduanya akan saling mer
Dua tahun kemudian âŠTania menatap red velvet cake dengan taburan buah strawberry di atasnya. Ada lilin dengan angka dua puluh lima ikut terselip di sana. Bersamaan dengan itu terdengar suara teman-temannya melantunkan lagu Happy Birthday.Tania tersenyum simpul. Hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke dua puluh lima. Itu artinya sudah seperempat abad ia hidup di dunia. Tania bersyukur. Di usia yang masih muda ia memiliki kehidupan yang diimpi-impikan banyak orang. Karir cemerlang, matang dari segi finansial, memiliki teman-teman yang menyayanginya serta keluarga yang selalu ada untuknya. Jadi apa lagi yang tidak disyukurinya?âMake a wish dulu dong, Ta!âTania mengerjap. Ternyata teman-temannya sudah selesai nyanyi. Semua mata kini tertuju padanya.Tania memejam, merapalkan doa dan harapan dalam hati. Hanya satu hal yang diinginkannya. Kebahagiaan.Setelah memanjatkan doa, Tania membuka mata dan meniup lilin yang disambut oleh tepuk tangan riuh teman-temannya.âRuly mana, Ta?â ce
âTa, gue duluan ya,â kata Claudia tahu diri ketika melihat sosok Ruly muncul.Tania mengesah tanpa mampu mencegah kepergian Claudia. Gadis itu tampak bertegur sapa dengan Ruly ketika mereka berpapasan di ambang pintu.Ruly berjalan mendekati Tania lalu menciumi pipi mulusnya sambil mengucapkan selamat ulang tahun. âHappy birthday, Ta, sorry telat, meeting-nya beneran baru kelar dan aku langsung ke sini."Tania tersenyum penuh pengertian. âNggak apa-apa. Kamu udah nyempetin ke sini aku udah senang. Aku juga nggak tau ada acara kayak ginian, tiba-tiba aja langsung disuruh datang."Ruly lalu tersenyum. âKadonya udah aku siapin, tapi nggak aku bawa, ada tuh di rumah. Besok ya!"Sekali lagi Tania menyunggingkan senyumnya.Tania tidak butuh kado. Ia tidak mengharapkannya. Baginya cukup dengan teman-temannya mengingat hari ulang tahunnya seperti saat ini dan memberi kejutan kecil sudah membuatnya sangat berarti. Tadi sepulang kerja Tania ditelepon, disuruh datang ke tempatnya sekarang. Siapa
âGatra, jangan pergi, jangan, Gat. Aku mohon jangan. Gatraaaa!!!â Tania berteriak sekeras mungkin tapi Gatra terus melangkah meninggalkannya.Tania mengejar Gatra dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya. Namun malang, Tania tersandung dan jatuh. Tidak sanggup lagi untuk berdiri.Tania menangis tersedu-sedu.âTa, bangun, Ta!âSayup-sayup Tania mendengar namanya dipanggil. Ia membuka mata dan melihat Claudia sedang menatapnya dengan khawatir.âGue mimpi,â jawab Tania lirih.âYa udah lanjutin tidur lo, masih jam dua.â Claudia menarik selimut dan memunggunginya. Sedangkan Tania tidak bisa terpejam sampai pagi. Gatra kembali muncul dan menghantuinya.***Minggu siang yang panas, Tania keluar dari apartemennya. Tujuannya adalah ke rumah orang tuanya. Kalau saja tidak ada dokumen yang dibutuhkannya dan kebetulan ketinggalan di rumah itu ia tidak akan ke sana. Sejak memutuskan untuk pindah dari rumah tersebut bisa dihitung dengan jari berapa kali Tania datang dan menunjukkan muka.Selagi Tan
Beberapa hari kemudian Gatra menerima paket dari Tania. Dengan tidak sabar Gatra membukanya. Dan begitu melihat sendiri apa isinya selama beberapa detik Gatra termangu sebelum akhirnya tertawa.Sebuah baju kaos berwarna pink lembut dengan tulisan Je tâaime di dadanya. Sebenarnya biasa saja dengan baju itu. Hanya saja masalahnya Gatra tidak terbiasa memakai baju warna pink, bahkan nyaris tidak pernah. Namun Gatra tahu apa reaksi Tania jika menolaknya.Gatra mengambil ponsel. Ia akan mengabari Tania soal baju itu.âTa, bajunya udah sampe. Makasih ya. Je tâaime, hehe.âTania membalas pesan dari Gatra hanya dalam hitungan detik.âJe tâaime aussi, hehe. Kamu suka kan bajunya?âTania harap-harap cemas menunggu jawaban Gatra. Jangan-jangan dugaan Claudia terbukti bahwa Gatra tidak akan memakai karena warnanya pink.âSuka dong! Aku pake bajunya sekarang ya, terus aku kirim fotonya.âTania tersenyum senang. Itulah yang dinantikannya sejak tadi.Beberapa detik kemudian Tania menerima foto dari
Rogen melangkah pelan setelah Davina menggandengnya. Anak-anak terkadang menempatkan orang dewasa dalam posisi yang tidak mudah.Athaya langsung bangun dari berbaring dan menyandarkan punggung ke headboard begitu Rogen ikut duduk di ranjang.âIstirahat aja, Ay, kamu pasti capek.â Rogen menyuruh Athaya kembali berbaring.Athaya tersenyum samar. Ia merasa canggung untuk berbaring di ranjang itu sedangkan ada Rogen di dekatnya.âBunda kenapa bangun? Kita tidur sama-sama yuk! Papa juga.â Davina memandang Athaya dan Rogen bergantian.Rogen terpaksa menganggukkan kepala dan memberi Athaya isyarat dengan matanya agar menuruti kemauan Davina. Jadilah mereka berbaring bertiga. Rogen dan Athaya berada di sisi kanan dan kiri memagari Davina di tengah-tengah mereka.Davina tersenyum bahagia dan memandang kedua orang tuanya yang membelai kepalanya bergantian. Ini adalah pertama kalinya Davina tidur bertiga dengan Rogen dan Athaya.âKenapa Papa dan Bunda tinggalnya pisah-pisah? Kenapa Bunda nggak ti
Rogen dan Belva duduk dengan tegang di kursi pasien di ruangan Gatra. Mereka sedang menanti hasil pemeriksaan kesehatan. Ini adalah pemeriksaan kesekian yang mereka lakukan.âKalian berdua sehat, nggak ada masalah apa-apa.â Entah untuk keberapa kali Gatra mengatakan hal yang sama.âKalau memang begitu kenapa Belva masih belum hamil, Bang?â tukas Rogen.Gatra mengerti bagaimana perasaan adik ipar dan istrinya. Dan sebagai orang yang dekat dengan mereka ia juga tidak pernah henti menyemangati.âAbang ngerti perasaan kalian, tapi ini hanya masalah waktu, Dek. Percaya sama Abang, kalau sudah waktunya Tuhan pasti kasih.âBelva yang sejak tadi diam terpaku di sebelah Gatra hanya tersenyum getir. Sudah hampir empat tahun menikah namun Tuhan belum mempercayakan seorang anak pun dititipkan ke dalam rahimnya. Sementara orang-orang di sekelilingnya saat ini sedang mengandung. Mulai dari Tania hingga Athaya. Saat ini Tania sedang mengandung anak keempat,
âDavina! Sini, Sayang, ada papa tuh!ââYeay ⊠Papa datang!!!â Bidadari cilik itu berlari kecil ke depan rumah saat mendengar suara Audry yang berseru memberitahunya.Rogen baru saja turun dari mobil. Segala rasa lelahnya sirna seketika ketika melihat wajah Davina, putri kecilnya. Rogen langsung mengangkat Davina dan menggendong anak itu.Tanpa terasa, tiga setengah tahun sudah berlalu. Davina kini tumbuh menjadi anak yang manis, tidak banyak tingkah dan menggemaskan.âUdah makan, Sayang?â âUdah, Pa.ââBeneran? bohong ah!â Rogen tidak percaya. Davina memang paling susah jika disuruh makan nasi.âCium aja kalau Papa nggak percaya, pasti ada bau ayam goreng. â Davina menyodorkan pipinya.Rogen tertawa lalu mengecup gemas pipi chubby sang putri. âOh iya, bau ayam goreng. Iya deh, Papa percaya.âDavina tertawa sambil membelai dagu belah Rogen. Davina sangat suka melakukannya. Biasanya sebelum tidur ia akan mengelus-elus belahan di dagu Rogen hingga akhirnya ketiduran.âTadi Davina ngapain
Athaya mengerutkan dahi. Suara itu terdengar sangat jelas dan dekat. Suara yang sudah familier dengannya tapi sudah lama tidak didengarnya.Nggak mungkin, pikir Athaya. Pasti ini hanya halusinasinya saja. Mana mungkin Rogen ada di sini. Saat ini Rogen pasti sedang bahagia-bahagianya dengan Belva menikmati masa-masa indah pengantin baru.Athaya memejamkan mata dan mencoba untuk fokus pada dirinya sendiri sambil menahan kontraksi yang hilang timbul. Ia menepis semua pikiran dan bayangan-bayangan lain yang melintas di kepalanya.âSombong lo ya, jauh-jauh gue datang ke sini tapi dicuekin.âSuara itu membuat Athaya terkesiap. Ini nyata dan bukan halusinasinya. Tapi masa Rogen ada di sini?Sambil menahan rasa penasaran Athaya memutar tubuhnya dengan perlahan. Tepat di saat itu ia mendapati seseorang sudah berada di belakangnya, duduk di sisi ranjang.âAdek âŠâ Athaya menggumam tidak percaya. Rogen benar-benar ada di sana. Di dekatnya, di tempat yang sama dengannya. Dan ini bukan mimpi.Roge
Enam bulan kemudian âŠSetelah kejadian malam itu, hidup Athaya berubah. Pelan-pelan ia mulai menepis Rogen dari hatinya dan membiarkan Kenzi yang mengisi. Athaya menyadari, tidak akan adil untuk Kenzi jika ia masih saja dibayang-bayangi Rogen. Mungkin Athaya harus berterima kasih pada Nora yang telah memilihkan Kenzi untuknya. Kenzi memang tidak sempurna, tapi dia adalah suami yang ideal untuk Athaya. Kenzi membuktikan kata-katanya. Dia menerima keadaan Athaya apa adanya. Dia juga tidak pernah mengungkit-ungkit kejadian itu. Malah Kenzi sangat perhatian pada kehamilan Athaya.âAy, Rogen jadi menikah hari ini?â tanya Kenzi pagi itu sebelum berangkat ke kantor.âJadi, Mas,â jawab Athaya.Tempo hari Belva mengabarinya dan bertanya apa Athaya bisa datang. Tapi Athaya menolak dengan alasan kandungannya sudah semakin besar dan hanya menunggu due date. Athaya sama sekali tidak mengungkit kejadian malam itu. Ia tidak ingin menyalahkan Belva. Yan
âSaya minta penjelasan dari kamu sekarang. Saya harus tahu semuanya. Karena apa? Karena saya adalah suami kamu. Saya pendamping hidup kamu. Dan terutama saya adalah orang yang bertanggung jawab atas hidup kamu setelah kita resmi menikah, bukan orang tua kamu. Jadi saya minta kamu untuk bicara sejujur mungkin."Suara dingin bernada tegas itu betul-betul membuat Athaya tidak berdaya. Satu-satunya yang harus ia lakukan adalah mengatakan segalanya pada Kenzi.âPertama, saya mau minta maaf udah bikin Mas kecewa,â ucap Athaya pelan. âSaya memang salah karena nggak bilang semua ini dari awal. Saya nggak akan membela diri. Dan âŠâ Athaya menggantung kalimatnya sembari mengamati ekspresi Kenzi.Lelaki itu masih seperti tadi. Menyorot Athaya dengan tatapannya yang datar dan penuh rasa kecewa.âDan saat ini saya juga sedang hamil.â Athaya melanjutkan perkataannya dengan suara yang jauh lebih lirih.âHAMIL?â Kali ini Kenzi tidak mampu menyembunyikan r
Athaya memandang keluar jendela pesawat. Mereka baru saja memasuki kota Jayapura dan akan mendarat sebentar lagi. Seperti yang dikatakan Athaya pada Rogen, setelah ia menikah akan langsung berangkat ke Papua.Orang-orang terdekatnya melepas Athaya dengan berat hati, terutama Nora. Sedangkan Jeff hanya berbicara pada Kenzi agar menjaga Athaya baik-baik. Jeff tidak mengatakan apa-apa pada Athaya. Athaya bersyukur Rogen tidak ikut melepas keberangkatannya di bandara karena lelaki itu mengatakan padanya harus kerja pada hari tersebut. Kalau ada Rogen Athaya tidak menjamin jika ia akan kuat dan sanggup untuk pergi.âAya, kita sebentar lagi landing.â Suara Kenzi membuyarkan lamunan Athaya.Athaya mengangguk pelan. Sepanjang penerbangan Kenzi sibuk sendiri membaca buku, sedangkan Athaya larut dalam lamunannya.Semilir angin menyapa halus begitu Athaya turun dari pesawat. Ia dan Kenzi langsung disambut oleh seorang laki-laki yang merupakan perwa
Hanya satu minggu setelah perkenalan Athaya dan Kenzi, pernikahan keduanya pun diselenggarakan. Rencana kepindahan Kenzi ke Papua ternyata cukup menguntungkan. Karena dengan begitu mereka jadi punya alasan untuk melaksanakan pernikahan tersebut sesegera mungkin.Pernikahan itu diadakan sebagaimana mestinya. Dalam artian tidak terlalu mewah dan besar-besaran. Jeff bilang bahwa itu hanya akan menghabiskan biaya.Bagi Athaya tidak masalah. Jika perlu tidak perlu ada pesta atau perayaan apa-apa. Cukup akad nikah saja. Yang penting sah secara agama dan diakui oleh negara. Bukankah itu yang lebih penting?Nora masuk ke kamar Athaya memberitahunya. âAya, ada Belva tuh.âAthaya terkesiap. Sudah sejak tadi ia melamun sendiri setelah perias pengantin mendandaninya.âBelva sama siapa, Mi?â âSama Rogen.âDeg âŠ!!! Detak jantung Athaya mengencang dalam hitungan detik mendengar nama itu disebut. Lelaki yang dicintainya ternyata datang pada hari pernikahannya. Dan itu tidak mudah untuk Athaya.âSur
âAdek, ini Mas Kenzi, calon suamiku.â Athaya menegur Rogen yang termangu sementara di hadapannya Kenzi mengulurkan tangan untuk bersalaman. Rogen terkesiap dan balas menjabat tangan pria di depannya. âNggak banget selera lo, Ay.â Ia membatin. Rogen mengurungkan niatnya untuk menghajar Kenzi. Lagi pula, sejak kapan ia peduli pada Athaya?Terlepas dari perbuatan Kenzi yang telah menodai Athaya, Rogen berkaca pada dirinya sendiri. Ia juga melakukan hal yang sama dengan Belva. Hanya saja Belva tidak sampai hamil.âMas Kenzi, Adek ini saudaraku, dan ini Belva sahabatku sekaligus calon istrinya Rogen,â kata Athaya menjelaskan.âAdek?â ulang Kenzi tidak mengerti.âRogen maksudnya. Kalau di keluarga kami dipanggilnya Adek soalnya dulu dia anak bungsu.â Athaya menjelaskan dengan detail.Kenzi manggut-manggut sambil tersenyum.âMas Kenzi bentar ya, saya pinjam Athaya dulu,â kata Belva menyela.Kenzi mengangguk pelan.Belva kemudian menarik tangan Athaya menjauh. âAy, lo serius mau nikah sama