LOGINWaktu kecil, Amber diculik dan disekap hingga mengalami trauma. Dia mengalami pobia di ruang gelap dan sempit, suaranya tak lagi terdengar dan dia menjadi bisu. Saat dewasa, dia tumbuh dalam penghinaan dan selalu direndahkan. Untuk menutupi aib keluarga karena kekurangannya, dia dipaksa menikah dengan seorang pria bernama Christhoper. Amber terkejut ketika tahu jika pria itu ternyata adalah cinta pertamanya, anak laki-laki yang pernah diculik bersamanya dan berjanji akan melindunginya, tapi Christhoper tidak mengenalinya. Setelah menikah, bukan kebahagiaan yang dia rasakan tapi siksaan dan pelecehan dari suaminya. Christhoper yang sudah memiliki kekasih, terpaksa menerima pernikahan tersebut karena desakan orang tuanya yang berhutang budi pada keluarga Amber. Dia melimpahkan kekesalan pada Amber dengan menyiksa wanita itu. Rasa benci Christhoper pada istrinya semakin besar karena fitnah yang terus menerus kekasihnya lakukan pada Amber. Hingga di satu titik, Amber memiliki kesempatan untuk kabur hingga Christhoper menjadi gila setelah sadar akan semua kesalahannya.
View More“Malu, Papa punya putri sepertimu, Amber! Sudah berapa banyak uang yang Papa keluarkan untuk biaya pengobatanmu? Puluhan tahun Papa dan Mama bersabar untukmu, berharap agar kamu bisa mengeluarkan suara. Kenapa kamu tidak bisa berjuang lebih keras untuk bisa berbicara?” tegur seorang pria setengah baya bernama Jackob pada putrinya yang tertunduk sambil menangis.
Wanita itu ingin sekali membela diri, tapi dia sadar tidak mampu melakukannya karena tidak memiliki suara untuk berbicara. Semenjak penculikan yang dia alami waktu kecil, Amber menderita trauma akut yang membuatnya bisu. Bukan hanya itu, dirinya yang disekap di ruangan gelap dan sempit, membuat Amber juga mengidap Nyctophobia yaitu ketakutan berlebihan ketika berada di ruang gelap serta Claustrophobia yaitu ketakutan di ruang sempit dan tertutup. “Mama juga malu. Teman-teman Mama sudah banyak yang punya cucu. Setiap berkumpul, mereka selalu menanyakan kapan kamu menikah? Kapan kamu akan memberi Mama seorang cucu?” seru Ny. Jackob menyambung perkataan suaminya semakin menekan putrinya. Bibir Amber bergetar ingin mengungkapkan segala isi hati, tapi tidak mampu dia lakukan. Siapa yang menginginkan istri bisu dan cacat seperti dirinya? Ingin dia berontak, tapi tidak ada suara yang keluar dari mulutnya, hanya air mata yang membasahi pipi. “Umurmu sudah 28 tahun, keluarlah dari duniamu yang sempit! Jangan terus berdiam diri! Apa kamu tidak mau seperti teman-teman seangkatanmu yang mempunyai suami tampan dan kaya serta masa depan yang cerah? Apa yang harus Papa lakukan untukmu agar kamu menjadi kebanggaan keluarga?” suara Papanya kembali terdengar, menambah luka di hatinya. “Kamu hanya anak pembawa sial dan pembuat malu di keluarga ini. Mama menyesal melahirkanmu di dunia ini,” seru Mamanya membuat Amber tersentak dan menatap Mamanya dengan tatapan sedih. Hatinya seperti diremas dan rasanya sangat menyakitkan. Dia merasa menjadi anak yang paling menyedihkan di dunia ini karena tertolak oleh orang tuanya sendiri. Amber menggerakkan tangan untuk berkata dalam bahasa isyarat merespon perkataan papa dan mamanya. “Aku juga ingin menikah tapi siapa pria yang mau menikah denganku?” tanya Amber sambil menangis terisak, sayangnya tidak ada suara sedikit pun yang keluar dari mulutnya. Pertengkaran orang tua dan anak itu terhenti ketika ponsel Jackob berbunyi. Pria itu mengangkat tangan ke depan muka Amber merentangkan kelima jari sebagai isyarat agar putrinya berhenti bicara dengan bahasanya. Amber seketika berhenti lalu kembali tertunduk sambil meremas tangan, menahan segala emosi yang tidak bisa dia keluarkan. Kemarahan, kesedihan, kekecewaan dan segala macam emosi yang tak pernah bisa dia sampaikan pada satu orang pun di dunia ini. “Halo Frank, apa kabar?” “Jadi ke tempatku?” “Putramu setuju?” “Aku senang sekali, kapan mau ke sini?” “Besok malam? Kabar yang bagus. Kami akan menyambut keluargamu dengan penuh sukacita. Istriku akan memasak masakan yang lezat untuk menyambut kedatangan kalian.” “Ya ... ya ... aku tunggu kedatangan kalian,” tandas Jackob sambil tertawa ramah, lalu menutup telepon. Tawa itu terhenti ketika dia menatap putrinya, lalu berjalan mendekatinya. “Angkat kepalamu!” perintah Jackob, membuat Amber menegakkan kepala dan menatap wajah Papanya. “Kamu ingin menikah bukan? Papa sudah mencarikan calon suami untukmu. Teman Papa yang dulu pernah Papa tolong, bersedia menikahkan putranya. Papa sudah mengatur semuanya, jangan sampai kamu menghancurkan apa yang Papa lakukan untukmu! Mau tidak mau, suka tidak suka, kamu harus menikah dengan putra teman Papa dan Papa tidak ingin mendengar penolakan. Mengerti?!” seru Jackob pada putrinya. Dengan ketakutan, Amber mengangguk setuju, air matanya terus mengalir tapi Jackob dan istrinya tidak peduli. Mereka sudah terlalu sering melihat tangisan putri mereka dan menganggap hal itu adalah hal biasa. Kedua orang tua itu tidak pernah mau mengerti perasaan putrinya, mereka malah lebih sering merendahkan Amber karena kelemahan yang diderita putri mereka, membuat Amber tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri karena menganggap dirinya cacat dan memalukan keluarga. Hari yang Jackob bicarakan tiba, sebuah mobil mewah berhenti di depan rumah. Keluarga Frank yang sudah dinanti oleh Jackob turun dan disambut ramah oleh tuan rumah. “Ini Christhoper? Tampan sekali. Sudah lama kita tidak bertemu dan kamu tumbuh menjadi pria hebat,” puji Jackob yang merasa bangga dan tidak salah mencari calon menantu. “Ya, saya Christhoper. Terima kasih atas pujiannya,” balas Christhoper dengan sopan. “Dia sudah memiliki perusahaan sendiri dan pisah dengan perusahaanku. Sampai aku bingung siapa yang akan meneruskan kerja kerasku,” kata Frank membanggakan putranya, membuat Jackob semakin yakin jika Christhoper akan menjadi menantu terbaik. Mereka kemudian berpindah ke ruang tengah untuk melanjutkan obrolan. “Di mana putrimu?” tanya Frank. “Masih bersiap, sebentar lagi juga selesai. Wanita memang selalu lama jika berdandan,” jawab Jackob sambil terkekeh. “Aku akan memanggilnya,” kata Mama Amber yang kemudian beranjak dari tempat duduk lalu berjalan ke kamar putrinya. Malam itu, Amber berdandan sangat cantik, mengikuti apa yang Mamanya suruh. Gaun panjang berwarna magenta yaitu campuran antara biru dan merah dipadu dengan make up natural, menonjolkan kecantikan alami wanita itu. Setelah melihat bayangannya di cermin, Amber pun puas dengan penampilannya. “Amber, keluarlah! Calon suamimu sudah datang,” seru mamanya. Amber berjalan cepat menuju pintu kamar dan membukanya. Mamanya menatap penampilannya dari ujung kepala sampai ujung kaki. “Tidak mengecewakan, cepat turun dan temui calon suamimu. Bersikaplah yang sopan dan jangan membuat malu!” ujar mamanya. Amber mengangguk patuh dan mengikuti langkah mamanya. Dia meremas tangan cemas serta gugup, bukan masalah dia akan suka atau tidak suka dengan calon suaminya, tapi sebaliknya. Bagaimana jika calon suaminya yang tidak suka padanya karena keadaannya yang bisu lalu menolaknya? Papa dan mamanya akan semakin malu dengan keberadaannya. “Nah ini dia putriku, namanya Amber,” seru Jackob ketika melihat putrinya datang bersama istrinya. “Cantik sekali,” seru Ny. Frank ketika melihat Amber. Amber menganggukkan kepala dan tersenyum sebagai tanda terima kasih mendengar pujian tersebut. “Dia memang sangat cantik, tapi Amber mempunyai satu kekurangan yaitu tidak bisa bicara. Waktu kecil dia mengalami trauma akut yang menyebabkan kehilangan suara, tapi jangan khawatir karena Amber rutin ikut terapi, kami yakin suatu hari nanti dia akan bisa berbicara,” jelas Jackob. Mendengar penjelasan tersebut, suami istri Frank saling menatap, meski tidak menolak tapi terlihat jelas keraguan di mata mereka. Amber sangat tahu arti tatapan itu, dia sudah sering menerima tatapan seperti itu yaitu tatapan penolakan. Namun karena Frank mempunyai hutang budi terhadap Jackob dan tidak ingin merusak kepercayaan pria itu, dia pun berkata, “Semua orang pasti memiliki kelemahan, kami rasa kami bisa menerima kelemahan Amber apalagi masih ada harapan Amber bisa berbicara lagi. Kami sudah tidak sabar menjadikan Amber sebagai menantu kami. Bukan begitu Christhoper?” Pertanyaan Frank pada putranya membuat Amber menoleh pada pria yang bernama Christhoper tersebut. Mata mereka pun saling menatap. Amber sempat melihat sekelebat tatapan kekaguman dari mata pria itu, tapi kemudian hanya tatapan dingin yang dia terima. Hal itu membuatnya ragu dengan kesan pertama yang dia dapatkan dari Christhoper, mungkin itu hanya khayalannya saja. Tidak mungkin pria tampan itu tertarik pada wanita bisu sepertinya. Christhoper memang melebihi ekspektasinya, wajah pria itu sangat tampan, rahangnya kokoh dan tegas dengan rambut tipis menghiasinya, hidung mancung, rambut hitam, kulit yang bersih dan mata tajam yang indah. Matanya unik berwarna hijau seperti keturunan Irlandia atau Skotlandia. “Mata hijau ...?” Deg... Jantung Amber seakan berhenti berdetak. Dia menatap wajah Christhoper dengan lebih teliti dan benar tebakannya, pria itu adalah anak laki-laki yang terkurung bersamanya saat dulu mereka diculik. Amber bisa mengenalinya dari warna mata yang hanya dimiliki kurang dari dua persen penduduk di dunia ini. Dalam hati, Amber bersorak girang, dulu anak laki-laki itu berjanji akan selalu melindunginya, dia tidak menyangka jika pria itu akan menjadi suaminya. Seulas senyum tipis terlukis di bibir Amber, untuk pertama kali dalam hidupnya, dia merasakan kebahagiaan. Anak laki-laki yang dia cintai sudah tumbuh menjadi seorang pria tampan dan sebentar lagi akan menjadi suaminya. Dia sangat berharap Christhoper akan mengenalinya dan mereka akan kembali saling menjaga. Namun kebahagian Amber sirna ketika mendengar jawaban dingin dari pria di depannya. “Jika Papa sudah bersedia, apakah aku masih bisa menolaknya?” sindir Christhoper dengan nada yang jauh dari kata ramah. Mendengar nada terpaksa dari pria itu membuat Amber langsung tertunduk dengan kepercayaan diri yang runtuh. Christhoper tidak mengenalinya, bahkan dia yakin jika pria itu tidak setuju dengan pernikahan mereka. Jawaban Christhoper membuat suasana dua keluarga tersebut menjadi tegang. Semua terdiam, tapi Frank segera mengalihkan keadaan. “Kenapa jadi tegang begini? Christhoper suka bercanda, tentu saja dia sudah tidak sabar menikah dengan Amber. Amber juga setuju untuk menikah dengan Christhoper bukan?” tanya Fank sambil menatap Amber, menuntut jawaban. Dengan mengangguk lemah, Amber mengiyakan, dia tidak mungkin menolak apa yang papa dan mamanya perintahkan meski tahu jika Christhoper tidak sepenuhnya setuju dengan pernikahan tersebut. Jackob menanggapi perkataan Frank dengan tawa senang. “Baiklah kalau begitu, bagaimana jika mereka menikah di akhir bulan ini?” usul Jackob. “Ide bagus, aku setuju dengan hal itu,” jawab Frank. Kedua keluarga itu kemudian melanjutkan acara dengan makan bersama, sedangkan Amber dan Christhoper hanya saling diam karena Christhoper tidak tahu cara berkomunikasi dengan Amber sedangkan Amber tidak memiliki kepercayaan diri untuk mengajak Christhoper berbicara dengan bahasa isyaratnya.Jantung Amber berdetak kencang, rasa cemas menghinggapi dirinya ketika sadar berada di ruangan sempit dengan beberapa orang yang tidak dikenal. Ketegangan terasa ketika lampu meredup dan pandangannya mulai tidak jelas. “Aku tidak boleh panik, aku tidak boleh panik,” rapal Amber dalam hati seperti sedang membaca sebuah mantra. Dia menghirup nafas panjang dan mengeluarkannya pelan-pelan, berusaha membuat dirinya merasa lebih tenang, melakukan apa yang diajarkan psikiaternya jika dirinya merasa cemas yang berlebihan dan tampaknya apa yang dia lakukan berhasil. Ketika dokter memeriksa detak jantungnya, keadaannya sudah normal kembali. Seorang perawat memiringkan tubuhnya lalu menyuntikkan sesuatu. Tidak lama kemudian, matanya menjadi berat dan mengantuk. Tak lama kemudian, dia merasa sangat tenang dan tidak mengingat apa pun lagi. “Tuan, Nona Amber sedang menjalani operasi pita suara hari ini. Apakah Anda akan datang ke rumah sakit,” kata seorang pria yang berdiri di depan Christhoper
Tubuh Delia merosot ke lantai ketika sadar jika dirinya tidak mempunyai harapan lagi. Dia menangis terisak di sana dan memutar otak harus pergi ke mana. Tanpa uang atau pun ponsel yang bisa digunakan. Jalan satu-satunya yang terpikirkan olehnya adalah pergi ke rumah Glen. Delia terpaksa berjalan kaki ke rumah Glen, padahal tempat tinggal pria itu cukup jauh dari apartemennya. Hari telah larut malam dan jalanan cukup sepi, bahkan taksi sudah jarang yang lewat. Beberapa kali dia mencoba menghentikan mobil yang lewat tapi tidak ada satu pun yang bersedia memberikan tumpangan. Dengan keadaan lelah, Delia sampai di depan rumah Glen. Dia menggedor pintu rumah pria itu, tapi tidak ada yang membukanya. Dia berteriak sampai tenggorokannya sakit, tapi tetap saja Glen tidak membukakan pintu. Mencoba mencari jalan lain, dia memutari rumah Glen untuk mengetuk pintu samping rumah tersebut, tapi betapa terkejut dirinya ketika dari kaca jendela kamar Glen, dia melihat Glen sedang bercinta dengan s
“Saya sudah menyelidiki tentang kecelakaan yang Delia alami. Memang benar tidak ada keterkaitan Tuan Jackob, tapi bukti yang saya dapatkan malah membawa saya pada kenyataan jika kecelakaan itu disengaja oleh Delia sendiri,” ujar detektif menjelaskan lebih rinci terkait kecelakaan yang Delia alami. Denyut menyakitkan di dada Christhoper kini merambat ke kepala ketika kejahatan Delia kembali terkuak. Tidak tahan dengan rasa sakit itu, Christhoper mengusir orang suruhannya. “Keluar dari ruanganku sekarang juga dan tinggalkan semua informasi yang telah kamu peroleh di mejaku,” perintah Christhoper. Orang itu mengangguk, lalu menaruh semua dokumen yang dia bawa ke hadapan Christhoper, lalu pergi keluar. Setelah orang suruhannya pergi, Christhoper langsung merosot dari kursi yang didudukinya. Dengan tangan gemetar dia membuka satu persatu laci meja, mencari obat yang akhir-akhir ini dia konsumsi. Jika Christhoper tidak meminum obat itu, dia akan dihantui teriakan minta tolong Amber d
“Amber mengalami pendarahan dan hampir kehilangan nyawa. Malam itu Amber meminta bantuanku. Ketika aku sampai ke rumahmu dan membuka kamarnya, aku terkejut melihat Amber sedang kesakitan dan terduduk di atas kenangan darahnya sendiri di lantai. Keadaannya sangat menyedihkan. Dia harus merangkak ke lantai untuk mengambil ponsel yang kamu buang bersama tasnya. Dia ingin menjerit meminta bantuan, tapi tidak bisa. Bayangkan bagaimana perjuangan Amber meminta bantuan agar dia tetap hidup?” Nafas Aaron seperti banteng yang sedang marah ketika mengatakan semua itu di depan muka Christhoper. “Seandainya saja setelah kamu melakukan kesalahan, kamu bertanggung jawab atas kesalahanmu itu, Amber tidak akan sampai merangkak menahan sakit sendirian. Terlambat sebentar saja, Amber tidak akan selamat. Sampai di rumah sakit dia sudah tidak sadarkan diri dan harus mendapatkan transfusi darah berkantong-kantong. Di mana dirimu saat itu? Bersenang-senang di apartemen Delia. Kalian berdua memang sama-s
Amber sedang sibuk dengan tamannya ketika seorang pelayan membawakan ponsel miliknya yang berdering. “Nona, ada telepon untuk Anda?” ujar pelayan tersebut. Amber mengangguk mendengarnya, lalu pengambil ponsel dari tangan pelayan itu. Bibir Amber tersenyum melihat nama Aaron di layar ponsel. Dia dengan cepat menerima panggilan tersebut dan langsung mendengar suara Aaron yang bisa membuatnya terhibur. “Aku yakin kamu akan mengetuk layarnya satu kali karena kamu dalam keadaan baik-baik saja. Apalagi sekarang kamu sudah menjadi Tuan Putri dengan pengamanan yang ketat,” kata Aaron. “Ya, aku baik-baik saja dan aku bahagia sekarang,” jawab Amber menggunakan alat bantunya. “Kamu sudah bisa berbicara?!” teriak Aaron terkejut. Amber tersenyum merespon teriakan Aaron, meski tahu jika pria itu tidak bisa melihat dirinya tersenyum. “Masih dalam mimpi, tapi saat ini aku sedang dalam proses pengobatan dan masih harus bolak-balik ke psikiater untuk menyembuhkan traumaku,” jawab Amber. “Lalu su
“Dia memang benar ibu kandungku dan aku telah melihat semua buktinya bahkan bukti DNA kami. Aku datang tidak untuk mengejek Papa,” jawab Amber menggunakan suara dari alat bantu yang dia miliki. “Jika kamu tidak ingin mengejekku, lalu apa tujuanmu ke sini?” tanya Jackob. “Aku hanya ingin tahu hati Papa dan Mama yang sebenarnya padaku saat kalian mengadopsiku. Apakah kalian benar-benar menyayangiku? Terlepas dengan sikap kalian yang kadang menyakiti dan merendahkanku. Aku bisa menganggapnya sebagai kekesalan dan kekecewaan orang tua pada putrinya karena tumbuh tidak seperti yang diharapkan.” Amber meminta penjelasan Papanya. “Aku tidak pernah mengharapkanmu hadir di keluargaku. Mamamu yang memaksa agar kami mengadopsi seorang anak karena dia malu pada teman-teman yang semuanya sudah mempunyai anak tapi kami belum. Awal kami melihatmu di panti asuhan, kamu terlihat begitu menggemaskan. Aku dan Mamamu merawatmu dengan baik dan semua berjalan lancar. Semuanya berubah ketika terjadi pen
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments