Audry tidak pernah bahagia menikah dengan Jeff. Lelaki itu kasar dan sangat kejam serta sering melakukan kekerasan fisik dan verbal pada Audry. Suatu malam Audry yang berada di bawah pengaruh alkohol masuk ke kamar yang salah lalu tidur dengan Dypta. Dypta mengira Audry adalah wanita panggilan yang disewanya. Saat bangun keesokan pagi Audry terkejut ketika mengetahui bahwa pria yang tidur dengannya adalah keponakan suaminya. IG Author: zizarageoveldy
Lihat lebih banyakLaki-laki itu bergerak kencang di atas perempuan yang terperangkap di bawah tubuhnya. Irama napasnya terdengar memburu bersama gairah yang membakarnya. Sedangkan perempuan di bawahnya tampak tertekan oleh gerakan beringas laki-laki itu.
“Pi, bisa pelan sedikit?” pinta Audry—perempuan itu. Ia meringis menahan sakit. Cara Jeff—suaminya, mencumbui, membuatnya tidak nyaman. Alih-alih akan memenuhi permintaan istrinya, Jeff malah marah. Ia tidak suka diinterupsi, diprotes, disela, atau apa pun namanya. Itu hanya akan membuat suasana hatinya jadi memburuk. “Apa aku menyuruhmu bicara? Sudah berapa kali kukatakan kamu tidak berhak untuk membantah apa pun yang kulakukan. Kamu tinggal ikuti dan nikmati!” sergahnya keras sambil menjambak rambut Audry. “Pi, sakit … tolong awaskan tanganmu.” Audry meringis lagi. Jambakan keras Jeff di kepalanya membuatnya kesakitan. Ini bukanlah untuk yang pertama. Jeff tidak segan-segan mengasarinya setiap kali ada hal yang tidak berkenan di hatinya. Termasuk saat mereka sedang bercinta. “Aku ingatkan sekali lagi, jangan pernah membantahku.” Jeff lantas melepaskan tangannya dari kepala Audry setelah perempuan itu memohon berkali-kali padanya. Pria itu kembali bergerak terburu-buru seperti tadi tanpa peduli pada perasaan wanitanya. Hingga kemudian tubuhnya menegang sempurna ketika mencapai pelepasannya. Detik berikutnya laki-laki itu menarik diri dan menggulingkan tubuhnya ke samping. Hanya sesaat, ia kemudian bangkit dan memberi perintah. “Sekarang bangun dan pakai pakaianmu. Kita harus segera ke ballroom.” Meski badan dan kepalanya terasa sakit, Audry mematuhi semua yang dikatakan Jeff. Ia cepat berpakaian sebelum Jeff memarahinya. Jeff menggandeng Audry dengan mesra memasuki ballroom tempat pesta diadakan. Malam itu mereka menghadiri sebuah pesta kaum old money yang diadakan di ballroom sebuah hotel ternama. Pria itu menebar senyum pada siapa saja yang ditemuinya dan merangkul Audry lebih erat. Ia ingin menunjukkan bahwa kehidupan pernikahannya begitu harmonis. Tidak ada yang tahu jika Audry tidak pernah bahagia menikah dengan laki-laki yang berumur tujuh belas tahun lebih tua darinya itu. Saat itu Audry masih berumur dua puluh dua tahun. Ia terpaksa menikah dengan Jeff lantaran orang tuanya tidak sanggup membayar hutang yang banyak pada keluarga Clayton, nama keluarga Jeff. Keluarga Clayton akan mengambil rumah orang tua Audry yang nilainya tidak seberapa dengan hutang tersebut. Mereka pun terancam akan kehilangan tempat tinggal. Keluarga Clayton yang kaya-raya akhirnya bersedia menganggap hutang tersebut lunas dengan syarat Audry harus menikah dengan Jeff, satu-satunya anak laki-laki di keluarga tersebut. Namun sesungguhnya, orang tua Jeff dan para saudaranya tidak pernah suka pada Audry. Mereka juga kerap bersikap kasar dan memperlakukan perempuan itu dengan buruk. Peggi—mertua perempuan Audry, menatapnya dengan sinis saat melihat Audry muncul. “Selamat malam, Ma, maaf aku agak terlambat.” Audry menyapa mertuanya dengan ramah. Bukannya mendapat sambutan hangat ia justru dikasari. “Jadi kamu juga di sini? Siapa yang menyuruhmu datang?” “Jeff yang mengajakku, Ma. Aku tidak mungkin tidak ikut.” ”Apa menurutmu pantas hadir di sini?” Peggi memindai Audry dari atas kepala hingga ujung kaki dengan tatapan penuh penghinaan. “Yang datang ke pesta ini hanya para bangsawan, bukan orang kampung sepertimu.” Estelle—kakak iparnya, ikut-ikutan menghina Audry. “Lihat saja pakaianmu, gaun itu pasti malu melekat di tubuhmu.” ”Tapi gaun ini pilihan Jeff, Kak. Lagi pula ini bukan gaun murah.” ”Aku tahu gaun itu mahal, tapi kamu yang murah. Kamu tidak pantas memakainya. Mau pakai baju semahal apa pun tapi asalmu tetap dari kampung!” Estelle mencebik merendahkan Audry. Lalu perempuan itu dan ibunya pergi setelah meninggalkan tatapan sinis. Audry terdiam di tempatnya berdiri. Sementara Estelle dan Peggi berlalu pergi dari hadapannya, bergabung dengan tamu lainnya yang merayakan pesta. Audry gagal menahan air mata. Penghinaan mertua dan kakak iparnya membuat perempuan itu sedih dan merasa terhina. Bukan hanya hari ini, tapi hampir di setiap kesempatan ia mendapat hinaan dari keluarga suaminya. Di saat orang-orang tengah berpesta, Audry duduk sendiri. Ia menenggak bergelas-gelas minuman. Perempuan itu melampiaskan segalanya karena hanya itu yang bisa dilakukannya. Ia tidak punya tempat untuk mengadu. Dalam keadaan setengah sadar ia mendapat pesan dari suaminya melalui ponsel untuk mengambil dompet di kamar. Audry melangkah dengan sempoyongan. Kepalanya terasa pengar. Pandangannya pun mulai nanar. Audry terus memegang kepalanya. Ia merasa tidak kuat lagi. Tapi perempuan itu bertekad harus berhasil sampai di kamar atau Jeff akan marah dan mengasarinya lagi. Pintu kamar terbuka. Audry yang mabuk berat tidak tahu kalau ia memasuki kamar yang salah. Ada seorang pria di sana. Pria itu juga sedang mabuk. Ia tersenyum saat melihat Audry datang. Ia pikir Audry adalah partner one night stand-nya. Untuk sesaat, Dypta—nama pria itu, terkesima. Semua jauh di atas ekspektasinya. Audry sangat cantik dan seksi dengan gaun malam berbelahan dada rendah. Sementara rambutnya yang panjang ditata dengan gaya messy bun, yang membuat leher jenjang perempuan itu terekspos dengan jelas. ‘Kenapa Jeff ada di sini? Bukankah tadi dia menyuruhku ke kamar untuk mengambil dompet?’ Audry bertanya-tanya sendiri di dalam hati. Ia pikir Dypta adalah Jeff. ”Kamu kenapa di sini?” Audry menyuarakan keheranan di hatinya. “Karena aku sedang menunggumu.” Pria itu tersenyum seduktif padanya. “Tapi tadi kamu kan-” “Ssst, jangan banyak bicara.” Dypta menempelkan telunjuk ke bibir Audry, memintanya untuk diam. Laki-laki itu kemudian menatapnya dengan mesra, sedangkan bibirnya menyunggingkan senyum lembut. Audry terpana. Ia tidak pernah melihat Jeff menatapnya semesra ini. Suaminya sangat keras dan bukanlah tipe pria yang romantis. Laki-laki itu lalu mengecupnya. Kecupan yang lembut, hangat dan berirama. Kecupan singkat yang kemudian menjelma menjadi kecupan yang dalam dan bergelora. Audry masih menganggap laki-laki itu sebagai suaminya. Meskipun terheran-heran atas cara Jeff yang berubah drastis men-treatment-nya. Laki-laki itu menuntun Audry ke ranjang. Membaringkannya dengan lembut dan perlahan, seakan Audry adalah barang berharga yang akan rusak jika diperlakukan dengan keras sedikit saja. Laki-laki itu mulai menjamahnya … Tidak ada gerakan kasar dan cercaan yang keluar dari mulutnya. Dia melakukannya dengan lembut. Matanya yang teduh tiada henti menatap Audry dengan mesra. Sesekali dia berhenti hanya untuk mengecup kening Audry dan menanyakan apa dia menyakiti perempuan itu. Audry menggelengkan kepalanya. Tidak. Pria itu tidak menyakitinya. Ia merasa bahagia malam ini. Selama bertahun-tahun menikah dengan Jeff, baru kali ini Audry bisa menikmati saat laki-laki itu mencumbuinya. Desahan halus mencuri keluar dari mulut Audry ketika laki-laki itu meledak di dalamnya, lalu merebahkan kepala di dada perempuan itu. Tidak ada sentakan kasar saat dia menarik diri. Laki-laki itu melakukannya dengan perlahan. “Terima kasih untuk malam yang indah ini,” bisiknya. Lalu mengakhiri romansa mereka dengan mengecup lembut kening Audry. Audry tersenyum bahagia untuk pertama kalinya. Kemudian mengunci dirinya dalam pelukan hangat laki-laki itu. ***Rogen melangkah pelan setelah Davina menggandengnya. Anak-anak terkadang menempatkan orang dewasa dalam posisi yang tidak mudah.Athaya langsung bangun dari berbaring dan menyandarkan punggung ke headboard begitu Rogen ikut duduk di ranjang.“Istirahat aja, Ay, kamu pasti capek.” Rogen menyuruh Athaya kembali berbaring.Athaya tersenyum samar. Ia merasa canggung untuk berbaring di ranjang itu sedangkan ada Rogen di dekatnya.“Bunda kenapa bangun? Kita tidur sama-sama yuk! Papa juga.” Davina memandang Athaya dan Rogen bergantian.Rogen terpaksa menganggukkan kepala dan memberi Athaya isyarat dengan matanya agar menuruti kemauan Davina. Jadilah mereka berbaring bertiga. Rogen dan Athaya berada di sisi kanan dan kiri memagari Davina di tengah-tengah mereka.Davina tersenyum bahagia dan memandang kedua orang tuanya yang membelai kepalanya bergantian. Ini adalah pertama kalinya Davina tidur bertiga dengan Rogen dan Athaya.“Kenapa Papa dan Bunda tinggalnya pisah-pisah? Kenapa Bunda nggak ti
Rogen dan Belva duduk dengan tegang di kursi pasien di ruangan Gatra. Mereka sedang menanti hasil pemeriksaan kesehatan. Ini adalah pemeriksaan kesekian yang mereka lakukan.“Kalian berdua sehat, nggak ada masalah apa-apa.” Entah untuk keberapa kali Gatra mengatakan hal yang sama.“Kalau memang begitu kenapa Belva masih belum hamil, Bang?” tukas Rogen.Gatra mengerti bagaimana perasaan adik ipar dan istrinya. Dan sebagai orang yang dekat dengan mereka ia juga tidak pernah henti menyemangati.“Abang ngerti perasaan kalian, tapi ini hanya masalah waktu, Dek. Percaya sama Abang, kalau sudah waktunya Tuhan pasti kasih.”Belva yang sejak tadi diam terpaku di sebelah Gatra hanya tersenyum getir. Sudah hampir empat tahun menikah namun Tuhan belum mempercayakan seorang anak pun dititipkan ke dalam rahimnya. Sementara orang-orang di sekelilingnya saat ini sedang mengandung. Mulai dari Tania hingga Athaya. Saat ini Tania sedang mengandung anak keempat,
“Davina! Sini, Sayang, ada papa tuh!”“Yeay … Papa datang!!!” Bidadari cilik itu berlari kecil ke depan rumah saat mendengar suara Audry yang berseru memberitahunya.Rogen baru saja turun dari mobil. Segala rasa lelahnya sirna seketika ketika melihat wajah Davina, putri kecilnya. Rogen langsung mengangkat Davina dan menggendong anak itu.Tanpa terasa, tiga setengah tahun sudah berlalu. Davina kini tumbuh menjadi anak yang manis, tidak banyak tingkah dan menggemaskan.“Udah makan, Sayang?” “Udah, Pa.”“Beneran? bohong ah!” Rogen tidak percaya. Davina memang paling susah jika disuruh makan nasi.“Cium aja kalau Papa nggak percaya, pasti ada bau ayam goreng. ” Davina menyodorkan pipinya.Rogen tertawa lalu mengecup gemas pipi chubby sang putri. “Oh iya, bau ayam goreng. Iya deh, Papa percaya.”Davina tertawa sambil membelai dagu belah Rogen. Davina sangat suka melakukannya. Biasanya sebelum tidur ia akan mengelus-elus belahan di dagu Rogen hingga akhirnya ketiduran.“Tadi Davina ngapain
Athaya mengerutkan dahi. Suara itu terdengar sangat jelas dan dekat. Suara yang sudah familier dengannya tapi sudah lama tidak didengarnya.Nggak mungkin, pikir Athaya. Pasti ini hanya halusinasinya saja. Mana mungkin Rogen ada di sini. Saat ini Rogen pasti sedang bahagia-bahagianya dengan Belva menikmati masa-masa indah pengantin baru.Athaya memejamkan mata dan mencoba untuk fokus pada dirinya sendiri sambil menahan kontraksi yang hilang timbul. Ia menepis semua pikiran dan bayangan-bayangan lain yang melintas di kepalanya.“Sombong lo ya, jauh-jauh gue datang ke sini tapi dicuekin.”Suara itu membuat Athaya terkesiap. Ini nyata dan bukan halusinasinya. Tapi masa Rogen ada di sini?Sambil menahan rasa penasaran Athaya memutar tubuhnya dengan perlahan. Tepat di saat itu ia mendapati seseorang sudah berada di belakangnya, duduk di sisi ranjang.“Adek …” Athaya menggumam tidak percaya. Rogen benar-benar ada di sana. Di dekatnya, di tempat yang sama dengannya. Dan ini bukan mimpi.Roge
Enam bulan kemudian …Setelah kejadian malam itu, hidup Athaya berubah. Pelan-pelan ia mulai menepis Rogen dari hatinya dan membiarkan Kenzi yang mengisi. Athaya menyadari, tidak akan adil untuk Kenzi jika ia masih saja dibayang-bayangi Rogen. Mungkin Athaya harus berterima kasih pada Nora yang telah memilihkan Kenzi untuknya. Kenzi memang tidak sempurna, tapi dia adalah suami yang ideal untuk Athaya. Kenzi membuktikan kata-katanya. Dia menerima keadaan Athaya apa adanya. Dia juga tidak pernah mengungkit-ungkit kejadian itu. Malah Kenzi sangat perhatian pada kehamilan Athaya.“Ay, Rogen jadi menikah hari ini?” tanya Kenzi pagi itu sebelum berangkat ke kantor.“Jadi, Mas,” jawab Athaya.Tempo hari Belva mengabarinya dan bertanya apa Athaya bisa datang. Tapi Athaya menolak dengan alasan kandungannya sudah semakin besar dan hanya menunggu due date. Athaya sama sekali tidak mengungkit kejadian malam itu. Ia tidak ingin menyalahkan Belva. Yan
“Saya minta penjelasan dari kamu sekarang. Saya harus tahu semuanya. Karena apa? Karena saya adalah suami kamu. Saya pendamping hidup kamu. Dan terutama saya adalah orang yang bertanggung jawab atas hidup kamu setelah kita resmi menikah, bukan orang tua kamu. Jadi saya minta kamu untuk bicara sejujur mungkin."Suara dingin bernada tegas itu betul-betul membuat Athaya tidak berdaya. Satu-satunya yang harus ia lakukan adalah mengatakan segalanya pada Kenzi.“Pertama, saya mau minta maaf udah bikin Mas kecewa,” ucap Athaya pelan. “Saya memang salah karena nggak bilang semua ini dari awal. Saya nggak akan membela diri. Dan …” Athaya menggantung kalimatnya sembari mengamati ekspresi Kenzi.Lelaki itu masih seperti tadi. Menyorot Athaya dengan tatapannya yang datar dan penuh rasa kecewa.“Dan saat ini saya juga sedang hamil.” Athaya melanjutkan perkataannya dengan suara yang jauh lebih lirih.“HAMIL?” Kali ini Kenzi tidak mampu menyembunyikan r
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen