Share

Kota Impian

Author: Tri Ani
last update Last Updated: 2022-02-04 03:24:00

Setelah menemui Indah, Kiandra pun memutusakan untuk tidak langsung pulang. Ia terus berkeliling mencari kerja, ternyata benar jika hanya lulusan SMA saja pasti sangat sulit untuk mencari kerja. 

Banyak alasannya, mulai dari pengurangan karyawan, ada yang emang carinya yang sudah S1, bahkan Hany pegawai toko saja minta yang S1 jurusan ekonomi, 

"Memang kalau anak SMA nggak bisa ngitung apa?" gerutu Kiandra, kakinya sudah sangat capek mengayuh sepeda tapi tetap saja tidak ada hasilnya. Entah sumpah serapah apa yang ia ucapkan sepanjang jalan, lapar dan capek. Uang di dompetnya hanya tinggal lima belas ribu saja saya kalau buat beli makanan.

Sudah sore, dia harus segera pulang sebelum ibunya marah-marah padanya. Kiandra pun kembali mengayuh sepedanya dengan sisa tenaganya. Ingin rasanya segera sampai di rumah dan makan, tapi bayangan seperti itu tidak pernah terlaksana, mana bisa makan kalau belum menyelesaikan pekerjaan rumah di sore hari.

Ia segera memarkirkan sepedanya di samping rumah, bahkan walaupun tidak di masukkan ke dalam rumah tidak ada orang yang mau mengambil sepedanya saking jeleknya sepeda. Seperti biasa, ibunya sudah menunggui di depan pintu. 

'Ibu kayaknya tersenyum deh' batin Kiandra, tidak seperti biasanya. Biasanya baru di pagar rumah saja suara ibunya sudah menggelegar.

"Maaf Bu, Kia pulangnya kesorean soalnya cari kerja! Tapi maag Bisa belum dapat kerja!"

"Justru ibu nunggu kamu di sini mau kasih tahu kamu kalau pak Adi baru saja mengatakan kalau di kota ada pekerjaan sebagai art, kamu ke sana ya!"

"Tapi bu_!"

"Sudah jangan tapi-tapi, cepatlah ke rumah pak Adi, kasihan dia menunggu lama!" Bu Rusmi mendorong tubuh Bianka agar berbalik dan secepatnya menuju rumah pak Adi 

"Baiklah Bu!" walaupun sangat capek dan lapar tapi dia benar-benar tidak bisa membantah ibu tirinya itu. Setiap kali Kiandra mencoba membantah, Bu Rusmi selalu mengungkit-ungkit bahwa dia yang sudah membesarkan Kiandra, menyusui dan merawatkan hingga tumbuh besar. Dan saat kata-kata itu keluar Kiandra benar-benar tidak suka.

Rumah pak Adi tidak terlalu jauh , jadi dia tidak perlu memakai sepedanya. Ia cukup dengan jalan kaki saja. Sebenarnya sudah beberapa kali perutnya protes tapi mau bagaimana lagi bahkan ibunya tidak mengijinkannya masuk rumah sebelum menemui pak Adi.

Akhirnya setelah melewati sekitar sepuluh rumah, langkah Kiandra terhenti di depan rumah minimalis yang baru saja di bangun dengan warna cat orange bepadu dengan warna kuning.

Tampak di halamannya ada seorang wanita sedang menyapu halaman, itu adalah istri pak Adi.

"Selamat sore Tante!" wanita itu pun menoleh pada Kiandra. Setelah melihat siapa yang datang, wanita itu tersenyum dan meletakkan sapunya. Ia pun bergegas menghampiri kiandra.

"Masuk Kia!" tangannya segera meraih pagar yang hanya sebatas pinggang itu hingga terbuka.

Kiandra pun mengikuti langkah wanita itu, "Duduklah!"

"Terimakasih Tante, tapi pak Adi nya ada kan Tante?"

"Ada di dalam, tunggu sebentar ya!" setelah memastikan Kiandra duduk, wanita itu pun segera masuk ke dalam. Tidak berapa lama ia kembali keluar dengan seorang pria yang sama dengan yang tadi malam berkunjung ke rumahnya.

"Kia!"

Pak Adi pun duduk di bangku kosong yang ada di depan Kiandra dengan hanya bersekat satu meja kecil berbentuk lingkaran dengan bunga kaktus kecil di atas meja.

"Kata ibu, pak Adi ada pekerjaan ya buat Kia di kota?"

"Iya, sebenarnya art! Kamu nggak pa pa kerja jadi art?" pak Adi sepertiny juga sedikit ragu. Kiandra terkenal berprestasi, sudah pasti banyak universitas yang siap menerimanya.

"Nggak pa pa pak, masalah gajinya bagaimana?" Kia tidak mau kalau sampai sudah jauh-jauh ke kota dan ternyata gajinya tidak seberapa dan tidak cukup untuk menghidupi keluarganya.

"Jangan khawatir kalau masalah gaji, ini orangnya siap menggaji besar bahkan lima kali lipat dari gaji art biasanya! Tapi syaratnya cukup berat!"

"Syarat? Apa pak?"

"Kamu harus bisa memenuhi semua kebutuhannya, maksudnya melayaninya dari bangun tidur sampai tidur lagi termasuk menyiapkan baju dari atas hingga ke bawah, sarapan, makan malam, dua puluh empat jam, dan jangan pernah melakukan kesalahan!"

'Seperti raja saja' batin Kiandra.

"Dia memang seperti seorang raja, ucapannya adalah perintah!" Pak Adi menjelaskan seperti dia tahu apa yang sedang di pikirkan oleh Kiandra, "Tapi gajinya lumayan besar loh Kia, coba bayangin aja kalau art biasanya gajinya 1,5 juta, kalau lima kali lipatnya sudah 7,5 juta loh, lumayanlah bisa buat hidup keluargamu satu bulan!"

'Benar juga, dan lagi kalau aku ke kota aku bisa sedikit bebas dari Salsa dan ibu!' batin Kiandra lagi. ia sudah membayangkan bisa hidup bebas nantinya.

"Baiklah pak Adi, saya setuju! Saya mau ikut ke kota bersama bapak!"

"Sebenarnya saya harus berangkat malam ini, tapi kalau kamu keberatan atau belum siap, saya bisa menundanya sampai besok pagi, bagaimana?"

"Malam ini juga tidak pa pa pak!"

"Kamu yakin?"

"Iya pak, kalau begitu saya permisi untuk siap-siap dulu!"

Setelah berpamitan, Kiandra pun bergegas pulang dan bersiap-siap. Bayangan bisa hidup bebas membuat rasa laparnya hilang sekatika. 

Ia sedang sibuk di kamar mengemas beberapa baju yang akan di bawanya saat Bu Rusmi menemuinya.

"Berangkat sekarang?"

"Iya Bu!"

"Jangan lupa nanti kalau kamu sudah gajian, gaji kamu langsung di kirim ke rekening ini saja!" Bu Rusmi menyodorkan secarik kertas berisi beberapa dikit angka.

"Ini rekening siapa Bu?"

"Rekening ibu, bapak kamu butuh beli obat, jadi kalau sudah punya uang langsung di kirim jangan boros-boros di sama, kalau bisa di kirim semua saja biar nanti ibu yang simpankan sisanya!"

"Kiandra berangkat saja belum Bu, ibu sudah membicarakan soal gaji!"

"Ya kalau ibu nggak bicara sekarang, takutnya kamu nanti pas sudah pegang uang banyak jadi lupa sama bapak dan ibu, Salsa juga butuh banyak uang untuk kuliahnya!"

'Salsa lagi, Salsa lagi, kapan ibu mau mikirin aku' batin Kiandra. Ia tidak pernah bisa mengutarakan isi hatinya. Percuma walaupun dia ngotot seperti apa, ibunya akan tetap sama. Wanita itu hanya ibu bagi Salsa tapi tidak untuk Kiandra.

"Iya Bu!" hanya kata singkat untuk menjawab semua ucapan sang ibu.

Setelah selesai mengemas barangnya, sebenarnya yang ia bawa hanya sedikit. Hanya satu tas ransel berukuran sedang. ia pun menemui bapaknya, pak Tato tidak bisa ke mana-mana tanpa tongkat.

"Kia malam ini mah berangkat ke kota pak, bapak doakan Kia ya agar bisa berhasil!"

"Pasti, bapak selalu doakan kamu, kamu juga harus bisa jaga diri, jangan berbuat yang aneh-aneh di sana!"

"Iya pak!"

Setelah selesai berpamitan dengan pak Tato, Kia pun bersiap untuk ke rumah pak Adi. Ia merasa tidak enak kalau sampai pak Adi yang menjemputnya. Di depan rumah ia kembali berpapasan dengan Salsa yang baru saja pulang.

"Mau ke mana bawa-bawa tas ransel segala, mau minggat ya Lo?" Salsa terdengar menyelidik.

"Aku mau ke kota!"

"Baguslah kalau sudah dapat kerja, kerja yang rajin. Jangan lupa kirim uang ke rumah yang banyak!"

Kali ini Kiandra begitu malas menangapi ucapan Salsa, ia tidak mau membuat mood nya menjadi buruk gara-gara bertengkar dengan saudarinya. Ia memilih berlalu begitu saja meninggalkan Salsa dan berjalan menuju ke rumah pak Adi.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kepentok Cinta Mas Bian   Kalap

    AuthorKarena rasa bersalahnya pada Kiandra, Bian pun akhirnya keluar dari kamarnya. ia bergegas untuk mencari Kiandara. gadis itu masih begitu polos hingga membuat Bian begitu khawatir.Hingga langkahnya terhenti di depan sebuah perapian, betapa terkejutnya dia saat mendapati gadis itu sedang tidur dan di sampinya di temani seorang pria yang ia kenal siapa pria itu."Kenan!"Bian pun segera mendekat dan membangunkan Kiandar, saat kIandara hendak mengeluarkan suara, Bian segera membuangk mulutnya. dengan perlahan Bian menarik tanga nya dan membawanya pergi dari tempat itu."mas, mau kemana? Biar aku tidur di sana saja!""Maksudnya sama pria itu?""Pak Kenan hanya menemaniku saja, dia baik kok mas, dia ngasih selimut sama kkkia!""kamu itu begitu polos hingga tidak tah kalau kamu sedang di manfaatkan!""La

  • Kepentok Cinta Mas Bian   Gairah ku memuncak

    Aku tahu Kia adalah gadis yang masih polos, walaupun aku sering menyebutnya anak kecil tapi berdasar KTP yang aku ketahui ternyata usianya sudah sembilan belas tahun. dia bukan akan kecil seperti yang aku bayangkan selama ini.Aku mengajak Kia ke taman, tujuanku adalah untuk mengurangi rasa kesalku karena Tere dan pria itu.Hal yang paling lucu yang bisa aku dengar dari gadis polos seperti Kia adalah dia baru pertama kali ciuman.Aku menertawakannya dan saat ia lengah segera ku tarik tubuhnya dan ku cium bibirnya, sebenarnya aku hanya sedang memanfaatkannya saja agar aku puas dan melampiaskan pada kiandra. Jahatnya ku, begitulah aku."Sekarang aku tidak punya hutang lagi kan karena tadi sudah menciummu?" Tanyaku dan Kia begitu polos, ia memegangi bibirnya setelah aku usap dengan tanganku.Kia mengangguk, aku tahu dengan pesonaku bahkan siapapun akan jatuh cinta deng

  • Kepentok Cinta Mas Bian   Kata terkasarku

    "Kia!"Panggilku setelah pintu ku buka, terlihat Kia sedang sibuk merapikan seprei. Dia menoleh padaku, seperti biasa tersenyum seolah tidak ada beban.Jika aku pikir-pikir dia adalah asisten yang terlama yang aku miliki selain Leo tentunya."Temani aku makan malam!""Makan malam?""Iya, pakai saja ini!" aku segera melempar paper bag itu, paper bag yang menorehkan luka di hatiku."Ini apa lagi mas?""Itu sebenarnya mau aku kasih sama Tere, tapi dia malam milih sama Kenan!" mungkin Kia tidak peduli dengan alasannya, tapi tetap saja aku ingin cerita padanya. Melihat wajah polosnya sedikit mengobati luka hatiku.Ahhhh ini tidak bisa di biarkan, bisa-bisanya aku menganggap Kia istimewa."Aku tunggu lima belas menit, selesai nggak selesai keluar!"Aku memilih segera keluar, tidak baik hati

  • Kepentok Cinta Mas Bian   Memilih Dia

    Seharusnya jarak kursi itu tadi lebih jauh tapi karena Tere menggeser kursinya jadi terlihat lebih dekat dan sekarang aku yang berada paling jauh.Aku tertarik dengan paper bag yang di bawa pria itu, ukurannya sama dengan yang aku bawa saat ini, atau mungkin jauh lebih besar miliknya."Sebenarnya aku tadi cari kamu di kamar, tapi kamunya nggak ada, ternyata di sini!"Okey, sekarang aku tahu. Bukan aku dan hanya Tere yang di cari. Aku tetap memilih diam dan melihat apa yang akan terjadi selanjutnya, untuk apa pria itu mencari Tere."Ada apa mas?" Tere begitu manis padanya, sebenarnya dia kekasih siapa? Atau dia pernah tidur juga dengan pria itu? Ahhhh kenapa pikiranku jadi buruk sekali."Sebenarnya aku mau ngajak kamu datang ke pesta nanti malam, kamu mau kan jadi pasangan aku?"DegDia melakukan hal yang sama padaku. Tapi aku kembali opti

  • Kepentok Cinta Mas Bian   Pria yang hangat

    Aku tetap tidak ingin terlibat obrolan dengan mereka hingga mata pak Kenan mengarah padaku, mungkin dia sedikit penasaran dengan seseorang yang duduk sendiri di depan perapian."Kamu?"Aku tersenyum, pak Kenan mendekat padaku. Ada rasa was-was, takut apa yang di katakan oleh mas Bian itu benar."Boleh aku ikut duduk?" tanyanya sebelum bergabung denganku.Aku pun segera menggeser dudukku agar memberi tempat pada pak Kenan."Silahkan pak!"Pak Kenan segera duduk di tempat kosong yang ada di sampingku, kami sama-sama menghadap perapian dengan duduk di karpet bulu dan kaki yang di tekuk, bedanya aku pakek selimut sedangkan pak Kenan pakek treneng tidur berwarna biru tua."Kamu kenapa di sini sendiri? Bian mana? Kayaknya kakak sepupumu itu sedikit posesif!""Tadi aku ke sini nggak bilang pak, sama mas Bian!""

  • Kepentok Cinta Mas Bian   Cowok labil

    Aku seakan ingin menghentikan waktu untuk saat ini saja, saat di mana hanya ada aku dan mas Bian saja.Mas Bian terus menarik tanganku walaupun sebenarnya aku enggan kembali, aku tahu setelah ini sudah pasti mas Bian akan pergi dengan yang lain atau dia akan memilih tidur di tempat lain seperti yang ia katakan tadi pagi.Hingga kami sampai juga di ujung lorong, ku lihat ada seseorang yang sedang duduk berjongkok di depan kamar kami, walaupun gelap tapi aku bisa melihat siapa wanita itu, dia mbak Tere.Mas Bian melambatkan langkahnya, sepertinya ia masih enggan untuk bertemu dengan wanita itu.Hingga jarak kami semakin dekat, wanita itu segera berdiri dan hampir berjalan menghampiri kami tapi segera ia urungkan saat melihat tangan kami yang saling bertaut."Bian!""Ada apa kamu ke sini?" mas Bian masih menampakkan wajah dinginnya.Srekkk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status