Share

05 - Panji Keris Bertuah

Laki-laki bernama Mergo itu adalah seorang pemimpin perampok gunung. Meski hidup sebagai perampok, di balik jubah lusuhnya itu dia adalah seorang pendekar gagah yang berkharisma, dan juga memiliki ambisi dan idealisme yang tinggi.

Sejak mendapatkan senjata iblis yang sudah lama dicari-carinya itu, dia langsung mengajak rekan-rekannya beralih profesi menjadi tentara bayaran. Meski lambat namun pasti, seiring waktu dia berhasil menaikan nama kelompoknya.

Diawali dengan ikut sertanya dia dan kelompoknya ke dalam peperangan antara dua kerajaan yang berdekatan. Tak ada satupun yang mengenal kelompok ini dan berada di posisi mana mereka berpihak. Namun keahlian mereka bertempur mengundang ketertarikan dari kedua kubu.

“Siapa mereka?” tanya salah seorang panglima perang yang mengamatinya dari kejauhan.

“Sabdo, segera cari tahu mengenai orang tersebut,” titahnya pada seorang ajudan.

Di sebuah warung makan, seorang utusan dari salah satu kubu yang berperang menghampiri Mergo. Dia langsung melempar sekantong koin emas dan menawarkan Mergo dan kelompoknya untuk ikut memperkuat pasukan mereka.

“Kami sudah melihat kemampuanmu. Kami akui kau seorang pemimpin handal berkharisma dalam memimpin kelompokmu, dan semua pendekar di kelompokmu sangat bisa diandalkan. Panglima kami menawarkan itu sebagai ganti keikutsertaan kalian mendukung kami di perang selanjutnya. Sekantung lagi akan diberikan setelah perang,” pesan prajurit utusan tersebut.

Mergo langsung menerimanya tanpa pikir panjang. Uang bukan jadi alasannya, dan kemana dia berpihak juga tak penting baginya. Dia tak peduli siapa yang menang, karena motif utamanya hanyalah untuk menaikkan reputasi kelompoknya, pasukan Panji Keris Bertuah.

Namun sebelum pergi, prajurit utusan itu berhenti di depan warung dan menoleh sesaat ke arah Mergo dan rekan-rekannya. Perhatiannya tertuju pada satu orang remaja yang masih begitu muda. Meski urusannya datang ke situ hanya menyampaikan pesan, namun sekarang dia pun mulai meragukan kelompok tersebut.

“Apa kau yakin membawa seorang bocah ingusan untuk berperang?” tanya prajurit utusan tersebut pada Mergo.

Mergo tersenyum, masih sibuk mencongkel sedikit daging ayam yang terselip di giginya.

“Kau nilai saja sendiri nanti di pertempuran,” jawabnya.

Sebelum pertempuran dimulai, prajurit yang sama memang mendapati anak muda tersebut ikut dalam pasukannya. Anak itu duduk dengan tenang di atas kudanya, dengan ekspresi dingin memegangi satu pedang yang ukurannya bisa dikatakan terlalu besar untuk anak seukurannya.

Namun apa yang terjadi selama pertempuran adalah cerita yang berbeda. Anak muda itu dengan dingin membantai pasukan-pasukan musuh begitu sadis. Wajahnya sudah bersimbah darah dari prajurit-prajurit yang dibantainya. Namun tak ada sedikitpun kenaifan dan tak sedikitpun perubahan muncul di ekspresi wajahnya.

Beberapa kali pertempuran terulang, pemandangan yang sama kembali terlukis di wajah pemuda tersebut. Ini sudah pertempuran keenam yang dijalaninya mempertahankan benteng yang sama. Seiring waktu berjalan, kemampuannya selalu terlihat berkembang.

Apa lagi musuh yang mereka hadapi saat ini datang dari kerajaan yang berbeda dari sebelumnya. Mereka adalah pasukan dari kerajaan Gamawuruh yang terkenal cukup rapi dalam menjalani strategi perangnya.

Tetap saja anak muda itu tak nampak kesulitan barang sekalipun. Dia tetap bisa terus-menerus membantai musuh tanpa ampun. Hal itu lantas menarik minat dari panglima yang memimpin pasukan yang mereka bela.

“Siapa pemuda itu?” tanya sang Panglima pada ajudannya.

“Aku dengar, rekan-rekannya memanggilnya Rangkahasa, salah satu orang kepercayaannya Mergo,” jelas ajudan tersebut.

Sang Panglima nampak mengusap-usap dagunya, sama sekali tidak menyembunyikan kekagumannya.

“Tidak salah saat itu kita menyewa Mergo dan pasukan Panji Keris Bertuah yang dipimpinnya. Pertama kali aku melihat mereka muncul, aku memang merasakan potensi yang besar dalam diri mereka. Terutama Mergo, ada kharisma kuat di dalam dirinya hingga bisa memimpin pasukan yang berisikan pendekar-pendekar hebat itu dengan sangat baik,” jelas Sang Panglima.

“Tak sekalipun hamba meragukan penilaian Sang Panglima,” ujar sang ajudan menyanjung keputusan pimpinan perang tersebut menyewa Mergo dan kelompok Panji Keris Bertuah.

“Tidak, tidak! Yang ingin aku katakan, seorang pemimpin berkharisma seperti dirinya perlu diwaspadai,” lanjut Sang Panglima sebelum memutar haluan kudanya meninggalkan area pertempuran.

“Ingat pesanku Sabdo, Orang sepertinya tidak akan puas hanya menjadi pemimpin pasukan bayaran,” tutup Sang Panglima menasehati ajudannya tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status