Share

06 - Mengintai Musuh

Sudah lebih dari satu minggu pertempuran di dekat Sungai Bhagawanta itu berlangsung. Pasukan musuh yang datang dari arah laut yang hendak menguasai Benteng Watukalis belum juga mampu merebutnya. Benteng Watukalis yang dipimpin oleh Panglima Adipati Labdajaya memang terkenal cukup kuat, karena menjadi titik penting untuk mempertahankan Kerajaan Cakradwipa dari arah selatan.

Namun musuh itu selalu kembali meski sudah berkali-kali berhasil dipukul mundur. Di pertempuran keenam setelah penyerangan pertama mereka, lagi-lagi mereka langsung mundur begitu melihat keadaan tidak berpihak. Padahal pasukan mereka masih cukup besar untuk melanjutkan pertempuran.

Prajurit-prajurit yang mempertahankan benteng bersorak gembira atas keberhasilan mereka mempertahankan Benteng Watukalis. Namun sang Panglima nampak tak senang. Dia terlihat sedikit gusar karena yakin pasukan itu akan datang lagi, sementara masih banyak dari mereka yang berhasil melarikan diri.

“Kenapa tidak kita kejar saja?” tanya sang ajudan.

“Tidak, terlalu beresiko,” jawab sang Panglima.

“Sudah jelas mereka ingin memancing kita menjauhi benteng. Segera tarik pasukan dan rawat prajurit yang terluka,” perintahnya.

Dari kejauhan, Mergo memperhatikan reaksi gusar dari sang Panglima tersebut. Diapun datang menghampiri saat ajudannya pergi meninggalkan Panglima itu sendiri.

“Seperti biasa, pakaianmu masih saja rapi meski setelah perang yang panjang ini,” ujar sang Panglima menyambut kedatangan Mergo.

“Tuan terlalu tinggi menyanjung saya,” balasnya singkat, sedikit menundukkan kepalanya.

“Bagaimana dengan pasukan Panji Keris Bertuahmu?” tanya sang Panglima.

“Mereka masih terlihat bersemangat. Andai Tuan memerintahkan kami untuk memburu mereka, niscaya mereka akan memenuhi panggilan itu,” jelas Mergo.

“Tidak usah! Aku masih membutuhkan kalian di pertempuran berikutnya,” balas sang Panglima, memutar haluan kudanya untuk kembali menuju Benteng Watukalis.

“Maaf, Tuan!” ujar Mergo, memanggil Panglima tersebut sembari menyusulnya dengan kuda tunggangannya.

“Setidaknya izinkan kami pergi untuk mengintai mereka,” jelasnya.

Panglima itu menoleh sesaat ke belakang dengan sedikit menaikkan salah satu alis matanya.

“Kau tahu kan resikonya?” tanya Sang Panglima masih terus mengarak kudanya membelakangi Mergo.

“Aku tak ingin kehilangan nyawa prajurit secara cuma-cuma,” tutupnya.

“Kalau begitu, izinkan hamba sendiri yang pergi ke sana, Tuan,” jawab Mergo sedikit menundukkan kepalanya.

Panglima itu berhenti, dan berbalik menghadap ke arah Mergo. Mergo sendiri masih belum mengangkat wajahnya, masih menunggu jawaban dari Sang Panglima tersebut.

“Sepertinya kau serius dengan niat ini,” ujar Sang Panglima.

“Kalau begitu pergilah. Jika terjadi sesuatu padamu, aku berjanji akan memastikan kesejahteraan Panji Keris Bertuah di bawah naunganku,” jelas Sang Panglima.

Setelah mendapatkan persetujuan dari Panglima, Mergo memacu kudanya ke arah selatan menuju muara sungai. Setelah hampir sampai di bibir pantai, dia memperlambat laju kudanya dan berbelok ke arah semak-semak. Di sana dia mengikatkan kuda tersebut, dan melanjutkan pengintaiannya dengan berjalan kaki.

Dari sebuah tempat yang agak tinggi, Mergo mengamati perkemahan pasukan musuh yang ada di bibir pantai. Dari kejauhan dia juga melihat satu kapal hendak menepi. Setelah cukup lama mengamati mereka, Mergo kembali pulang melaporkannya pada sang Panglima.

Menjelang senja Mergo sampai di Benteng Watukalis. Dia langsung turun dari kudanya dan membiarkan kuda itu tak tertambat. Dia langsung bergegas menemui Sang Panglima dengan ekspresi yang nampak gusar dan sedikit panik.

“Hey, kau tak bisa seenaknya masuk tan...”

“Maaf, aku harus segera menemui Sang Panglima. Ini sesuatu yang penting!” bentak Mergo masih dengan ekspresi gusarnya.

“Tapi Panglima sedang...”

“Pengawal! Biarkan dia masuk!” seru seseorang dari dalam ruangan yang hendak dimasuki Mergo.

Pengawal itu membukakan pintu dan nampak Sang Panglima baru saja selesai berdoa di depan tumpukan sesajen di salah satu dinding di dalam ruangan tersebut.

“Maafkan kelancangan hamba, Tuan,” ucap Mergo.

“Hamba khawatir benteng Tuan dalam keadaan terancam bahaya,” jelasnya.

“Jelaskan, Mergo! Apa yang telah kamu temui di sana?” tanya Sang Panglima.

“Hamba rasa sejauh ini mereka terus melakukan serangan-serangan kecil untuk menyibukkan kita. Sementara musuh sedang mengumpulkan pasukan mereka yang datang dari arah laut. Jika dibiarkan seperti itu, dalam satu atau dua hari mereka akan menyerang dengan pasukan yang besar,” jelasnya.

“Hamba sarankan agar Tuan segera meminta bantuan dari Kerajaan Cakradwipa,” lanjutnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status