“Sudahlah, jangan terus bicarakan tentang kematian.”Arion menyandarkan punggungnya, jari telunjuknya mengetuk-ngetuk meja sambil pikiran yang melanglang buana, “ Vio dekat dengan pria?”Jeff menoleh pada Arion dan menganggukkan kepalanya. Arion kembali bertanya, “ Siapa? Dia tidak bercerita pada ku.”“ Dia bilang kali ini seorang Dokter, Tuan.” Jawab Jeff. Tangannya sambil merapikan berkas yang baru saja Arion kerjakan.“ Kau kenal dia?” tanya Arion yang penasaran.Jeff mengangguk lagi, “ Iya, Tuan. Dia sempat datang ke rumah untuk menjemput Vio.” jawab Jeff.“Lalu, kau sendiri kapan akan menikah?” tanya Arion menatap dalam pada Jeff. “ Aku sudah menikah, kau juga harus memikirkan kehidupan mu.” Sambung Arion.Arion tersenyum tipis, ia tahu Jeff selalu memikirkan keadaannya. Bagaimana hidupnya ke depannya, berpikir agar terus berjalan baik-baik saja.Hari yang panjang telah berlalu, langit cerah pun telah tergantikan malam yang gelap. Elena baru saja tiba di depan rumah dan memarkirk
“Ck. Lepaskan,”Lucas mengibaskan tangannya yang di pegang Azalea. Wanita itu menariknya secara tiba-tiba ke arah toilet.Azalea menatap Lucas tanpa berkedip, membuat pria itu memalingkan wajahnya menghindari tatapan mata Azalea, “ Kau menemui Elena?”Lucas diam, tak berniat untuk menjawab pertanyaan Azalea. Mata gadis itu kini sudah berkaca-kaca, dadanya terasa sesak dengan napas yang tercekat, “ Kau masih mencintainya?”Lagi, Lucas hanya diam. Tak menjawab semua perkataan yang Azalea lontarkan. Ia berbalik menatap Azalea dengan tatapan datarnya.Mata Azalea yang sudah berkaca-kaca, kini meneteskan air mata yang membasahi pelupuk matanya hingga mengalir di wajahnya, “ Jawab aku, Lucas! Apa kau tuli,”Azalea berteriak di depan wajah Lucas, ia bahkan memukul beberapa kali dada bidang pria itu.Lucas segera menggenggam tangan Azalea, mengunci pergerakan wanita itu, “ Aku bertemu Elena atau tidak, itu bukan urusan mu!”Suara Lucas yang tajam dan menusuk hingga ke relung hati Azalea sukse
“Sepertinya Elena merindukan ku,”Pria berwajah manis dengan kaki panjang dan bahu lebar itu berjalan memasuki gedung Grup Mauren, seikat bunga mawar merah berada di pelukannya.Ia mencium sesekali semerbak dari bunga tersebut. Wajah manisnya tercetak jelas dengan senyum indah hingga menutupi kelicikannya, “ Aku datang, El,”Gumamnya dengan tersenyum indah. Sudah dapat di tebak, pria itu adalah Lucas. Keponakan Arion yang kurang ajar.Saat asik dengan lamunan dan khayalan nya, Lucas bertabrakan dengan seorang pria. Bunga dalam genggamannya jatuh ke lantai.Begitu pula ponsel pria di depan Lucas. Mereka tertunduk bersama untuk mengambil kembali barang mereka. Lucas berdecak sebal sambil melihat keadaan bunga nya, “ Apa kau tidak menggunakan mata mu saat berjalan!”Lucas begitu kesal, akan tetapi saat mereka beradu pandang. Lucas terdiam menatap wajah datar di hadapannya, “ Cih, kau juga salah. Tak perlu menyalahkan orang lain,”Setelah mengatakan hal itu, ia pergi meninggalkan Lucas. B
“Kembalikan kalung ku,”Elena berseru dengan datar tanpa ekspresi, sementara Azalea berdiri dengan melipat kedua tangannya di depan dada. Ia bahkan menatap ke arah lain.Seolah enggan menatap Elena, kemudian ia menoleh dan berbicara dengan sombongnya, “ Itu kalung ku, siapa bilang itu milik mu!”Gigi Elena bergemeletuk menahan amarah, tangannya terkepal di bawah meja, “ Rekaman kamera pengawas di sini jelas, apa kau masih ingin menyangkal?”Azalea langsung terdiam, ia menatap sembarangan mencari jawaban apa yang akan ia ucapkan pada Elena, “ Itu- itu,”“Itu milikku, Azalea. Aku masih berbaik hati dengan berbicara padamu,” Elena bangun dari duduknya, berjalan ke arah Azalea dan berdiri di sampingnya, “ Dan, jangan lupakan kejahatan mu bersama Lucas!” Ancam Elena tepat di telinga Azalea.Azalea sedikit terhuyung dan mundur beberapa langkah. Sudut bibir Elena terangkat, sebenarnya ia belum mengetahui lebih jelas lagi.Tapi, sedikit gertakan ini ternyata bisa membuat Azalea ketakutan, “
“Aih, kepala ku,”Arion meringis merasakan kepalanya yang begitu berat akibat mabuk semalam, ia tidak sadar sudah berapa banyak Bir yang ia minum. Minuman yang sebelumnya ia ejek malah membuatnya mabuk.Klek’Pintu terbuka, Elena keluar dari sana dengan pakaian rapi dan nampan di tangannya. Wangi sup menguar dari mangkuk yang Elena bawa hingga ke penciuman Arion.Arion segera membenarkan duduknya saat Elena duduk di sampingnya, “ Kau sudah bangun,” Elena mengacak rambut tebal suaminya sambil tersenyum, dan Arion membalas dengan anggukan kepala, “Kepala ku masih sakit, Sayang,” seru Arion yang mengadu pada Elena.“Salah mu sendiri yang minum begitu banyak,”Arion menarik Elena untuk bersandar di dada bidangnya, ia tak peduli dengan pakaian Elena yang rapi. Bahkan rambut Elena yang sudah di tata, ia sedikit mengacaknya.Elena segera menjauhkan diri karena Arion membuatnya kembali berantakan, “ Arion, kau membuatku berantakan lagi,”Arion terkekeh, “ Lagipula kau mau kemana?” tanya Ario
“Sayang, aku masih mau minum. Emh, “ “Astaga, Tuan. Tolong kendalikan diri anda!” batin Jeff dengan perasaan serba salah. Ia malu, juga merasa begitu dongkol pada tuannya yang berada di belakang punggungnya.Jeff tetap diam dan membawa Arion menuju mobil sebisanya, meskipun Arion terus bergumam dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Jeff.Sementara Elena dan Vio mengikuti dari belakang dengan berbagai ekspresi yang sulit di artikan, “ Jeff, apa kau kesulitan?” “Tidak, Nyonya. Saya baik-baik saja,”“O-oh, Oke,”Sampai di mobil Jeff, ia segera membuka pintu penumpang dan mendudukkan Arion di sana, namun hal tak terduga kembali terjadi.Arion menarik tubuh Jeff hingga mereka berdua berpelukan layaknya kawan lama yang baru berjumpa. Elena dan Vio memalingkan wajah mereka dan berbalik, seolah-olah mereka tidak melihat apa yang terjadi.Plak!“Sadarkan diri anda, Tuan!” kesal Jeff yang akhirnya meninggalkan tamparan keras di wajah Arion.Arion yang sedang tidak sadar menganggap itu ad
Malam yang cerah, langit biru yang gelap kini nampak terang karena sinar bulan. Waktu yang tenang untuk menikmati teh dibawah sinar bulan.Jeff menyesap teh aromatik yang baru saja ia buat sambil menikmati cahaya bulan di balkon apartemennya, wangi teh yang menguar kedalaman indra penciumannya semakin menghangatkan jiwa dan raga yang kedinginan.“Kak!”Puuufffttt!Teh yang baru saja ia minum kembali keluar akibat suara Vio yang mengejutkan nya. Gadis itu hobi sekali berteriak di hadapannya, berbeda dengan di hadapan orang lain yang langsung diam seribu bahasa.Entahlah, mungkin adiknya itu memiliki dua kepribadian. Jeff yang kesal mengusap mulutnya dengan kasar, “ Bisakah kau tidak berteriak,” sinis Jeff.“Hehe,” Vio tersenyum lebar sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.Jeff membersihkan pakaiannya yang sedikit basah, ia begitu kesal dengan Vio yang hobi berteriak, “ Apa! Untuk apa kau menemui ku,”Vio tersenyum, Jeff paham ada niat tersembunyi di balik senyum aneh Vio, “ Seda
“Tidak, ada,”Alasan Arion membawa Elena kemari adalah ingin menebus kesalahannya, ia juga tahu Elena begitu jarang memakan makanan tidak sehat seperti makanan jalanan itu.Selain pengaturan kediaman Mauren yang ketat, saat di kediamannya pun ia tidak memperbolehkan Elena memakan makanan sembarangan.Arion juga tahu saat Bu Rah membuang makanan cepat saji yang Elena beli, ia tidak menyalahkan Bu Rah karena itu memang tugasnya. Tapi, untuk kali ini Arion akan membiarkan Elena mencoba makanan itu.Ia juga sedikit penasaran dengan rasa makanan yang banyak di gemari remaja bahkan hingga orang-orang seusianya, “ Astaga, makanan apa ini?” Elena merasa tidak nyaman dengan komentar Arion yang begitu terbuka, apalagi saat melihat wajah bibi penjual di depannya, “Haha, anak muda. Apa kau tidak pernah memakan makanan seperti ini?”Elena bernapas lega saat bibi penjual itu terlihat begitu ramah, ia bahkan tidak marah saat Arion mengejek dagangannya, “ Maaf, Bibi. Dia tidak pernah melihat makanan
“Menangis? Tidak, aku tidak menangis, “ sanggah Elena.Ia menghapus air matanya, sedangkan Arion menatap dengan khawatir. Elena tertawa untuk menutupi rasa sedihnya, “ Aku baik-baik saja, sayang. Tadi mataku terkena debu,” kilah Elena.Arion menatap Elena tanpa berkedip, detik berikutnya ia menarik tengkuk istrinya dan melumat bibir Elena yang begitu menggoda. Elena diam, tak berniat melepaskan ataupun membalas.Saat menikmati bibir itu, Arion kembali merasakan air mata yang menetes. Ia segera melepaskan pangutan nya, “ Ada yang kau sembunyikan dari ku?” Elena menggeleng, ia memeluk Arion lagi. Lebih erat dari sebelum, bahkan ia menenggelamkan wajahnya di dada bidang sang suami.“Aku ingin pulang,” ucap Elena pelan.Pelukan itu terlepas, mereka saling pandang satu sama lain. Arion tersenyum dan mengiyakan keinginan istrinya, “Baiklah, kita pulang sekarang. Tapi, sebelum itu kau harus makan dulu,” Elena mengangguk dan bersorak gembira, tubuhnya sudah mulai membaik. Demam memang membu