“Keevan.”
Arletta bergumam lirih memanggil nama yang sudah lama tak pernah keluar dari mulutnya. Dia kembali dipertemukan dengan sosok pria yang telah berhasil menorehkan luka begitu dalam padanya.
Jantung Arletta berdetak semakin kencang tak karuan mendengar nama yang sudah lama tak dia sebut. Debaran jantungnya tetap sama. Dia tetap berdebar melihat keberadaan sosok pria yang sudah lama tak dia jumpai.
Mata Arletta berembun bahkan nyaris mengeluarkan air mata. Akan tetapi, dia tak akan membiarkan air matanya terjatuh membasahi pipinya. Di hadapan semua orang, dia tidak akan menjadi sosok yang lemah. Arletta menggelengkan kepalanya tegas, berusaha meneguhkan hatinya bahwa dirinya kuat dan mampu melewati semua ini.
Arletta sama sekali tidak menyangka CEO dari perusahaan barunya bekerja adalah pria yang telah menghancurkan hidupnya. Pria yang bahkan tak ingin lagi dia lihat. Tapi sepertinya takdir sedang mengajak dirinya bercanda.
Sungguh, andai saja Arletta tahu Mahardika Company adalah milik Keevan maka Arletta tak akan mungkin bekerja di perusahaan ini. Wanita itu rasanya ingin berlari meninggalkan ruang meeting. Menjauh agar tak lagi bertemu dengan pria itu.
Tapi bayangan Arletta terlintas tentang Keanu—putranya itu membutuhkan banyak biaya. Dia tidak bisa bersikap egois. Jika dia nekat pergi, maka pasti Keanu akan menderita. Dia tidak ingin membiarkan Keanu merasa kesusahan.
Usia Keanu adalah usia di mana Arletta membutuhkan banyak uang. Arletta ingin memberikan kehidupan yang layak untuk putranya. Arletta pernah merasakan sulitnya hidup, dan dia tak akan membiarkan Keanu merasakan kesulitan. Hidup Arletta sekarang hanyalah untuk Keanu. Menjadi seorang ibu membuat Arletta belajar untuk menjadi sosok yang tangguh.
Keevan terdiam kala melihat Arletta di hadapannya. Aura wajahnya begitu dingin tanpa ekspresi. Sorot mata tegasnya menangkap gerak gerik Arletta yang menunjukan kegelisahan. Dalam diam, Keevan sedikit terkejut melihat Arletta ada di hadapannya. Sosok gadis polos yang dia kenal dulu kala dirinya masih berkuliah tak lagi terlihat. Di hadapan Keevan saat ini adalah sosok wanita dengan penampilan rapi.
Paras Arletta berubah lebih dewasa dan sangat cantik. Kulit wajahnya terawat. Putih dan mulus. Tubuh tinggi semampai. Meski tatapan Arletta menunjukan pancaran kegelisahan tetapi sorot mata Arletta menunjukkan ketegasan. Tak ada lagi sorot mata lemah lembut dan polos seperti yang Keevan lihat lima tahun lalu.
Keevan dan Arletta masih saling bertatapan. Layaknya ada magnet kuat di antara mereka yang membuat mereka tetap saling bertatapan. Mereka seolah tidak bisa menghentikann tatapan itu.
Bahkan, Keevan dan Arletta sampai tak menyadari kalau di ruang meeting tersebut banyak orang, tidak hanya mereka saja. Tatapan yang seperti menunjukan penuh arti dan maksud. Tatapan itu pun telah berhasil membuat Arletta merasakan dunianya luluh lantah. Seperti bumi yang berhenti pada porosnya.
“Pak Keevan, wanita yang diujung sana adalah Ibu Arletta. Beliau adalah arsitek baru di Mahardika Company,” ujar Angga dengan begitu sopan.
Keevan kembali terdiam kala Angga memperkenalkan Arletta—yang ternyata adalah arsitek baru yang dimaksud oleh Angga. Dia ingin mengeluarkan kata, tapi entah kenapa hatinya terasa begitu berat. Yang ada sekarang kata-kata yang ingin terucap tertelan di tenggorokan.
“Kita mulai meeting sekarang.” Keevan bersikap acuh mengabaikan Arletta. Pria itu duduk di kursi kebesarannya. Pun semua karyawan yang tadi bangkit berdiri kembali duduk di tempat mereka masing-masing.
“Arletta, apa kamu mengenal Pak Keevan?” bisik Rima pelan kala mendapati Arletta yang masih terus menatap Keevan. Dia mulai curiga. Pasalnya tatapan Arletta dan tatapan Keevan memancarkan tatapan saling mengenal satu sama lainnya.
Arletta segera mengalihkan pandangannya kala mendengar ucapan Rima. Wanita itu menyadari kalau dirinya telah melampui batas. Batas yang sangat berbahaya. Detik selanjutnya, Arletta mengangkat dagunya. Memasang wajah dingin seakan tak mengenal siapa pun di ruangan ini. Walau tak dipungkiri hatinya hancur berkeping-keping tapi Arletta akan siap memakai topeng. Topeng yang menutupi kehancuran di hatinya.
“Tidak, aku tidak mengenalnya,” jawab Arletta acuh seakan tak peduli.
Rima mengangguk-anggukan kepalanya merespon ucapan Arletta. Dia tak lagi curiga di kala Arletta mengatakan tidak mengenal Keevan. Mungkin itu hanya perasaannya saja. Itu yang ada di dalam pikiran Rima.
“Pak Keevan, kita memiliki project pembangunan sebuah perusahaan di wilayah Jakarta Selatan. Desain yang mereka minta harus dua konsep. Bernuansa Italia dan bercampur dengan nuansa Indonesia. Lalu kita juga memiliki project pembangunan perumahan di Kawasan Tangerang dan Karawaci. Mereka meminta desain kotemporer, Pak.” Salah satu manager yang ada di ruang meeting itu berujar memberikan laporan pada Keevan.
Keevan tak langsung menjawab. Pria itu mengambil dokumen yang ada di hadapannya, membaca seksama isi dari dokumen itu. “Apa dari kalian memiliki ide dari project ini?” tanyanya dingin dan datar.
“Pak, kita bisa menonjolkan kesan dari desain Italia. Nantinya perusahan tersebut akan terlihat berkelas. Sedangkan nuansa Indonesia hanya sebagai pemanis. Dan untuk pembangunan perumahan kita bisa membuat dengan kontemporer sedikit pemanis dengan gaya klasik agar lebih hidup,” ujar Merla—salah satu senior arsitek yang ada di ruang meeting itu.
“Idemu untuk project pembangunan perumahan cukup bagus. Tapi aku tidak setuju idemu yang ingin menonjolkan desain Italia dan menjadikan nuansa Indonesia hanya sebagai pemanis. Itu bukanlah pilihan yang tepat. Dua desain itu harus sama-sama kuat. Lalu kita kombinasikan menjadi satu,” sambung Keevan menegaskan.
Mahardika Company memang perusahaan arsitek yang belakangan ini menjadi sorotan karena perkembangannya begitu pesat. Dan selama ini Keevan juga telah menjalin kerja sama dengan beberapa interior design pilihanya. Pun Keevan selalu ingin memberikan yang terbaik untuk para client-nya.
Jika client memintanya merancang sekaligus menata ruangan maka Keevan akan menuruti keinginan client-nya. Tentu para arsitek yang bekerja di Mahadika Company bukan hanya paham tentang merancang bangunan. Tapi cukup paham dan memiliki ide cemlerlang dalam penataan ruangan.
Paling tidak para arsitek di Mahardika Company bisa memberikan saran dalam penataan ruangan. Selebihnya dalam penataan ruangan secara detail akan dikerjakan oleh interior design.
“Baik, Pak Keevan.” Merla mengangguk sopan merespon ucapan Keevan.
“Apa ada ide lainnya?” Keevan kembali bertanya. Matanya menatap dingin semua arsitek yang ada di ruang meeting.
Arletta mengatur napasnya. Ada suatu keraguan dalam benaknya. Tapi Arletta tidak mau menjadi seorang pengecut. Detik selanjutnya, Arletta mengangkat tangannya dan bertanya sopan dan tersirat dingin, “Boleh saya berpendapat, Pak?”
Keevan mengalihkan pandangannya menatap Arletta. Pria itu kini memberikan tatapan yang begitu lekat pada Arletta. “Katakan, apa pendapatmu tentang project ini?” ujarnya dingin dan tegas.
“Nuansa Italia bercampur dengan nuansa Indonesia sangatlah ide yang bagus, Pak Keevan. Tapi ada beberapa hal yang harus kita perhatikan.” Arletta dengan berani mengeluarkan suaranya, mengatur segala dalam dirinya. Sebisa mungkin wanita itu bersikap professional.
Keevan menatap Arletta dengan tatapan serius. “Apa maksudmu?”
London, UK. Satu persatu salju turun cukup lebat di kota London. Beberapa jalanan penuh dengan balok es yang tertutup. Bahkan mobil-mobil yang kebetulan terparkir di pinggir jalan sudah tertutup oleh balok es. Salju turun masih bisa ditoleransi. Karena jika badai salju yang turun, maka pasti jalanan akan sepi. Tidak ada siapa pun di sana.“Papa … Mama … Keanu suka bermain salju,” pekik Keanu riang sambil melempar-lempar salju.“Keanu, pelan-pelan, Nak,” jawab Arletta dengan senyuman di wajahnya.Keanu tersenyum manis. “Mama tenang aja. Keanu anak pintar.”Arletta kembali tersenyum melihat Keanu yang ditemani Mirna bermain salju. Bocah laki-laki itu tengah membentu boneka salju. Untungnya, Keanu adalah anak cerdas. Cukup melihat satu kali contoh boneka salju, dia sudah mampu membuat boneka salju itu.Ya, London adalah kota di mana Keevan mengajak istri dan kedua anaknya berjalan-jalan. Musim salju adalah musim yang dipilih Keevan. Pria itu tahu pasti kedua anaknya akan senang jika dib
Sebuah gaun berwarna merah membalut tubuh Arletta begitu sempurna. Rambut panjang dan indah wanita itu digulung ke atas memperlihatkan leher jenjangnya. Kilauan kalung berlian di leher Arletta menyempurnakan penampilan wanita itu.Gaun merah yang dipakai Arletta sama seperti pakaian yang dipakai Arula. Ya, rupanya Arletta sengaja memesan dua gaun khusus untuknya dan Arula. Mereka layaknya kembar.Arula memiliki tubuh yang gemuk, kulit putih seperti boneka hidup, dan wajah yang sangat cantik. Arula perpaduan wajah Keevan dan Arletta. Tak heran jika banyak sekali yang gemas pada Arula. Karena memang balita kecil itu sangatlah cantik.Malam ini adalah malam di mana Arletta untuk hadir di pernikahan Arvin. Tentu Arletta tidak hanya datang sendiri saja. Wanita itu akan datang bersama dengan suami dan kedua anaknya.“Sayang, apa kamu udah siap?” Keevan masuk ke dalam walk-in closet sambil menggenggam tangan Keanu. Namun, seketika mata Keevan dan Keanu begitu berbinar kagum melihat penampila
“Udah selesai ngobrolnya?” Keevan menatap Arletta yang baru saja masuk ke dalam kamar pribadi yang ada di ruang kerjanya. Pria itu duduk di sofa kamar sambil memegang iPad.“Udah.” Arletta menatap Keanu dan Arula yang sekarang sudah tertidur pulas. “Keanu udah makan belum?” tanyanya.“Udah, tadi Keanu udah makan. Dia mengantuk sepertinya di sekolah, pelajarannya terlalu berat sampai membuatnya kecapean,” jawab Keevan dingin dan datar.Arletta duduk di samping Keevan. “Sayang, kamu nggak marah, kan?” tanyanya pelan dan hati-hati. Cukup dari nada bicara saja dia tahu kalau sang suami jengkel.Keevan meletakan iPad-nya ke atas meja dan menatap Arletta. “Apa yang aku duga bener, kan? Arvin itu udah lama naksir kamu.”“Keevan, aku nggak tahu. Arvin nggak pernah bilang kalau dia naksir aku,” jawab Arletta jujur. Selama ini memang Arvin tak pernah bilang padanya, kalau pria itu menyukainya. Dia hanya mendengar ucapan konyol Rima yang selalu bilang Arvin suka padanya.“Nggak perlu ngomong har
“Arletta, kamu ganti pakaian kamu. Aku mau ajak kamu ke kantor.”Kalimat yang Keevan ucap itu sedikit membuat Arletta terkejut. Arletta yang baru saja selesai menyusui Arula, langsung menatap Keevan lekat-lekat. Sangat jarang sekali suaminya mengajaknya untuk ke kantor. Apalagi sejak Arula sudah lahir. Arletta sangat jarang sekali pergi. Pun kalau pergi pasti Arletta pergi bersama dengan ibunya, ibu mertuanya, atau dengan Rima.“Sayang, kamu mau ajak aku ke kantor?” ulang Arletta memastikan. Dia takut kalau apa yang dia dengar ini salah.Keevan mengangguk sambil melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. “Ya, aku mau ajak kamu ke kantor. Tapi kita jemput Keanu dulu setelah itu kita ke kantor.”Hari ini Keevan sengaja berangkat ke kantor siang hari, karena memang dia ingin mengajak istri dan kedua anaknya untuk ke perusahaannya. Dia tahu sang istri merasa bosan di rumah. Jadi tak ada salahnya dia mengajak sang istri ke kantor demi mengurangi rasa jenuh.Arletta tersenyum m
Arletta bangun terlambat karena sepanjang malam mendapatkan serangan dari sang suami. Wanita itu bahkan tak menyiapkan sarapan, akibat kelelahan. Untungnya di rumahnya itu memiliki chef dan banyak pelayan. Jadi Arletta tak perlu repot untuk memasak.Keanu sudah berangkat sekolah. Arula tengah diajak pengasuhnya untuk berjemur. Sinar matahari pagi sangat baik untuk kulit. Sedangkan Arletta masih terbaring di ranjang, masih kelelahan.Tadi malam, Arletta baru bisa tertidur pada pukul tiga pagi. Lebih dari satu minggu tak bertemu dengan sang suami membuat suaminya itu seperti singa yang kelaparan. Tentu sebagai istri yang baik, Arletta wajib untuk melayani suaminya itu. Suara ketukan pintu terdengar. Refleks, Arletta yang tengah berbaring di ranjang, mengalihkan pandangannya melihat ke arah pintu dan meminta orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam.“Permisi, Bu.” Seorang pelayan melangkah menghampiri Arletta.Arletta menatap sang pelayan. “Iya? Ada apa?” tanyanya.“Bu, ini saya b
“Papa …” Keanu melompat-lompat gembira melihat Keevan yang baru saja turun dari mobil. Berikutnya, dia langsung menghamburkan tubuhnya ke Keevan. Refleks, Keevan menggendong Keanu dan menghujani putranya itu dengan kecupan.Arletta tersenyum melihat pemandangan itu. Bahkan Arula yang ada digendongannya juga nampak riang bertepuk tangan melihat Keevan sudah pulang. Tepatnya, tadi malam Keevan bilang kalau akan tiba di rumah pada pukul sepuluh pagi. Arletta senang karena Keevan menepati janjinya untuk pulang lebih cepat. Lihat saja Keanu sudah sangat senang melihat ayahnya pulang. Well, bukan hanya Keanu saja yang senang tapi juga Arletta serta Arula—si balita cantik nampak senang. Keevan melangkah mendekat ke arah Arletta sambil menggendong Keanu. Pria itu memberikan kecupan di bibir istrinya dan kecupan di pipi bulat Arula. “Maaf membuat kalian menunggu lama.”“Nggak apa-apa, Sayang. Yang penting kamu udah pulang sekarang.” Arletta memeluk lengan Keevan, dan memberikan kecupan di l