Malam ini hanya aku yang menunggu bapak. Ibu dan anak-anak ada di rumah. Sejak datang kesini aku belum pulang ke rumah Bapak, aku yang menunggu Bapak dua puluh empat jam. Karena aku tidak bisa mendampingi beliau di hari-hari biasa, makanya sekarang aku siap mendampingi beliau.
Pagi ini kulihat Bapak sudah semakin sehat saja, tidak pucat seperti kemarin. Semoga hari ini Bapak bisa pulang dan beristirahat di rumah.
"Assalamualaikum, Bapak! Gimana kabar Bapak?" tanya perawat yang masuk ke kamar Bapak.
"Waalaikumsalam, baik Mbak," jawab Bapak.
"Saya periksa dulu ya, Pak?" kata perawat sambil bersiap memeriksa Bapak. Bapak mengangguk.
"Alhamdulillah, kondisinya semakin membaik. Nanti tunggu dokter visit ya, Pak? Beliau yang memutuskan Bapak boleh pulang atau tidak! Saya permisi dulu," kata perawat lagi.
"Terimakasih, Mbak" jawabku.
"Ayo,
Sudah hampir satu Minggu aku di rumah Bapak. Hari ini Mas Fandi mau menjemputku. Ia tidak mengizinkanku pulang menyetir sendiri.Pulang dari kantor, langsung naik travel ke rumah Bapak. Menjelang Maghrib baru sampai. Besok pagi kami akan pulang.Bapak dan mas Fandi berbincang-bincang santai. Aku masuk kamar menyiapkan keperluan untuk pulang besok. Tak lama kemudian Mas Fandi masuk ke kamar."Anak-anak nggak apa-apa kan waktu Papa tinggal tadi? Berani kan mereka hanya berdua saja?" tanyaku pada Mas Fandi."Jangan khawatir, Ma, mereka sudah besar, hebat dan kuat seperti mamanya," kata Mas Fandi pelan."Terimakasih ya, Pa? Sudah mau menutupi masalah kita di depan Bapak dan Ibu," kataku lagi.Mas Fandi langsung memelukku dengan erat."Ma, maafin Papa ya? Papa sangat mencintai Mama. Dengan Leni hanya senang sesaat saja. Yang Papa lakukan
Aku mendekati Lana yang seperti kesetanan berteriak memanggil namaku."Ada perlu apa kemari?" kataku. Kulihat Lana dengan wajah emosi. Enak saja, datang ke rumah orang seperti mau mengajak berkelahi."Mana Mas Fandi," kata Lana dengan nada keras."Hei kalau bertamu itu yang sopan!" sahut Ibu yang ada di belakangku."Nggak usah ikut campur deh, Bu! Aku perlu sama Mas Fandi. Mana dia?" jawab Lana dengan nada ketus."Tidur, emang kenapa?" kataku dengan nada kesal."Kamu apakan Mas Fandi, sudah beberapa hari nggak pulang, ninggalin istrinya yang hamil tua." Lana berkata dengan ketus. Ia menatap t
Drtt ...drtt...ponsel Mas Fandi berbunyi terus, yang menelpon bergantian yaitu Mbak Sisi dan Lana."Ponsel bunyi terus kok nggak diangkat Nis!" kata Ibu yang muncul dari kamar."Ponsel Mas Fandi, Bu. Yang menelpon Mbak Sisi dan Lana," kataku.Drtt...drtt..."Sini Ibu yang menjawab telponnya," kata Ibu.Aku menyerahkan ponsel Mas Fandi pada Ibu."Halo""........""Sampaikan sendiri!""........""Bukan urusanmu!" jawab Ibu sambil memutuskan panggilan.Aku diam tidak berani bertanya.Menjelang Ashar, Mas Fandi dan anak-anak baru saja pulang. Bahagianya aku melihat mereka senang dan bahagia. Seandainya masalah itu tidak datang. Ah sudahlah, semua sudah terjadi."Senangnya yang baru dibelikan ponsel dan lapt
"Enak ya kalau Eyang disini. Eyang rajin bikin camilan," kata Anggi ketika kami berkumpul di ruang keluarga sambil menikmati pisang coklat yang Ibu buat."Iya, nggak perlu jajan lagi," kata Angga yang dari tadi tidak berhenti mengunyah."Hayo kalian sudah habis berapa makanannya. Satu buah seribu lho. Nanti bayar uangnya sama Eyang," kataku menggoda mereka."Kamu ini ada-ada saja Nis," kata Ibu tertawa.Indahnya kumpul bersama keluarga. Sayangnya tidak ada mas Fandi.Sore ini Mas Fandi pulang ke rumah, setelah pulang dari kantor."Assalamualaikum." Mas Fandi mengucapkan salam."Waalaikumsalam," kataku menyambut Mas Fandi.Mas Fandi mendekati Ibu dan anak-anak. Anak-anak yang tadinya masih tertawa-tawa langsung terdiam, Ibu pun juga diam."Mau kopi, Pa?" tanyaku memecah keheningan.
Aku pulang kantor sudah ada Mbak Sisi dirumah."Kapan datang, Mbak?" tanyaku basa-basi."Nggak usah basa-basi," jawab Mbak Sisi dengan ketus.Darahku langsung naik. Pagi-pagi sudah dibuat bad mood, pulang kantor kondisi capek mak lampir sudah nongol di rumah. Ditambah jawaban yang membuat orang emosi. Aku tarik napas dalam-dalam, biar emosiku turun."Sisi, ditanya baik-baik kok jawabnya kayak gitu," kata Ibu marah."Dia kan nanyanya basa-basi Bu!" jawab Mbak Sisi."Masih bagus Anis mau nanya, daripada kamu langsung diusir!""Ibu membela Anis terus. Yang jadi anak Ibu itu siapa? Sisi atau Anis?""Ibu membela yang benar!" jawab ibu."Maaf Bu, Anis ke dalam dulu," kataku sambil berjalan menuju ke kamar.Aku langsung mandi untuk menyegarkan badan dan pikiran, sebelum berhada
Hari ini pulang dari kantor aku dan Sandra mampir ke mall untuk belanja bulanan. Banyak yang akan aku beli, karena semenjak Ibu di rumah selalu membuat cemilan, jadi aku menyediakan bahan-bahan yang mungkin diperlukan Ibu."Banyak sekali belanjaanmu, Nis?" tanya Sandra."Iya, San. Ibu di rumah sering buat makanan, makanya aku beli macam-macam bahan. Biar Ibu berkreasi dengan bahan yang ada.""Ibu mertuamu baik ya, Nis.""Alhamdulillah, sudah seperti ibuku sendiri."Kami kembali asyik mencari bahan yang lain."Lho Pak Hasan nyari apa? Sama siapa?" kata Sandra menyapa seseorang.&
Jadwal Mas Fandi mundur sehari, jadi tiga hari berada di Jakarta. Dan sejak kejadian Mbak Sisi dan Lana diusir oleh Angga, mereka tidak lagi datang ke rumah. Angga memang bisa diandalkan."Pa, tolong Leni suruh hapus postingan di medsos. Tadi ada beberapa orang teman kantor Papa yang japri Mama, menanyakan kabar tentang pernikahan Papa. Apa yang harus Mama jawab? Kan sudah Mama bilang, jangan posting di Medsos! Norak banget sih!" protesku pada Mas Fandi ketika sudah pulang dari Jakarta.Mas Fandi hanya diam, tidak menggubris ucapanku. Aku jadi kesal."Sudahlah Ma, kayak gitu aja dibesar-besarkan. Nggak usah banyak protes. Mama itu hanya orang lain yang kebetulan terikat pernikahan dengan Papa. Jadi nggak usah sok ngatur! Papa sudah bosan mendengar Mama ngomong tentang Leni yang selalu salah di mata Mama!" jawab Mas Fandi.Enak sekali dia ngomong kayak gitu. Nggak mikirin perasaanku.
Ibu sudah datang ke rumah sakit pagi ini sendirian karena Angga harus sekolah. Ibu tampak segar, mungkin tadi malam bisa beristirahat.Tok..tok..Aku berjalan menuju pintu, ternyata ada Mas Hendra dan Mbak Yuni."Kok nggak ngasih tahu kami kalau Anggi dirawat di sini?" kata Mbak Yuni."Maaf Mbak, kami tidak mau merepotkan!" kataku pada Mbak Yuni. Aku merasa tidak enak dengan Mbak Yuni. Mbak Yuni sangat baik denganku, tidak tega rasanya membebaninya dengan berbagai masalahku."Dapat kabar dari siapa Mbak?" tanyaku heran."Dari Fandi, tadi malam menelpon," kata Mas Hendra.Untung Anggi sedang tidur karena habis minum obat, kalau tidak pasti dia akan marah mendengar orang menyebut nama papanya.Aku menceritakan semuanya pada Mas Hendra dan Mbak Yuni. Juga kelakuan Mbak Sisi kepada kami."Salah ap