Hari ini aku menunggu Mas Anton yang sedang di rawat di rumah sakit. Sudah hampir satu tahun ini Mas Anton bolak-balik masuk rumah sakit. Sakit diabetes yang sudah merembet ke ginjal.
Aku keluar dari kamar perawatan untuk mencari makanan. Di Lobi rumah sakit, tanpa sengaja aku melihat Mas Fandi, mantanku. Mas Fandi juga melihat kearah ku dan berjalan menghampiriku.
"Hai Leni," kata Mas Fandi.
"Halo Mas, ngapain disini?" jawabku gugup.
"Ibu dirawat disini. Kamu ngapain disini?"
"Mas Anton juga dirawat disini," kataku.
Kami berjalan menuju kamar perawatan. Ternyata kamar perawatan Mas Anton dan Ibu Mas Fandi berhadapan.
"Aku masuk dulu Mas," kataku ketika sampai di depan pintu. Mas Fandi mengangguk. Aku sengaja tidak menawari Mas Fandi untuk masuk ke kamar perawatan Mas Anton. Takut terjadi sesuatu karena Mas Anton juga ke
Drtt...drttHpku berdering, aku lihat jam menunjukkan pukul empat pagi. Siapa sih yang nelpon? Ternyata Mbak Yuni."Assalamualaikum, Mbak," sapaku pada Mbak Yuni."Waalaikumsalam.""Ada apa Mbak?""Leni meninggal, Nis!"Deg! Jantungku serasa berhenti berdetak. Baru kemarin aku berbicara dengannya, berusaha untuk memaafkan kelakuannya. Ternyata sekarang sudah menghadapNya. Umur manusia tidak ada yang tahu. Memang benar, Leni diprediksi tidak berumur panjang karena penyakit yang dideritanya. Tapi aku tidak menyangka kalau secepat ini."Nis….Anis," panggil Mbak Yuni. Aku kaget dan gelagapan."I..iya Mbak. kapan meninggalnya, Mbak?" tanyaku."Sekitar jam tiga tadi. Nanti melayat bareng ya? Mbak jemput Ibu dulu baru jemput kamu!""Iya Mbak!" Kututup panggilan telepon itu.
"Assalamualaikum." Terdengar suara orang mengucapkan salam."Waalaikumsalam, biar Anggi yang buka ya, Ma?" kata Anggi sambil berjalan menuju ke pintu depan."Oke," jawabku.Tadi pagi Ibu ke rumahku, karena nanti sore mau yasinan hari ketujuh di rumah Leni. Jadi Ibu mau berangkat bersamaku. Selesai memasak dan makan, aku dan Ibu mengobrol sambil menonton acara di televisi.Menyenangkan sekali ketika Ibu ada disini. Ada teman yang diajak ngobrol dan berbagi cerita. Ibu juga tidak menganggapku sebagai menantu lagi, tapi anak. Sikapnya padaku melebihi sikapnya pada Mas Fandi. Mengingat Mas Fandi, sedang apa ya dia sekarang? Apakah sibuk menata hati, berusaha mengikhlaskan kepergian istri sirinya? Mungkinkah ia masih selalu mengingatku? Mungkinkah masih ada cinta untukku di hatinya? Ada rasa nyeri di hatiku jika mengingat Mas Fandi. Sakit hati itu masih ada, walaupun aku berusaha untuk memaafkannya.
Malam hari ini merupakan malam ke tujuh acara yasinan di rumah Leni. Tidak setiap malam aku datang, karena kasihan Anggi kalau ditinggal setiap malam. Sedih melihat Mas Fandi, sepertinya ia sangat kehilangan Leni. Hatiku terasa nyeri, begitu besarnya arti Leni bagimu, Mas. Semenjak Leni di rumah sakit sampai malam ini Mas Fandi hanya sekali pulang ke rumah. Ketika ia memintaku untuk menjenguk Leni.Ibunya Leni juga terlihat sangat terpukul dengan kepergian anaknya. Wajah tuanya nampak semakin sendu setiap ada yang menyebut nama Leni. Bahkan sampai meneteskan air mata. Hari ini tidak kulihat Zaki. Mungkin sedang tidur dikamar. Kasihan membayangkan anak berumur sekitar dua tahun setengah, yang belum tahu apa artinya kehilangan seorang ibu.Pada malam ketujuh ini, aku disuruh hadir oleh keluarga besar Mas Anton. Katanya malam ini akan ada pertemuan keluarga membahas semua wasiat Leni. Mau tidak mau aku harus hadir.Beberapa
Hari ini kami akan ke rumah Leni untuk menjemput Zaki. Ibu dan Anggi sudah bersiap-siap."Ayo Ma kita berangkat!" kata Anggi, sepertinya sudah tidak sabar lagi."Kayaknya ada yang sudah tidak sabar nih!" aku menggoda Anggi"Ih Mama!" kata Anggi."Let's go!" katakuKetika kami sampai di rumah Leni, ternyata Aisyah dan suaminya sudah ada di sana. Aisyah akan menjemput Dani dan Danu."Udah lama sampainya Bunda Aisyah?" tanyaku pada Aisyah."Lumayan Mbak, tadi bantuin anak-anak membereskan barang-barangnya," jawab Aisyah.Dani dan Danu memasukkan barang-barangnya ke mobil Aisyah."Yang lainnya ditinggal saja, besok ada yang mengambil. Yang penting sudah dibereskan dan disusun. Jadi besok tinggal ambil saja," kata Aisyah pada Dani dan Danu."Lho Ibu kok ikutan beres-ber
Drtt...drtt hp Mas Fandi berbunyi, Mas Fandi sedang pergi bersama anak-anak. Aku biarkan saja. Kalau penting nanti pasti menelpon lagi.Drtt...drtt… ponselnya berbunyi lagi. Aku pusing sendiri mendengarnya. Akhirnya aku mencoba untuk menerima panggilan itu."Halo?" sapaku dengan suara ramah. Walaupun sebenarnya aku kesal, karena dering ponsel yang dari tadi mengganggu."Halo, bisa bicara dengan Bapak Fandi?" jawab suara perempuan di seberang sana."Maaf dari siapa ini ya?" tanyaku lagi."Dari temannya!""Ooo Pak Fandi sedang keluar, hpnya tidak dibawa."Tut...TutPanggilan terputus. Dasar gak punya sopan sama sekali. Siapa perempuan itu? Jangan sampai terulang lagi kejadian beberapa tahun yang lalu. Kulihat foto profil di nomor tersebut. Seorang perempuan yang sudah dewasa.Dua tahun ini hidupku am
Pulang kerja aku langsung merebahkan badan, sekedar melepas penat dari rutinitas kerja. Kuraih ponselku, ternyata ada beberapa pesan berupa foto dari Sandra. Mataku terbelalak melihat orang yang ada di foto itu."Pa, apa maksudnya semua ini?" tanyaku pada Mas Fandi ketika pulang kerja."Apa sih Ma? Papa kan baru pulang kerja, bisa nggak nunggu nanti dulu," jawab Mas Fandi"Nggak bisa nunggu Pa, Mama minta penjelasan sekarang juga," kataku sambil menunjukkan foto Mas Fandi dengan Winda.Aku mendapat kiriman foto dari Sandra yang melihat Mas Fandi jalan dengan perempuan di toko perhiasan. Perempuan itu nempel-nempel sama Mas Fandi. Bahkan sepertinya sengaja dadanya ditempelkan ke tangan Mas Fandi. Dasar perempuan ganjen. Mas Fandi kaget melihat foto itu."Darimana Mama dapat foto itu?" tanya Ma Fandi."Nggak perlu Papa tahu. Ini dari orang yang tidak mau meliha
Klunting...kluntingAda kiriman video dari Fajar. Aku menonton video itu."Mas, istirahat nanti kita makan diluar yuk? Aku yang traktir!" kata Winda sambil mendekati Mas Fandi"Maaf ya Winda? Aku lagi sibuk banyak kerjaan!" jawab Mas Fandi. Winda melangkah pergi, sedangkan Mas Fandi sibuk mengerjakan pekerjaannya lagi. Ia tampak asyik mengerjakan sesuatu.Tak lama kemudian Winda datang membawa makanan dua bungkus."Ini Mas, udah aku beliin makan, makan yuk!" ajak Winda dengan senyum menggoda.Akhirnya Mas Fandi makan berdua dengan Winda sambil ngobrol dan bercanda. Kulihat wajah Winda sangat bahagia.Ternyata memang Winda yang kegatelan. Berarti memang dia niat merebut Mas Fandi dariku. Lihat saja, kalau sampai mereka berbuat zina akan aku laporkan ke atasan mereka biar keduanya dipecat dari PNS.Semua gerak gerik mer
Aku memegang kepalaku yang terasa sakit, seperti dihantam sesuatu. Terasa agak pusing, untung aku berpegangan pada meja kasir. Kalau tidak, pasti sudah jatuh tadi."Dasar nenek lampir. Aku akan membuat perhitungan denganmu," kata Winda sambil memegang air mineral botol plastik yang dipukulkan ke kepalaku."Silahkan! Aku tunggu!" kataku lagi sambil memegang kepalaku."Maaf Bu, kalau mau membuat keributan jangan disini," kata pegawai Ind*ma*et pada Winda.Winda yang tampak kesal langsung keluar. Selesai membayar aku menemui pegawai Ind*ma*et."Mas, bisa nggak saya minta rekaman dari cctv ketika saya dipukul tadi?" tanyaku pada pegawai tersebut."Maaf Bu, saya tidak berani memberikannya." Pegawai tetap tidak mau."Itu akan saya pakai untuk laporan ke atasan perempuan itu dan suami saya," kataku lagi."Begini saja B