Share

Bab 2. Bertahan

Ternyata perasaan lega menyuat di dalam hati Bella, keluar dari rumah yang selama ini mengurungnya. Mungkin semasa hidup bertiga bersama limpahan kelembutan Rafa cukup memberi kenyamanan. Tapi kenyataannya, pria itu hanya membuat cangkang yang kokoh tanpa memberikan arti hidup yang sebenarnya kepada Bella. Mantan suaminya itu bahkan tidak meninggalkan harta apapun untuknya.

"Kita kemana Bu?" pertanyaan Aria membuyarkan lamunan Bella. Melihat mata indah anak gadisnya cukup memberi Bella semangat lagi.

"Pertama, kita cari tempat makan dengan uang ini!" seru Bella menarik putrinya mempercepat langkahnya.

Aria tersenyum bersemangat mendengar ajakan ibunya. Dia tahu, jika ibunya sedang dalam kebingungan, dia akan menghabiskan beberapa makanan untuk memuaskan perutnya dulu baru berpikir langkah selanjutnya.

Alih-alih makan di pinggir jalan, Bella mengajak Aria datang ke sebuah restauran yang belum sempat dia datangi bersama Rafa. Dia pikir cukup jika hanya sekedar makan di sana, Bella bersama anaknya masuk memesan makanan enak. Dilihat dari cara Aria makan cukup lahap dan menikmatinya, padahal pagi tadi mereka baru saja pergi ke pemakaman ayahnya sempat membuat Bella khawatir kesedihan putrinya.

Melihat Aria yang menikmati makanannya, Bella menyadari kalau putrinya begitu pengertian padahal mereka seharusnya sedang dalam keadaan berduka. Rafa yang meninggal, orang tuanya yang tiba-tiba mengusir mereka seharusnya membuat Bella dan Aria sedih ataupun terpuruk. Meski alasan kuat Bella melawan orang tua Rafa tentang harta yang ada. Tapi kenyataan tentang isi rumah itu memang hasil dari uang ketika dia resign dari pekerjaannya.

Tapi Bella harus bertahan hidup apalagi ada putrinya yang juga harus melanjutkan sekolahnya. Dia tidak pandai berdebat lama bersama orang-orang serakah seperti orang tua Rafa, tapi demi putrinya Bella akan melakukan banyak cara untuk mereka bertahan dengan baik.

"Apa kamu sedih, kenapa ibu merasa Aria tidak terlihat menangis?" tanya Bella sambil menopang dagu.

"Ayah mengatakan jangan menangis selagi dia pergi bertemu Tuhan. Bagi Aria, selama ada Ibu, itu sudah jauh dari cukup untuk Aria bisa makan enak," penjelasan Aria terdengar sederhana.

Meski tersenyum mendengarnya, tapi Bella ingat Aria tidak akan pernah mengatakan keluhan apapun meski ada Rafa yang selalu memanjakannya. Memiliki anak yang hampir sama tangguhnya seperti dia membuat Bella merasa tenang. Tapi dia juga merasa khawatir Aria memendamnya tanpa mau terbuka.

"Makan yang banyak, kita masih harus cari tempat tinggal." Ucapan Bella dibalas anggukan Aria.

Bella dan Aria sedang asik menikmati makanannya, tiba-tiba seseorang menepuk punggungnya membuat Bella menoleh ke arah seorang wanita berpakaian mewah mencolok membuat dia mengerutkan dahi menatapnya. Ternyata ada beberapa wanita lainnya juga ikut berdiri di sampingnya.

"Wah! Lihat siapa ini? Bukankah ini kakak iparku, eh mantan kakak ipar yah. Masih ada uangkah untuk bisa makan makanan restaurant?" Sindi tiba-tiba saja muncul mengejutkan Bella dan Aria yang sedang makan.

Bukan Bella jika dia menanggapi omongan orang. Dia tetap makan tanpa menanggapi Sindi, hingga gadis itu merasa kesal hampir menggebrak meja makan.

"Anjing yang menggonggong tidak merusak barang orang lain."

Sindi berhenti sejenak tanpa melancarkan aksinya menggebrak meja, dia tampak kesal mendengar ucapan pedas Bella. Terlebuh lagi ada begitu banyak temannya yang ikut mendengar ucapan Bella.

"Oh, masih bisa bicara sekarang ya?" sahut Sindi.

Bukan hanya teman-temannya tapi pengunjung lain juga melihat ke arah mereka.

"Pelayan?" panggil Bella.

Segera seorang pelayan pria menghampirinya. "Anda perlu sesuatu, Nona?" tanya nya.

"Hmm, setauku kenyamanan pelanggan di utamakan disini. Apa Anda akan membiarkan seseorang mengusik kenyamanan kami?" ucap Bella mendelik pada Sindi yang tertegun mendengarnya.

"Maaf Nona, silahkan Anda pergi dari sini!" ucap Pelayan.

"Nah, pergi sana. Kau tidak layak datang kesini!" seru Sindi keras.

"Bukan Nona ini, tapi Anda!" tegasnya.

"Hei, aku akan makan di sini ada hak apa Kau mengusirku?" teriak Sindi.

"Maaf Nona, Anda bahkan belum duduk dan memesan makanan. Jadi belum menjadi pelanggan kami, silahkan Anda mencari tempat Anda sendiri."

"Aku akan duduk jika wanita ini pergi!" tegas Sindi.

"Haha, bodoh," tawa Bella pelan.

"Kau ...."

"Silahkan Nona!" Pelayan menunjukan jalan termasuk teman-teman Sindi menariknya ke tempat duduk.

"Sialan, hanya wanita sampah tapi berani mengusirku!" rutuk Sindi.

"Sudahlah, Kau tidak malu di liatin banyak orang?" balas temannya menarik Sindi pergi dari meja Bella.

Melihat Sindi yang dibawa paksa oleh temannya membuat Aria khawatir akan perasaan ibunya. "Bu, apa tidak apa-apa?" tanya Aria.

"Kenapa, makananmu tidak enak?" balas Bella.

"Bukan itu, tapi tante ...."

"Dia tidak layak di panggil tante, mereka yang baik patut di panggil dengan sebutan yang baik. Bukankah istilah anjing menggonggong sangat pas?" ucap Bella tersenyum tipis di depan Aria.

Aria hanya mengangguk, dia tahu ibunya tidak pernah tahan dengan orang yang selalu memprovokasinya. Hal yang tidak mungkin jika menang melawan ibunya yang berbintang cancer itu juga istilah yang sempat diberikan ayahnya dulu.

Seingat Aria, tidak jarang baginya melihat ibunya bercerita menggerutu di hadapan ayahnya dulu. Tapi kali ini, sosok ibunya berubah setelah ayah pergi. Bagi Aria, ibu adalah sosok yang kuat tanpa membiarkan orang lain mengusik kehidupannya terutama sang anak.

Memilih bersama ibu adalah pilihan Aria, dia tahu ayahnya meninggalkan uang simpanan ke orang tuanya untuk Aria. Dia sempat di beritahu oleh ayahnya, tapi melihat kondisi ibu dan neneknya tidak baik, Aria memilih diam dan hanya ikut dengan ibunya dalam kondisi apapun. Akan terasa tidak adil jika seorang suami hanya menyisihkan harta untuk orang tuanya tanpa sepengetahuan istri dan anak.

Bella juga berpikir keras hingga dia meninggalkan restaurant yang sudah tidak berselera karena kehadiran mantan adik iparnya. Dia memilih pergi dan kembali mencari tempat tinggal. Di tengah jalan, Bella malah bertemu dengan keluarganya yang sangat jauh dari dugaan bertemu dengannya di jalan.

"Astaga Bella, apa ini kamu! Aku tidak mengira Kamu ternyata tinggal di kota besar. Apa yang sedang kamu lakukan di sini. Ini anakmu?"

Tiba-tiba seorang wanita duduk di kursi kosong tanpa permisi, bahkan deretan pertanyaannya membuat Bella terdiam mengingat wanita yang ada di hadapannya itu. Berpakaian sedikit terbuka juga riasan yang merona memang tepat mendapatkan julukan wanita penghibur untuk Mona. Hanya saja Bella bertanya bagaimana bisa adik ibunya itu ada di sana bahkan mengenalinya setelah tidak pernah bertemu untuk sekian lama.

Mona tersenyum tanpa ragu meraih makanan yang ada di atas meja tanpa menghiraukan Bella yang sedari tadi menatapnya tajam.

"Emm, makanan di restaurant ini memang yang terbaik. Meski masih banyak yang lebih bagus sih! Tapi kenapa kalian ada di sini, apa ada tempat yang mau kalian tuju dengan beberapa barang bawaan yang cukup banyak di samping kalian?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status