Ternyata perasaan lega menyuat di dalam hati Bella, keluar dari rumah yang selama ini mengurungnya. Mungkin semasa hidup bertiga bersama limpahan kelembutan Rafa cukup memberi kenyamanan. Tapi kenyataannya, pria itu hanya membuat cangkang yang kokoh tanpa memberikan arti hidup yang sebenarnya kepada Bella. Mantan suaminya itu bahkan tidak meninggalkan harta apapun untuknya.
"Kita kemana Bu?" pertanyaan Aria membuyarkan lamunan Bella. Melihat mata indah anak gadisnya cukup memberi Bella semangat lagi."Pertama, kita cari tempat makan dengan uang ini!" seru Bella menarik putrinya mempercepat langkahnya.Aria tersenyum bersemangat mendengar ajakan ibunya. Dia tahu, jika ibunya sedang dalam kebingungan, dia akan menghabiskan beberapa makanan untuk memuaskan perutnya dulu baru berpikir langkah selanjutnya.Alih-alih makan di pinggir jalan, Bella mengajak Aria datang ke sebuah restauran yang belum sempat dia datangi bersama Rafa. Dia pikir cukup jika hanya sekedar makan di sana, Bella bersama anaknya masuk memesan makanan enak. Dilihat dari cara Aria makan cukup lahap dan menikmatinya, padahal pagi tadi mereka baru saja pergi ke pemakaman ayahnya sempat membuat Bella khawatir kesedihan putrinya.Melihat Aria yang menikmati makanannya, Bella menyadari kalau putrinya begitu pengertian padahal mereka seharusnya sedang dalam keadaan berduka. Rafa yang meninggal, orang tuanya yang tiba-tiba mengusir mereka seharusnya membuat Bella dan Aria sedih ataupun terpuruk. Meski alasan kuat Bella melawan orang tua Rafa tentang harta yang ada. Tapi kenyataan tentang isi rumah itu memang hasil dari uang ketika dia resign dari pekerjaannya.Tapi Bella harus bertahan hidup apalagi ada putrinya yang juga harus melanjutkan sekolahnya. Dia tidak pandai berdebat lama bersama orang-orang serakah seperti orang tua Rafa, tapi demi putrinya Bella akan melakukan banyak cara untuk mereka bertahan dengan baik."Apa kamu sedih, kenapa ibu merasa Aria tidak terlihat menangis?" tanya Bella sambil menopang dagu."Ayah mengatakan jangan menangis selagi dia pergi bertemu Tuhan. Bagi Aria, selama ada Ibu, itu sudah jauh dari cukup untuk Aria bisa makan enak," penjelasan Aria terdengar sederhana.Meski tersenyum mendengarnya, tapi Bella ingat Aria tidak akan pernah mengatakan keluhan apapun meski ada Rafa yang selalu memanjakannya. Memiliki anak yang hampir sama tangguhnya seperti dia membuat Bella merasa tenang. Tapi dia juga merasa khawatir Aria memendamnya tanpa mau terbuka."Makan yang banyak, kita masih harus cari tempat tinggal." Ucapan Bella dibalas anggukan Aria.Bella dan Aria sedang asik menikmati makanannya, tiba-tiba seseorang menepuk punggungnya membuat Bella menoleh ke arah seorang wanita berpakaian mewah mencolok membuat dia mengerutkan dahi menatapnya. Ternyata ada beberapa wanita lainnya juga ikut berdiri di sampingnya."Wah! Lihat siapa ini? Bukankah ini kakak iparku, eh mantan kakak ipar yah. Masih ada uangkah untuk bisa makan makanan restaurant?" Sindi tiba-tiba saja muncul mengejutkan Bella dan Aria yang sedang makan.Bukan Bella jika dia menanggapi omongan orang. Dia tetap makan tanpa menanggapi Sindi, hingga gadis itu merasa kesal hampir menggebrak meja makan."Anjing yang menggonggong tidak merusak barang orang lain."Sindi berhenti sejenak tanpa melancarkan aksinya menggebrak meja, dia tampak kesal mendengar ucapan pedas Bella. Terlebuh lagi ada begitu banyak temannya yang ikut mendengar ucapan Bella."Oh, masih bisa bicara sekarang ya?" sahut Sindi.Bukan hanya teman-temannya tapi pengunjung lain juga melihat ke arah mereka."Pelayan?" panggil Bella.Segera seorang pelayan pria menghampirinya. "Anda perlu sesuatu, Nona?" tanya nya."Hmm, setauku kenyamanan pelanggan di utamakan disini. Apa Anda akan membiarkan seseorang mengusik kenyamanan kami?" ucap Bella mendelik pada Sindi yang tertegun mendengarnya."Maaf Nona, silahkan Anda pergi dari sini!" ucap Pelayan."Nah, pergi sana. Kau tidak layak datang kesini!" seru Sindi keras."Bukan Nona ini, tapi Anda!" tegasnya."Hei, aku akan makan di sini ada hak apa Kau mengusirku?" teriak Sindi."Maaf Nona, Anda bahkan belum duduk dan memesan makanan. Jadi belum menjadi pelanggan kami, silahkan Anda mencari tempat Anda sendiri.""Aku akan duduk jika wanita ini pergi!" tegas Sindi."Haha, bodoh," tawa Bella pelan."Kau ....""Silahkan Nona!" Pelayan menunjukan jalan termasuk teman-teman Sindi menariknya ke tempat duduk."Sialan, hanya wanita sampah tapi berani mengusirku!" rutuk Sindi."Sudahlah, Kau tidak malu di liatin banyak orang?" balas temannya menarik Sindi pergi dari meja Bella.Melihat Sindi yang dibawa paksa oleh temannya membuat Aria khawatir akan perasaan ibunya. "Bu, apa tidak apa-apa?" tanya Aria."Kenapa, makananmu tidak enak?" balas Bella."Bukan itu, tapi tante ....""Dia tidak layak di panggil tante, mereka yang baik patut di panggil dengan sebutan yang baik. Bukankah istilah anjing menggonggong sangat pas?" ucap Bella tersenyum tipis di depan Aria.Aria hanya mengangguk, dia tahu ibunya tidak pernah tahan dengan orang yang selalu memprovokasinya. Hal yang tidak mungkin jika menang melawan ibunya yang berbintang cancer itu juga istilah yang sempat diberikan ayahnya dulu.Seingat Aria, tidak jarang baginya melihat ibunya bercerita menggerutu di hadapan ayahnya dulu. Tapi kali ini, sosok ibunya berubah setelah ayah pergi. Bagi Aria, ibu adalah sosok yang kuat tanpa membiarkan orang lain mengusik kehidupannya terutama sang anak.Memilih bersama ibu adalah pilihan Aria, dia tahu ayahnya meninggalkan uang simpanan ke orang tuanya untuk Aria. Dia sempat di beritahu oleh ayahnya, tapi melihat kondisi ibu dan neneknya tidak baik, Aria memilih diam dan hanya ikut dengan ibunya dalam kondisi apapun. Akan terasa tidak adil jika seorang suami hanya menyisihkan harta untuk orang tuanya tanpa sepengetahuan istri dan anak.Bella juga berpikir keras hingga dia meninggalkan restaurant yang sudah tidak berselera karena kehadiran mantan adik iparnya. Dia memilih pergi dan kembali mencari tempat tinggal. Di tengah jalan, Bella malah bertemu dengan keluarganya yang sangat jauh dari dugaan bertemu dengannya di jalan."Astaga Bella, apa ini kamu! Aku tidak mengira Kamu ternyata tinggal di kota besar. Apa yang sedang kamu lakukan di sini. Ini anakmu?"Tiba-tiba seorang wanita duduk di kursi kosong tanpa permisi, bahkan deretan pertanyaannya membuat Bella terdiam mengingat wanita yang ada di hadapannya itu. Berpakaian sedikit terbuka juga riasan yang merona memang tepat mendapatkan julukan wanita penghibur untuk Mona. Hanya saja Bella bertanya bagaimana bisa adik ibunya itu ada di sana bahkan mengenalinya setelah tidak pernah bertemu untuk sekian lama.Mona tersenyum tanpa ragu meraih makanan yang ada di atas meja tanpa menghiraukan Bella yang sedari tadi menatapnya tajam."Emm, makanan di restaurant ini memang yang terbaik. Meski masih banyak yang lebih bagus sih! Tapi kenapa kalian ada di sini, apa ada tempat yang mau kalian tuju dengan beberapa barang bawaan yang cukup banyak di samping kalian?"Sudah berapa hari Noah melakukan perjalanan yang melelahkan berhadapan dengan para tetua besar dengan segala ambisi mereka yang membuat kepalanya sakit. Malam hari ketika dia sampai rumah dengan badan yang lelah, masih seperti biasa. Para pelayan sudah berbaris siap menyambut kedatangannya, awalnya Noah mengabaikan hal itu. Namun seketika dia teringat kalau di kediamannya ada Bella yang juga ikut menyambut kedatangannya. Panik sambil tertegun, Noah ingat Bella tidak menyukai rutinitas itu apalagi harus ikut melakukannya. "Bubar!" Sontak mereka yang mendengar penegasan nyaring dari Noah saling pandang keheranan. "Apa aku perlu mengulangnya?" tatapan tajam Noah membuat semuanya ketakutan berlalu pergi setelah membungkuk mendahului Noah kecuali Bella. Melihat Noah berjalan ke arahnya, Bella mulai memperbaiki pakaiannya. "Kenapa dia tiba-tiba menyeramkan, malah mendekat kesini!" rutuk batin Bella. Senyum simpul di wajah Noah mengejutkan Leo yang masih penasaran alasan tuan m
Sampai di depan mobil, Bella berjalan mendekat meihat Noah masih berwajah dingin acuh tak menghiraukannya. Duduk di samping Noah, Bella memikirkan cara agar bisa mengembalikan suasana antara dia dengan Noah. "Aku harus apa?" batin Bella kesulitan mengawali perbincangan. Akhirnya, sampai di rumahpun tidak ada perbincangan di antara Bella dan Noah. Padahal Noah berharap Bella akan membujuknya dengan baik. Tapi malah mengabaikannya seakan tindakannya adalah hal biasa dan tidak ada yang terjadi. "Wanita ini memang tidak berperasaan!" rutuk batin Noah. Disambut Aria ketika turun dari mobil, Bella tersenyum masam sambil berbalik melihat kepada Noah yang sudah pergi begitu saja masuk ke dalam rumah. Aria menarik tangan ibunya yang terdiam, Bella masih kebingungan harus mengatakan apa pada Noah. Langkah kakinya pelan berharap Noah berbalik dan mengajaknya bicara lagi seperti sebelumnya. Aria penasaran apa yang terjadi antara Noah dan ibunya. "Apa sesuatu terjadi, Bu?" tanya Aria. "Tidak
Di suasana yang cukup tenang, Bella merasa dirinya jauh lebih baik setelah banyak bicara dengan Noah. Padahal selama ini, tidak pernah ada hal untuknya berbicara pada seseorang apalagi tentang kehidupannya. Terlebih Noah yang baru dia kenal. "Aku mau pergi ke suatu tempat dulu," pamit Bella setelah merasa harus segera ke toilet dengan perasaan yang dia tahan. "Apa mau aku temani?" sahut Noah. Pertanyaannya membuat Bella terkejut sambil menggelengkan kepala malu. Bella berbalik pergi membiarkan Noah melihatnya melangkah pergi ke arah toilet. Dia bergumam membicarakan pria yang tanpa ragu menawarkan diri untuk menemaninya hanya untuk pergi ke toilet. "Apa dia sedang mengujiku atau memang dia tidak tahu batasan antara wanita dan pria?" Di tengah perjalanan, Bella malah berpapasan dengan orang-orang yang tidak pernah dia harapkan untuk bisa bertemu apalagi sampai berbicara dengannya. Mereka saling menatap, Bella yang mencoba mengabaikan.
Bella merasa heran bagaimana bisa Noah mengajaknya ke sebuah sekolah elit yang terkenal di kota besar, mereka masuk disambut dengan baik malah tanpa ada kesulitan apapun. "Apa Aria akan menyukainya?" Bella masih memperhatikan area sekolah termasuk deretan fasilitas yang kemungkinan jauh lebih memadai di sekolah itu. "Dia pasti menyukainya," balas Bella."Itu bagus." Pembicaraan Noah bersama pemimpin sekolah juga memperkenalkan Bella padanya tentang anak mereka yang akan sekolah di sana. Walau tanpa ragu Noah mengatakan kalau mereka keluarga, tapi Bella merasa itu jauh lebih baik dibanding harus menutupinya dengan banyak hal yang akannmempersulit mereka. Setelah dapat persetujuan dan juga mendapat kelas yang bagus untuk Aria, Noah dan Bella berencana kembali ke rumah sekarang. Namun, saat di perjalanan Noah sengaja mengurangu kecepatan mobil untuk mencari moment bicara pada Bella. "Jadi itu yang Kamu maksud sesuatu yang membuatku senang?" tanya Bella tiba-tiba. "Lalu bagaimana?"
Penegasan Noah tentang pekerjaannya, membuat Bella berpikir keras. Apalagi sudah ada perjanjian kontrak kerja di hadapan mereka sekarang. "Entah sejak kapan Leo membuatkan surat kerja sedetail itu? Apa hidupku akan jauh lebih baik dari penjara jika ada di sini?" geruru batin Bella. Bella berpikir lama sebelum dia menandatangani perjanjian kontrak kerja itu, apalagi tujuannya hanyalah kebaikan dan masa depan Aria yang sampai saat ini masih belum kembali sekolah. "Leo akan mengurus sekolah baru untuk Aria, tidak perlu memikirkan apapun lagi," ucap Noah lagi. "Bagaimana dengan sekolah yang sebelumnya?" tanya Bella. "Sudah aku bilang, Leo akan mengurusnya. Apa yang membuatmu khawatir sekarang?" balas Noah. "Aku ... Seharusnya Kamu tanyakan dulu padaku dan kita berbicra dengan putriku," ucap Bella ragu-ragu. "Bukankah ini sedang kita bicarakan?" balas Noah. Bella merasa tidak bisa banyak bicara lagi, dia membaca isi kontrak satu sama lain. Meski Noah tidak mengatakan apapun tentang
"Sayangnya wanita itu sama sekali tidak menyadari semua perkataanku, seharusnya dia mengerti tentang apa yang ku katakan bahwa dia adalah wanitaku tadi. Tapi ternyata wanita itu sangatlah tidak peka sampai membuat aku malah ingin menariknya dan menegaskan tentang keberadaannya di sini."Noah berbicara sendiri di dalam hati dan pikirannya, tanpa menghiraukan Leo yang sedari tadi memperhatikannya."Kalau saja aku tidak ditekan mungkin aku tidak akan mengikuti kencan buta yang dibuat oleh nenek," ucap Noah membuang nafas berat. Leo yang mendengarnya berpikir sejenak hingga Dia berbicara. "Bukankah Nona Bella sudah ada di sini Tuan! Kenapa anda tidak melakukan seperti rencana Anda sebelumnya?"Ucapan Leo sejenak membuat Noah berpikir keras, dia tidak tahu kalau pernah membicarakan tentang Bella yang akan menjadi wanita pura-pura di hadapan keluarganya."Bukankah itu akan jauh lebih baik jika itu sungguhan?" ucap Noah tersenyum menyeringai."Anda tidak perlu berlebihan Tuan, bukankah nona