Share

Ketika Mafia Terjerat Janda
Ketika Mafia Terjerat Janda
Penulis: Hertibilkis

Bab 1. Hanya Meninggalkan Derita

Hari di mana awal mula kehidupan berubah di alami Bella Siva. Biasanya jam makan siang begini, seorang pria datang meminta di buatkan kopi dan makan siang. Padahal jarak kembali ke tempat kerja memakan waktu 20 menit, tapi Rafa tetap pulang demi makanan istrinya. Senyum lembut dan tutur katanya membuat hati Bella terasa sakit menyadari kenyataan jika moment seperti itu tidak akan terulang lagi ketika sang suami meninggal.

Pernikahan yang indah selama 14 tahun di jalani kini harus rela di tinggal, Rafa memang sudah sakit selama satu bulan tapi dia tidak pernah mengeluh terkecuali minta pelukan hangat setiap malam ketika dia merasakan tubuhnya melemah. Merawat suami tercinta tidak pernah membuat Bella mengeluh sekalipun. Kebahagiaan yang dia alami selama bersama tidak bisa menghilang begitu saja hanya karena suami jatuh sakit.

Kemarin malam Rafa meninggal di pelukan Bella, di pagi harinya dia menemukan suaminya tidak bernafas tanpa pamit. Bella sadar, Rafa memang sudah sering mengingatkan dia untuk tidak menyerah apalagi terpuruk hanya karena kehilangan seseorang.

"Selama Kamu bersemangat, maka akan ada banyak orang baik yang selalu mendampingimu meski bukan aku. Jadilah dirimu sendiri, tanpa bergantung pada orang lain selain aku."

Bella sangat ingat pesan yang sering di katakan Rafa, keluarga besar Rafa sudah siap memakamkan putra sulungnya. Terlihat dari raut wajah dan tatapan mereka tidak pernah menyukai Bella meski sudah lama menikah.

"Bu?"

Bella tersadar masih ada seseorang yang masih berada di sisinya, yaitu putri satu-satunya dari Rafa yang baru berusia 13 tahun bernama Aria. Senyum menguatkan dari gadis itu membuat Bella menarik nafas mengangguk sambil menggenggam tangan putrinya.

Selesai memakamkan, keluarga Rafa meninggalkan pemakaman sambil berdelik tidak suka pada Bella dan putrinya.

"Bella, kita harus bicara di rumah."

Pesan dari seorang wanita paruh baya di balas anggukan Bella, tampak tegas pergi lebih dulu meninggalkan pemakaman. Bella menghela nafas pelan sambil menyentuh papan nisan suaminya.

"Benar apa katamu, aku memang harus kuat dan siap menghadapi kehidupan termasuk apa yang akan terjadi jika aku sudah tidak bergantung padamu lagi," ucap Bella di hadapan makam suaminya.

Aria masih berada di samping ibunya menemani, dia juga terlihat tegar meski Bella sudah menyuruhnya untuk menangis. Bella tahu, Aria hanya akan selalu memegang teguh nasihat ayahnya termasuk sebelum kepergiannya. Bella pikir, Rafa juga mengingatkan Aria untuk bersikap kuat dalam menghadapi apapun yang terjadi.

"Kita pulang, Bu?" ajak Aria.

"Ya, jika menunggu lebih lama lagi. Mungkin koper dan barang-barang kita sudah di luar, Sayang."

Pahit saat mengatakannya, Bella tahu rumah itu atas nama orang tua Rafa. Meski Bella sempat berusaha untuk meminta Rafa memisahkan bagiannya dengan Aria, tapi dia tidak tahu jika semua aset sudah beralih nama atas nama orang tua Rafa.

Bella mendengarnya saat petugas sedang memandikan suaminya. Kedua mertuanya tertawa mengatakan jika semuanya sudah menjadi atas nama mereka. Alasan itu juga yang membuat Bella enggan untuk menangisi suami yang hanya berguna saat hidup tapi tidak untuk di kenang dan di tangisi karena hanya meninggalkan kepahitan untuk anak dan istrinya.

Benar saja, saat sampai di rumah. Kedua adik Rafa sudah di luar pintu sambil memegang dua koper termasuk milik Aria.

"Lama sekali si! Padahal Kau bahkan tidak sedih sama sekali saat kakak aku mati!" rutuk Sindi.

"Ya, hanya air mata palsu yang keluar dari Aria. Mungkin karena masih darah daging kak Rafa makanya dia menangis," sambung Taufik.

"Masuk!" ajak ibu Rafa.

Tanpa kata atau menanggapi kedua mantan adik iparnya, Bella masih memegang erat tangan Aria masuk ke rumah yang sudah berubah menjadi dingin. Kedua mertuanya sudah duduk bersikap di sofa menunggu Bella.

"Karena Rafa sudah tidak ada, rumah ini akan di ambil alih untuk Taufik. Karena ini masih rumah ibu," ucapnya.

"Untuk Aria, kamu ikut Kakek, Nenek yah?" ajak Pak Bara.

"Ya, Aria tidak akan aman jika bersama Kamu!" sambung Ibu Rafa.

"Kamu sudah boleh pergi hari ini juga, koper sudah siapkan?" sahut Taufik.

Bella masih belum bicara, dia memang sempat menduga hal ini akan terjadi. Perasaan merendahkannya untuk mantan suaminya sangat besar kali ini ketika ternyata pria yang dia hormati dan sayang ternyata tak sebaik itu memberikan satu rumah untuk anaknya.

"Atau Kamu masih mau bawa barang-barangmu, ambillah!" seru Ibu Rafa masih merasa canggung ketika Bella malah terdiam.

"Ngomong dong Mbak Bella!" protes Sindi.

"Sudahlah, biarkan mereka istirahat dulu. Aria mungkin kecapean," sambung Pak Bara.

"Hmm, tidak perlu. Aku akan ambil barang yang perlu saja, setelah itu pergi dari sini," ucap Bella.

"Aria?" sahut Ibu Rafa.

Bella menoleh ke arah anaknya. "Dia juga yang akan putuskan ikut siapa!" tegas Bella.

"Tentu saja Aria akan bersama Ibu," sambung Aria ikut berdiri.

"Aria, Kamu akan menderita jika ikut dengan ibumu!" bujuk Ibu Rafa ketakutan.

"Akan lebih menakutkan jika Aria tidak bersama Ibu," jawab Aria.

Bella menyeringai menarik anaknya untuk berkemas, ke kamar mereka. Meski keluarga suaminya masih ada di ruang tamu, tapi mereka senang ketika berhasil membuat Aria keluar dari rumah.

"Aku pergi dulu Bu, ada urusan!" pamit Taufik.

"Ya, sana."

"Sindi juga sebentar lagi dijemput Boy, Bu!" sambung Sindi.

Kedua anaknya pergi setelah memastikan Bella akan pergi dari rumah. Kedua meetua Bella saling terpaku saat ada beberapa pria datang membawa mobil bak masuk ke dalam rumah mengambil beberapa perabot rumah.

"Sofa depan dan ruang tamu, Bella yang beli dari hasil pesangon kerja. Televisi dan kulkas juga, beserta perabot rumah di dalam matras juga hasil dari uang Bella. Jadi tidak ada dari Rafa," ucap Bella berdiri di samping ayah dan ibu mertuanya.

"Kamu ...."

"Hmm, bingkai poto ini juga Bella yang buat guna dari uangku jadi ibu ambil saja potonya, aku tidak perlu."

Ada banyak perabot rumah yang sudah di angkut oleh tukang membuat kedua mertua Bella terkejut. Mereka pikir barang-barang mewah yang ada di rumah adalah hasil anaknya tapi ternyata Bella berani mengambilnya tanpa ragu.

"Kenapa, apa di suratnya ada atas nama perabot isi rumah? Hmm mungkin ada yang di beli dari uang Rafa, apa yah? Oh, rak sepatu ini kayanya. Ya sudah Bella tinggalkan," ucap Bella menyisihkan rak sepatu tiga undak ke hadapan ibu mertuanya yang masih terdiam.

Kosong melongpong rumah yang sangat besar itu tanpa perabot rumah termasuk lemari pajangan di ruang tengah dia ambil. Mobil bak besar itu muat untuk perabot isi rumah. Bella merasa puas ketika dia memiliki ide gila untuk membawa barang-barang di dalam rumah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status