Beranda / Romansa / Ketua Geng itu Suamiku / Bab 1. Terlambat Pulang

Share

Ketua Geng itu Suamiku
Ketua Geng itu Suamiku
Penulis: Vya Kim

Bab 1. Terlambat Pulang

Penulis: Vya Kim
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-27 18:40:01

“Eh, Yu! Elo gantiin gue piket, ya! Gue lagi banyak urusan!” ujar Jeni ke gue yang tak sempat menolak.

Jeni segera memakai tas-nya terburu-buru entah memang ada urusan atau memang ingin menghindari tugas piketnya hari ini. Terpaksa gue pun melempar tas yang sempat gue kenakan dengan kesal ke bangku gue lagi, dan mulai menjalankan piket kelas.

Waktu berlalu, gue menghela napas panjang, lelah setelah piket yang seakan nggak ada habisnya. Sapu di tangan kanan gue, gue genggam erat, sementara mata gue ngelirik jam dinding yang tergantung di kelas.

Sudah lewat pukul lima sore, dan sekolah mulai sepi. Hampir semua murid sudah pulang, kecuali beberapa teman gue yang masih sibuk membereskan ruang kelas.

"Kenapa juga sih gue harus nurutin si Jeni cewek manja kayak dia? Seenaknya aja nyuruh-nyuruh gue!" gumam gue sambil menyapu sisa-sisa sobekan kertas yang berserakan di lantai, sambil mendengus kesal.

“Nih, kerjaan bocah laki-laki lempar-lempar kertas! Perang kertas apaan coba. Nyusahin yang piket!” Gue terus menggerutu nggak ikhlas ngerjain piket hari ini. Iya lah nggak ikhlas! Harusnya ini si Jeni Tuan Putri itu yang ngerjain!

Setelah selesai, gue simpan sapu di pojok kelas. "Udah, beres. Gue butuh istirahat, nih," ujar gue ke teman-teman lain sambil melangkah keluar kelas.

Udara sore yang mulai dingin menyapu wajah gue, buat gue sedikit rileks setelah seharian terjebak di ruangan.

Daripada langsung pulang, gue memutuskan untuk istirahat sebentar di belakang sekolah. Tempat ini selalu jadi spot favorit gue kalau mau menjauh dari keramaian. Apalagi sekarang, dengan sekolah yang hampir kosong, suasananya tenang banget.

Gue berjalan melewati lorong-lorong sekolah yang semakin sepi. Sesekali masih terdengar suara obrolan dari beberapa anak yang juga kebagian piket, tapi gue memilih nggak ikut campur. "Gue capek. Nggak mood buat ngobrol."

Begitu sampai di belakang sekolah, gue menyandarkan punggung gue ke dinding, memejamkan mata. "Cuma sebentar aja, sebelum pulang," pikir gue. Rasanya damai di sini, jauh dari hiruk pikuk sekolah, seolah dunia sedang berhenti sejenak.

Gue baru aja mau merem sebentar, nikmatin angin sore yang sejuk, ketika tiba-tiba suara ribut dari arah belakang bikin gue waspada. Awalnya gue nggak terlalu peduli, tapi semakin lama suara itu makin jelas, kayak ada yang berantem.

"Gila, apaan tuh?" gumam gue, penasaran. Rasa capek gue langsung hilang entah ke mana. Gue berdiri dan pelan-pelan ngintip dari balik tembok, nggak jauh dari tempat gue tadi bersandar.

Pandangan gue langsung ketancap ke arah lapangan kecil yang jarang dipake, dan lo tahu siapa yang ada di sana? Bin. Si anak berandal sekolah yang sering banget bikin onar. Dia lagi ribut sama beberapa anak yang gue nggak kenal.

Gue ngelihat mereka saling dorong, dan Bin, ya Tuhan … dia lagi ngerebut sesuatu dari tangan salah satu cowok di situ. Gue nggak jelas lihatnya dari jauh, tapi yang pasti, itu kayak bungkusan kecil warna putih. Serbuk putih. Apa … narkoba?

"Gila, beneran nih? Dia jualan narkoba juga apa beli narkoba?" jantung gue tiba-tiba berdetak kencang. Gue panik. Gue harus cabut dari sini, sebelum gue kepergok lihat mereka.

Gue langsung muter balik dan lari secepat mungkin. Gue nggak peduli baju gue kena tanah, nggak peduli seragam gue ketarik ranting-ranting tajam yang bikin robek. Yang ada di pikiran gue cuma satu, gue harus jauhin mereka!

Tapi sialnya, kaki gue keseleo pas gue nginjek akar pohon. Rasanya nyeri, tapi gue nggak berhenti. Gue paksain buat lari, tapi langkah gue makin pelan. Gue ngerasa ada yang ngejar di belakang, dan lo tahu siapa?

"Lo mau ke mana?" suara berat itu terdengar jelas banget di telinga gue.

Gue menoleh, dan gue lihat Bin! Dan ya …, gue ketangkep!

"Shit!" gue mengumpat dalam hati. Keringet dingin mulai ngalir di pelipis gue.

Gue nggak sempet ngelawan waktu Bin narik tangan gue dan ngebawa gue pergi. Nafas gue masih ngos-ngosan, kaki gue sakit, tapi gue dipaksa buat jalan. "Lo apaan sih! Lepasin gue!" teriak gue sambil ngebet narik tangan, tapi cengkeraman Bin kuat banget.

"Diam," jawabnya dingin, tanpa lihat ke arah gue.

Pikiran gue makin kacau. Gue nggak tahu dia mau ngapain gue, dan makin jauh kita jalan, makin gue sadar kalo arah kita menuju… gudang sekolah? Tempat yang paling sering dipake buat hal-hal yang nggak bener. "Bin, lo mau bawa gue ke mana?!"

Tapi dia nggak jawab apa-apa. Dia terus narik gue masuk ke dalam gudang itu. Pintu besinya berderit pas dibuka, dan gue langsung diseret masuk. Lampu remang-remang bikin suasananya makin nyeremin. Gudang ini kayak tempat yang ditinggalin, banyak barang berdebu, dan bau apek langsung nyerang hidung gue.

"Lo denger ya!" Bin akhirnya ngomong sambil dorong gue ke tembok. "Jangan pernah ikut campur urusan gue!"

Gue mau bales, tapi lidah gue kelu. Jantung gue berdegup kencang, dan otak gue nggak bisa mikir jernih. Gue cuma bisa mundur pelan-pelan, sambil nahan rasa takut yang mulai merambat ke seluruh tubuh gue.

Tapi sebelum gue bisa buka mulut, pintu gudang kebuka keras.

"Eh! Kalian ngapain di sini?"

Suara itu bikin gue dan Bin langsung noleh bersamaan. Security sekolah berdiri di depan pintu dengan mata melotot, lihat gue dan Bin di pojokan gudang, dengan posisi gue yang kelihatan… nggak bener. Baju gue yang robek, nafas gue yang masih tersengal-sengal. Gue langsung panik.

"Pak, ini nggak kaya yang bapak pikirin!" Gue nyoba ngomong, tapi security itu udah keburu narik kesimpulan.

"Ya ampun, kalian mesum di sekolah?! Gila, ini udah keterlaluan!" dia langsung ngeluarin walkie-talkie.

Gue cuma bisa melotot ke arah Bin. Mati gue!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 68. Ending

    Dua Tahun KemudianDua tahun sudah berlalu sejak semua kekacauan itu terjadi. Sekarang hidup gue jauh lebih tenang, lebih teratur, dan lebih bahagia.Mbin akhirnya masuk kuliah tahun lalu, sementara gue sendiri udah jadi seniornya. Iya, gue senior Bin sekarang. Kocak banget nggak sih? Tapi di kampus, semua orang udah tahu kalau kita suami istri. Udah bukan rahasia lagi kalau kita kemana-mana selalu berdua.Dan ... kalau pulang, ada si kecil yang selalu nungguin gue.Iya, setelah setahun lebih kuliah, gue dan Bin akhirnya memutuskan buat nggak menunda punya anak. Sekarang, gue udah jadi ibu dari seorang bayi laki-laki yang super lucu.Namanya Bintang.Dia baru enam bulan, tapi ya ampun, ganteng banget! Mirip banget sama Bin, kayak versi mininya. Makanya kita sengaja kasih nama Bintang, biar tetep ada unsur "Bin" di namanya."Dia yang nyinari hidup gue sekarang."Kadang gue suka mikir, nanti kalau gue lulus kuliah

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 67. Baikan

    Begitu sampai di kampus, gue langsung menuju bangku taman buat duduk sebentar. Pagi ini matahari nggak terlalu terik, tapi tetep aja gue ngerasa gerah, apalagi pakai turtleneck gini. Tapi nggak ada pilihan, kan ya?Baru aja pantat gue mendarat di bangku, Siska dan Arum langsung nanya dengan tatapan penuh kecurigaan."Kenapa jalan lo aneh?""Nggak apa-apa ah," gue buru-buru jawab, berusaha santai sambil langsung duduk. Tapi ya tetep aja, gue tahu mereka pasti sadar.Si Nunu, yang udah lebih pengalaman dalam hal beginian, duduk di samping gue sambil nyengir penuh arti. Bedanya, dia agak menjauh dari anak-anak GGS lain, kayak mau nyulik gue buat interogasi."Tch, belah duren si Mbin euy!" katanya sambil nuduh terang-terangan.Gue langsung melotot ke arah dia."Yaaa! Shibal Sekiya anjir!" Gue spontan ngumpat pake bahasa Korea, ala-ala drama yang biasa gue tonton.Tapi si Nunu malah ngakak, makin jadi anjir!

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 66. Mau Nunda ata Gass aja?

    Pagi ini gue bangun dengan tubuh masih terasa remuk. Gue mengerjap pelan, menyesuaikan diri dengan cahaya yang masuk dari celah tirai jendela.Mbin ada di samping gue, masih kebluk tidur, napasnya teratur, dan... tanpa baju!Astaga! Gue juga!Refleks, gue langsung narik selimut buat nutupin badan gue, walau sebenarnya udah nggak ada gunanya juga. Malam tadi dia udah melihat semuanya, menyentuh semuanya, dan... merasakan semuanya.Gue buru-buru meraih baju-baju gue yang bertebaran di lantai, yang dia lempar sembarangan semalam. Ckck, gila, predator memangsa ini mah. Tapi ya, dia lembut banget, karena tahu ini pertama kalinya buat gue.Semalam, dia sempat khawatir dan kasihan lihat gue kesakitan. Tapi pada akhirnya, dia juga nggak bisa nahan lagi.Gue bangkit dari ranjang dengan kaki yang terasa pegal, lalu tertatih masuk ke kamar mandi. Begitu gue berdiri di depan cermin, gue langsung menahan napas.Ya ampun.Ref

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 65. Fade to Black

    "Maafin aku, Yu." Napasnya terasa hangat di tengkuk gue, sedikit bergetar, seolah menyimpan semua beban yang selama ini dia pikul sendirian. Lalu perlahan, dia menarik diri dari pelukan, menatap gue lekat-lekat dengan mata yang menyimpan banyak cerita. Ada kelelahan, ada kesedihan, tapi juga ada ketulusan di sana. "Terus kamu nggak daftar kuliah karena harus urus Mama, ya?" tanya gue pelan. Dia nggak langsung jawab, cuma tersenyum tipis sebelum menuntun gue duduk di tepi ranjang. Tangannya masih menggenggam tangan gue, erat seolah nggak mau kehilangan lagi. "Ya, itu keadaannya. Nggak apa-apa 'kan, Yu? Aku bisa daftar kuliah tahun depan. Sementara nunggu, aku mau urus bengkel dulu. Mama juga udah sembuh, udah bisa jalan, ke toilet sendiri," katanya lirih. Suaranya sedikit bergetar, dan matanya yang berkaca-kaca menatap ke awang-awang, seakan sedang mengenang masa-masa sulit yang baru saja dia lewati.

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 64. Haru

    Mbin menggenggam tangan gue erat, seakan nggak mau gue ragu atau malah mundur. Dia menuntun gue masuk ke dalam rumah, ke tempat yang dulu gue anggap sebagai rumah gue juga. Hawa di dalam masih sama seperti yang gue ingat, hangat, tapi tetap terjaga kondisi rumahnya.Dia terus menuntun gue ke arah kamar utama. Setiap langkah yang gue ambil terasa semakin berat, karena gue nggak tahu apa yang bakal gue temuin di dalam sana. Perasaan gue nggak enak, tapi gue tetap mengikuti langkahnya.Begitu Mbin membuka pintu kamar, pandangan gue langsung tertuju pada dua sosok yang gue kenal betul.Gue terdiam. Jantung gue serasa berhenti berdetak sejenak.Di dalam kamar itu, duduk seorang wanita di kursi roda. Beliau menoleh ke arah gue dengan senyum lembut yang begitu gue rindukan."Mama?" Gue menyebutnya pelan, hampir seperti bisikan.Ibunya Mbin, yang selama ini gue panggil 'Mama', menatap gue penuh kasih sayang. Tapi kenapa ... kenapa beliau

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 63. Kecewa

    Akhirnya, momen yang selama ini gue tunggu-tunggu juga datang. Gue sama temen-temen diterima di universitas impian. Meskipun minat kita beda-beda, tetep aja kita selalu kompak dan kumpul bareng. Anak-anak GGS, yang udah dikenal sebagai sosok pemberani dan berjiwa teknik, pada ambil jurusan Teknik Mesin, ada juga yang masuk jurusan Manajemen buat ngelola bisnis bengkel kita nanti. Sementara itu, gue sendiri memilih jurusan Sastra Bahasa, persis seperti yang gue rencanakan dari dulu. Meskipun gedung fakultas kita beda, tapi setiap sore, kita selalu ngumpul di satu spot di taman kampus, tempat yang udah jadi saksi dari tawa, cerita, dan rindu yang kita bagi bersama. Tapi, ada satu hal yang bikin hati gue masih berat, yaitu Bin. Dia selalu bilang bakal nyusul daftar kuliah, bilang "Tunggu, Yu, nanti aku bakal nyusul daftar kuliahnya." Tapi sekarang udah lewat enam bulan, dan gue belum pernah lihat dia muncul di hadapan gue, nggak di kampus m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status