Home / Romansa / Ketua Geng itu Suamiku / Bab 15. Ditolongin Dia

Share

Bab 15. Ditolongin Dia

Author: Vya Kim
last update Last Updated: 2025-02-17 20:13:09

Gue udah tiduran di aspal, napas gue masih nggak beraturan. Rasanya kaki gue perih banget, dan jidat gue mulai berdenyut nyeri, bikin kepala gue pusing.

"Ayu! Lo nggak apa-apa?" Suara Arum gemetar, dia langsung angkat gue dan mangku kepala gue di pahanya. Gue ngelihat wajahnya pucat banget.

Dari jauh terdengar suara warga ribut ngejar motor-motor yang barusan lewat. "Serigala Hitam!" teriak mereka keras, bikin gue tambah tegang. Serigala Hitam? Bukannya itu geng motor lawannya GGS?

Gue mau ngomong, tapi bibir gue kelu. Perih di kaki gue makin berasa, campur sama debu jalanan yang kayaknya nempel di luka gue.

"Pak, tolong bantuin!" Arum minta bantuan ke seorang bapak-bapak yang kebetulan lewat. Tanpa banyak tanya, si bapak langsung bantu bopong gue pelan-pelan.

"Bawa ke warung aja, ada bangku panjang di sana," kata si bapak.

Dengan hati-hati, mereka bopong gue ke warung seblak di ujung gang. Gue tiduran di bangku panjang, kepala g
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 68. Ending

    Dua Tahun KemudianDua tahun sudah berlalu sejak semua kekacauan itu terjadi. Sekarang hidup gue jauh lebih tenang, lebih teratur, dan lebih bahagia.Mbin akhirnya masuk kuliah tahun lalu, sementara gue sendiri udah jadi seniornya. Iya, gue senior Bin sekarang. Kocak banget nggak sih? Tapi di kampus, semua orang udah tahu kalau kita suami istri. Udah bukan rahasia lagi kalau kita kemana-mana selalu berdua.Dan ... kalau pulang, ada si kecil yang selalu nungguin gue.Iya, setelah setahun lebih kuliah, gue dan Bin akhirnya memutuskan buat nggak menunda punya anak. Sekarang, gue udah jadi ibu dari seorang bayi laki-laki yang super lucu.Namanya Bintang.Dia baru enam bulan, tapi ya ampun, ganteng banget! Mirip banget sama Bin, kayak versi mininya. Makanya kita sengaja kasih nama Bintang, biar tetep ada unsur "Bin" di namanya."Dia yang nyinari hidup gue sekarang."Kadang gue suka mikir, nanti kalau gue lulus kuliah

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 67. Baikan

    Begitu sampai di kampus, gue langsung menuju bangku taman buat duduk sebentar. Pagi ini matahari nggak terlalu terik, tapi tetep aja gue ngerasa gerah, apalagi pakai turtleneck gini. Tapi nggak ada pilihan, kan ya?Baru aja pantat gue mendarat di bangku, Siska dan Arum langsung nanya dengan tatapan penuh kecurigaan."Kenapa jalan lo aneh?""Nggak apa-apa ah," gue buru-buru jawab, berusaha santai sambil langsung duduk. Tapi ya tetep aja, gue tahu mereka pasti sadar.Si Nunu, yang udah lebih pengalaman dalam hal beginian, duduk di samping gue sambil nyengir penuh arti. Bedanya, dia agak menjauh dari anak-anak GGS lain, kayak mau nyulik gue buat interogasi."Tch, belah duren si Mbin euy!" katanya sambil nuduh terang-terangan.Gue langsung melotot ke arah dia."Yaaa! Shibal Sekiya anjir!" Gue spontan ngumpat pake bahasa Korea, ala-ala drama yang biasa gue tonton.Tapi si Nunu malah ngakak, makin jadi anjir!

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 66. Mau Nunda ata Gass aja?

    Pagi ini gue bangun dengan tubuh masih terasa remuk. Gue mengerjap pelan, menyesuaikan diri dengan cahaya yang masuk dari celah tirai jendela.Mbin ada di samping gue, masih kebluk tidur, napasnya teratur, dan... tanpa baju!Astaga! Gue juga!Refleks, gue langsung narik selimut buat nutupin badan gue, walau sebenarnya udah nggak ada gunanya juga. Malam tadi dia udah melihat semuanya, menyentuh semuanya, dan... merasakan semuanya.Gue buru-buru meraih baju-baju gue yang bertebaran di lantai, yang dia lempar sembarangan semalam. Ckck, gila, predator memangsa ini mah. Tapi ya, dia lembut banget, karena tahu ini pertama kalinya buat gue.Semalam, dia sempat khawatir dan kasihan lihat gue kesakitan. Tapi pada akhirnya, dia juga nggak bisa nahan lagi.Gue bangkit dari ranjang dengan kaki yang terasa pegal, lalu tertatih masuk ke kamar mandi. Begitu gue berdiri di depan cermin, gue langsung menahan napas.Ya ampun.Ref

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 65. Fade to Black

    "Maafin aku, Yu." Napasnya terasa hangat di tengkuk gue, sedikit bergetar, seolah menyimpan semua beban yang selama ini dia pikul sendirian. Lalu perlahan, dia menarik diri dari pelukan, menatap gue lekat-lekat dengan mata yang menyimpan banyak cerita. Ada kelelahan, ada kesedihan, tapi juga ada ketulusan di sana. "Terus kamu nggak daftar kuliah karena harus urus Mama, ya?" tanya gue pelan. Dia nggak langsung jawab, cuma tersenyum tipis sebelum menuntun gue duduk di tepi ranjang. Tangannya masih menggenggam tangan gue, erat seolah nggak mau kehilangan lagi. "Ya, itu keadaannya. Nggak apa-apa 'kan, Yu? Aku bisa daftar kuliah tahun depan. Sementara nunggu, aku mau urus bengkel dulu. Mama juga udah sembuh, udah bisa jalan, ke toilet sendiri," katanya lirih. Suaranya sedikit bergetar, dan matanya yang berkaca-kaca menatap ke awang-awang, seakan sedang mengenang masa-masa sulit yang baru saja dia lewati.

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 64. Haru

    Mbin menggenggam tangan gue erat, seakan nggak mau gue ragu atau malah mundur. Dia menuntun gue masuk ke dalam rumah, ke tempat yang dulu gue anggap sebagai rumah gue juga. Hawa di dalam masih sama seperti yang gue ingat, hangat, tapi tetap terjaga kondisi rumahnya.Dia terus menuntun gue ke arah kamar utama. Setiap langkah yang gue ambil terasa semakin berat, karena gue nggak tahu apa yang bakal gue temuin di dalam sana. Perasaan gue nggak enak, tapi gue tetap mengikuti langkahnya.Begitu Mbin membuka pintu kamar, pandangan gue langsung tertuju pada dua sosok yang gue kenal betul.Gue terdiam. Jantung gue serasa berhenti berdetak sejenak.Di dalam kamar itu, duduk seorang wanita di kursi roda. Beliau menoleh ke arah gue dengan senyum lembut yang begitu gue rindukan."Mama?" Gue menyebutnya pelan, hampir seperti bisikan.Ibunya Mbin, yang selama ini gue panggil 'Mama', menatap gue penuh kasih sayang. Tapi kenapa ... kenapa beliau

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 63. Kecewa

    Akhirnya, momen yang selama ini gue tunggu-tunggu juga datang. Gue sama temen-temen diterima di universitas impian. Meskipun minat kita beda-beda, tetep aja kita selalu kompak dan kumpul bareng. Anak-anak GGS, yang udah dikenal sebagai sosok pemberani dan berjiwa teknik, pada ambil jurusan Teknik Mesin, ada juga yang masuk jurusan Manajemen buat ngelola bisnis bengkel kita nanti. Sementara itu, gue sendiri memilih jurusan Sastra Bahasa, persis seperti yang gue rencanakan dari dulu. Meskipun gedung fakultas kita beda, tapi setiap sore, kita selalu ngumpul di satu spot di taman kampus, tempat yang udah jadi saksi dari tawa, cerita, dan rindu yang kita bagi bersama. Tapi, ada satu hal yang bikin hati gue masih berat, yaitu Bin. Dia selalu bilang bakal nyusul daftar kuliah, bilang "Tunggu, Yu, nanti aku bakal nyusul daftar kuliahnya." Tapi sekarang udah lewat enam bulan, dan gue belum pernah lihat dia muncul di hadapan gue, nggak di kampus m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status